Difference between revisions of "Filosofy: Struktur Masyarakat"

From OnnoWiki
Jump to navigation Jump to search
 
Line 1: Line 1:
Tiga (3) pilar, yaitu,
+
Versi sederhana penjelasan dapat di baca-baca di [[Filosofy Cyberlaw Sederhana]].
 +
 
 +
Ada tiga (3) pilar, yaitu,
  
 
* Norma vertikal
 
* Norma vertikal

Latest revision as of 07:30, 3 September 2009

Versi sederhana penjelasan dapat di baca-baca di Filosofy Cyberlaw Sederhana.

Ada tiga (3) pilar, yaitu,

  • Norma vertikal
  • Hukum Tertulis
  • Konsensus

tampaknya mendominasi bentuk struktur yang dibangun di masyarakat. Ketiga-nya secara sederhana membangun kepercayaan (trust) di masyarakat yang menjadi dasar bagi anggota-nya untuk berinteraksi satu dengan lainnya. Tentunya pola kepercayaan yang digunakan sangat beragam, terkadang kepercayaan (trust) tersebut merepresentasikan diri-nya dalam bentuk ketakutan karena tindakan represif penguasa yang harusnya bisa dipercaya. Dominasi pilar horizontal (hukum tertulis & hukum tidak tertulis / konsensus) akan sangat beragam effek-nya. Dalam penjelasan nanti akan terlihat pergeseran pilar & struktur yang disebabkan oleh percepatan transfer informasi & pengetahuan.

Dari ketiga (3) pilar tersebut, memang pilar horizontal yang mengatur hubungan masyarakat (umat) yang akan banyak terpengaruh oleh tingkat pengetahuan & mental masyarakat. Saya pribadi masih percaya bahwa masih ada satu (1) pilar norma, nilai, value, iman, taqwa yang sifatnya vertikal ke Allah SWT yang sifatnya tetap dan sebetulnya tidak tergoyahkan oleh kondisi platform maupun tingkat penguasaan pengetahuan di umat. Saya masih percaya bahwa hukum yang telah diberlakukan oleh pencipta manusia Allah SWT untuk umatnya sifatnya abadi. Mari kita lihat perkembangan platform tersebut.

Pada masa lalu, dimana transportasi fisik sukar dilakukan dan berjalan sangat lambat, transfer informasi dan pengetahuan menjadi sangat lambat. Pada beberapa kondisi, proses transfer informasi dan pengetahuan memang sengaja dibuat lambat. Pada tahapan ini, umat umumnya tidak terlalu pandai, tingkat penguasaan pengetahuan kurang. Akibatnya, jalur komando & perintah menjadi sangat dominan, karena memang sulit mengandalkan aparat yang berada di bawah untuk mengambil keputusan sendiri dengan keterbatasan pengetahuan yang dimilikinya. Sadar atau tidak, pada akhirnya struktur masyarakat terbentuk mengandalkan struktur kekuasaan & kekuatan (power), tampuk pimpinan berada di atas seringkali menentukan banyak hal sedang aparat dibawahnya menjalankan perintah dan kemauan dari elit pimpinan yang ada di atasnya. Baginda raja, wedana dsb membentuk sebuah struktur komando yang bersifat kerucut untuk menjamin berlaku dengan baiknya law & oder di antara umat. Dominasi hukum tertulis yang dibuat oleh elit penguasa negeri menjadi sangat tinggi. Segala sesuatu, jika mungkin hingga hal sekecil-kecilnya di atur menggunakan hukum tertulis dengan tingkat punishment yang jelas & menjadi acuan kehidupan sehari-hari umat. Reward? Hmmm kadang kala tidak jelas, sudah untung umat diberikan hak hidup dan berusaha di negeri tersebut.

Dengan semakin tersebarnya pengetahuan melalui sistem pendidikan yang ada, tingkat sosial & budaya berkembang. Umat tidak bisa lagi menerima perlakuan represif semena-mena di atur oleh elit tirani penguasa yang berlindung dibalik konstitusi, hukum tertulis. Mekanisme feedback / umpan balik dibangun secara perlahan untuk mengontrol kerja dari sekelompok elit tirani penguasa. Memang sulit sekali untuk membangun mekanisme umpan balik ini, apalagi dengan sekian banyaknya umat - mekanisme-mekanisme perwakilan berbasis partai, ideologi, golongan disahkan untuk mewakili suara umat. Proses pencarian legitimasi menjadi seni tersendiri. Semua harus diatur dengan baik agar adil karena platform yang digunakan masih lambat dalam menyalurkan informasi & pengetahuan. Kompromi politik, konsensus menjadi alternatif menarik dalam mekanisme kontrol untuk mencapai berbagai kesepakatan antara elit penguasa dengan perwakilan umat. Tampak bahwa bentuk-betuk konsensus, kompromi, hukum tidak tertulis menampakan wujudnya dengan semakin transparan informasi & pengetahuan ke sebagian besar umat.

