Sertifikasi Pemasung Kreatifitas & Pembunuh Usaha Kecil
Sumber: Onno W. Purbo April 2008
Pernahkah anda bayangkan bahwa mouse bluetooth, keyboard bluetooth, handsfree bluetooth yang anda gunakan ternyata dinyatakan baik, tidak memenuhi standard hanya karena alasan belum di sertifikasi? Yang lebih seru lagi, tampaknya, antenna wajanbolic e-goen dan RT/RW-net yang merupakan kreatifitas bangsa Indonesia sebagai jawaban solusi untuk memperoleh Internet murah tampaknya harus di bunuh di Republik Indonesia karena alasan sederhana, tidak miliki sertifikasi dan tidak memiliki lisensi, entah kalau di Republik tetangga kita, Republik BBM. Sedihnya, tidak ada solusi yang diberikan oleh pemerintah agar bangsa Indonesia dapat mengakses pengetahuan melalui Internet secara murah, sementara solusi rakyat di “Munir”-kan.
Sejak beberapa tahun lalu, dan terakhir beberapa minggu lalu, sweeping lumayan sering dilakukan, berbekal aturan tertulis yang mengharuskan menggunakan manual bahasa Indonesia; sertifikasi semua peralatan telekomunikasi & wireless termasuk bluetooth, WiFi, modem; belum lagi lisensi jasa telekomunikasi, cukup banyak toko-toko komputer, distributor peralatan elektronik, di kota besar, Surabaya, Makassar dll harus gigit jari karena banyak barang-nya yang berupa laptop, handycam, modem dll. ambil, di sita untuk “menyelamatkan” barang bukti – janganlah terlalu berharap barang akan kembali setelah di “selamat” kan. Tidak heran keresahan ini akhirnya menutup beberapa Mall elektronik dan mematikan perputaran uang dunia ICT.
Belakangan, keresahan masyarakat ICT Indonesia mulai timbul lagi karena urusan sertifikasi alat. Bayangkan Wajanbolic e-goen yang harganya hanya Rp. 250-350.000,-, dengan keuntungan yang hanya Rp. 10-20.000 / wajanbolic tampaknya mulai harus di sertifikasi ke pemerintah dengan biaya Rp. 4-5 juta / model. Apa tidak pusing orang-orang kreatif IT & usaha kecil IT yang ada di bawah sana. Mana mungkin keuntungan yang hanya Rp. 10-20.000,- / alat dipakai untuk sertifikasi alat ke pemerintah. Untuk ojek saja sudah habis, belum ongkos ke Jakarta.
Mungkin kita tidak pernah menyadari bahwa proses penyebaran pengetahuan, memberikan ilmu tentang Wajanbolic dan Internet murah menggunakan teknologi Wireless dan RT/RW-net kepada masyarakat walaupun tampak sederhana, semua membutuhkan banyak waktu, effort yang lamanya bertahun-tahun, tidak kurang dari 10 tahun untuk menyebarkan ilmu ini kepada masyarakat. Sampai tumbuh industri-industri kecil pendukung kebutuhan RT/RW-net yang menggunakan investasi rakyat kecil membuka lapangan kerja, tanpa utangan IMF, apalagi Bank Dunia, bahkan tanpa melalui BLBI yang bermasalah.
Hanya di Republik ini, usaha rakyat kecil yang tampaknya kumuh, harus mati dalam waktu beberapa hari saja, dengan alasan penegakan hukum yang entah berpihak pada siapa. Memang sih, rakyat kecil tidak mampu lah untuk mengikuti standard dunia yang harus mensertifikasi semua produknya dengan biaya Rp. 4-5 juta / model.
Secara filosofis sebetulnya agak aneh, filosofi pengaturan frekuensi dilakukan agar tidak terjadi interferensi & pemakaian bersama yang sehat. Lha ini peralatan bluetooth jelas-jelas hanya mampu untuk jarak 10 meter, sementara USB Wifi yang digunakan untuk wajanbolic hanya 60-an miliWatt, apakah ini masih perlu di atur padahal jelas-jelas sangat kecil dayanya? Jelas-jelas tidak menimbulkan interferensi, apa masih perlu di sertifikasi? Kalaupun karena aturan tertulis yang ada mengharuskan, apakah tidak mungkin ada skema bantuan untuk sertifikasi bagi usaha kecil? Atau memang industri rakyat yang kumuh harus di tindas? Entahlah.
Naga-naga-nya pemerintah juga jauh lebih tahu yang baik dan buruk bagi rakyat? Bukan mustahil akan ada sertifikasi halal, bebas pornografi, bebas SARA, bebas Asusila, bebas pencemaran nama baik bagi content Internet di Indonesia. Jangan main-main situs anda akan di bredel, juga WARNET anda, juga ISP anda, juga jasa hosting anda, juga RT/RW-net anda, juga sekolah, juga kampus, jika tidak halal, jika tidak bebas pornografi! Memang sih, semua orang tua yang mempunyai anak di bawah umur akan suka akan hal tersebut. Yah, semoga tidak salah bredel, dan yang lebih penting tidak salah blokir.
Semoga pemerintah tidak kebablasan dalam melakukan sertifikasi baik dan buruk, tidak kebablasan dalam menggunakan wewenang yang ada di UU ITE yang baru di sertifikasi. Walaupun, rasanya sih tidak ada tulisan di UU ITE yang menyatakan bahwa Pemerintah mempunyai hak untuk memblokir situs, entahlah saya hanya rakyat biasa, kemungkinan pemerintah yang lebih tahu. Seperti kita tahu bersama, kesalahan blokir yang baru lalu berakibat fatal, bukan pujian tapi makian, cercaan, hinaan yang akan berhamburan di dunia maya. Silahkan di cek di Google dengan keyword “blokir situs”. Memang, mengambil peran “Tuhan” menentukan mana yang baik, mana yang buruk tidak gampang, salah-salah tergelincir menjadi “Firaun”.
Perlu kita sadari bersama bahwa masyarakat Internet rata-rata berpendidikan tinggi, umumnya bukan orang yang bodoh atau mudah di bodohi. Jangan salahkan masyarakat Internet jika rakyat / masyarakat Internet tidak berpihak pada pemerinta karena pemerintah mengambil keputusan yang salah. Kesalahan yang mungkin menzolimi rakyat-nya sendiri, yang mungkin berakibat tidak baik, misalnya, memblokir situs yang baik, memasung kreatifitas, membunuh usaha kecil.
Ada baiknya kita merenungkan bersama – sebetulnya rakyat butuh pemerintah? atau pemerintah butuh rakyat?
Hati-hati 2009 sudah dekat, suara rakyat yang tertindas biasanya akan dahsyat effek-nya. Walaupun pasti akan kalah dahsyat dengan pembalasan di hari akhir nanti.
Hidup Wajanbolic e-goen! Hidup RT/RW-net! Hidup Rakyat! Mari kita lanjutkan perjuangan untuk memandaikan bangsa ini. Merdeka!