Filosofy: Model Perputaran Pengetahuan Sebagai Basis Struktur Masyarakat

From OnnoWiki
Revision as of 19:38, 16 August 2009 by Onnowpurbo (talk | contribs) (New page: Dari berbagai penjelasan sebelumnya tampak jelas bahwa kecepatan perputaran informasi & pengetahuan menjadi kunci dalam berbagai perubahan paradigma yang ada. Mudah-mudahan pemikiran yang ...)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Dari berbagai penjelasan sebelumnya tampak jelas bahwa kecepatan perputaran informasi & pengetahuan menjadi kunci dalam berbagai perubahan paradigma yang ada. Mudah-mudahan pemikiran yang kami coba tuangkan dalam tulisan ini tidak terlalu kontroversial dalam dunia pendidikan di Indonesia. Karena beberapa hal konvensional seperti HAKI, hak cipta, hak paten, badan akreditasi menjadi dipertanyakan di platform informasi yang cepat. Saya mohon maaf sebelumnya.

Dalam sebuah sistem pendidikan & perguruan tinggi untuk transformasi umat menuju "knowledge based society", saya pikir perlu kerangka Knowledge Management (KM) yang tepat untuk mengembangkan core competence & local content yang sustainable & mandiri. Manajemen tacit knowledge / implicit) knowledge, explicit knowledge maupun potential knowledge melalui mekanisme collaboration, digital library maupun kemampuan analysis menjadi penting untuk di implementasikan dengan dukungan standar operasi perguruan tinggi bersinergi dengan media digital. Salah satu filosofi mendasar KM di antara knowledge worker adalah:


"Knowledge is power. Share it and it will multiply"


Kesalahan umum yang sering dilakukan, paling tidak di Indonesia adalah berpegang pada prinsip “Knowledge is power” saja (selesai di situ saja). Tetapi tidak diteruskan pada bagian ke dua-nya, yaitu “Share it and it will multiply”. Kekuatan sebenarnya dari Knowledge hanya akan terlihat pada saat kita share knowledge tersebut, bukan pada saat kita menyimpan knowledge tersebut agar tidak di curi orang lain.

Filosofy di atas tampaknya sangat berat dilakukan bagi orang yang masih berpijak pada paradigma lama & platform informasi yang lambat. Umumnya mereka berfikir masih pada hak cipta, paten, HAKI sebagai proteksi knowledge & ide. Aparat penegak hukum & piranti pengadilan digunakan untuk memproteksi pengetahuan & ide yang dikembangkan. Sangat wajar karena hukum tertulis yang digunakan sebagai batu pijakannya.

Apa jadinya jika hukum adat, konsensus, hukum tidak tertulis yang digunakan sebagai pijakannya? Siapakah yang akan memproteksi ide & pengetahuan tersebut? Pengadilan & aparat penegak hukum jelas tidak bisa digunakan - yah … mungkinkah umat itu sendiri yang akan memproteksi?

Pertanyaan dapat terus berkembang misalnya … tujuan apa yang ingin dicapai mengacu pada nilai-nilai yang dipegang oleh stake holder pengetahuan / pendidikan tersebut. Berapa besar impact yang ditimbulkan sebuah konsep / pengetahuan kepada umat? Bagaimana proses pengakuan (acknowledgement) sebuah siklus penelitian / pengetahuan? Seberapa effektif share knowledge yang dilakukan oleh penelitian kepada stake holder?



Pranala Menarik