Apa yang akan terjadi dengan semakin cepat dan effisiennya transfer informasi & pengetahuan di platform yang kita gunakan? Gilanya, di tahun 2001-an, semua proses ternyata membutuhkan biaya yang sangat murah - bayangkan SMKN6 Yogyakarta hanya membutuhkan Rp. 5000 / bulan / siswa untuk mengakses platform Internet. SMKN1 Ciamis hanya membutuhkan Rp. 1000 / bulan / siswa untuk komunikasi e-mail di platform Internet. Jadi jelas hubungan komunikasi antar umat menjadi sangat cepat, sangat effisien dengan biaya yang sangat murah. Konsekuensinya, kepandaian tidak hanya diperoleh dari institusi pendidikan yang rigid yang dikontrol secara struktural oleh DIKNAS. Siswa & mahasiswa dapat dengan mudah menjadi pandai melalui berbagai interaksinya dengan masyarakat maya, melalui forum interaksif dua (2) arah seperti mailing list di Internet.

Pada platform dengan kemampuan transfer informasi yang cepat, kemampuan untuk berdiskusi, berargumentasi dengan baik, merepesentasikan sebuah konsep / pendapat kepada umum secara tertulis menjadi penting. Substansi informasi & pengetahuan yang mendominasi transaksi di platform Internet, seseorang akan dihormati terutama dari isi, kualitas, substansi informasi yang dia kirimkan melalui Internet. Penampilan fisik, jas, dasi, kendaraan mewah, rumah mewah, kantor yang bergengsi menjadi dipertanyakan kebutuhannya. Penghargaan kepada seseorang akan lebih bertumpu kepada pengetahuan yang dimiliki-nya yang disertai dengan kemampuan menyampaikan informasi & pengetahuan kepada sesama umat.

Komunikasi yang cepat dengan mudah menembus berbagai struktur & birokrasi yang biasanya dibangun oleh struktur masyarakat lama yang berbasis pada platform informasi yang lambat. Umat dengan mudah berkomunikasi satu dengan lainnnya, komunitas akan dibentuk oleh forum-forum silaturahmi, diskusi, interaksi antar umat. Umat dapat dengan mudah berkomunikasi dengan "wakil"-nya di dunia konvensional maupun dengan elit penguasa kalau saja para "wakil" & elit penguasa mau membuka dirinya.

Dengan semakin effisien-nya komunikasi antar umat - sering kali kita yang aktif di Internet akhirnya akan bingung sendiri, apakah kita masih memerlukan mekanisme perwakilan? Platform informasi yang cepat memungkinkan sekali bagi setiap orang untuk menyuarakan pendapatnya, isi hatinya tanpa perlu mekanisme distribusi / perwakilan. Konsep one man one vote dapat dilaksanakan oleh seluruh komunitas di Internet secara demokratis yang murni (bukan perwakilan). Eksistensi konsep DPR & MPR menjadi dipertanyakan. Masih relevankan konsep MPR, DPR di platform informasi yang cepat? Kenyataannya dengan platform informasi yang cepat akan mensejajarkan umat satu sama lain, setiap orang tidak lebih tinggi tidak lebih rendah dengan lainnya, persamaan hak menjadi nyata sekali.

Jangan kaget jika kita jelajahi lebih lanjut berbagai konsekuensi yang akan ditimbulkan dengan mengubah platform tempat kita berpijak ke platform dengan kecepatan transfer pengetahuan dan informasi yang demikian cepat bukan mustahil akan mengubah dominasi hukum tertulis, bahkan bukan tidak mungkin akan menghilangkan sama sekali hukum tertulis. Transparansi ekstrim bukan mustahil pada akhirnya membuat proses konsensus & hukum adat menjadi sangat dominan. Eksposure setiap tindak kejahatan ke segenap umat secara transparan ekstrim bukan mustahil akan menekan tindak kejahatan lainnya. Akan lebih baik lagi, jika pada ahkirnya proses transparansi ini akan mengubah paradigma umat dan mendekatkan diri pada Khaliq-nya sehingga pada norma, nilai, value, iman & taqwa yang vertikal menjadi tonggak yang kokoh di hati umatnya.

Keimanan menjadi tolok ukur yang sangat penting pada pilar vertikal yang ada. Kepada apa kita beriman? Uang? Kekayaan? Kekuasaan? Kecantikan? ….. atau pada Allah SWT? Tentunya akan berbeda effek-nya kepada pilar horizontal yang ada jika keimanan ini masih dipengaruhi oleh aspek duniawi dengan jika kita ikhlas & berserah diri kepada Allah SWT semata.

Pada tahapan tertinggi dari pilar vertikal ini, manusia harusnya kembali kepada fitrah-nya di muka bumi sebagai khalifah yang secara horizontal beramal kepada sesama umat, secara vertikal beribadah kepada-Nya. Rizki harusnya disesuaikan dengan amal yang dilakukan, sedang tingkat ibadah akan menentukan pahala yang akan diperolehnya. Sederhana untuk dikatakan, amat sulit untuk dilakukan.


Pranala Menarik