Difference between revisions of "Mengenang Iskandar Alisjahbana oleh Edy Budiyarso"

From OnnoWiki
Jump to navigation Jump to search
(New page: Di kutip dari http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/12/18/Opini/krn.20081218.151290.id.html [www.korantempo.com] Opini Mengenang Iskandar Alisjahbana Edy Budiyarso, wartawan te...)
 
 
Line 2: Line 2:
  
 
Opini
 
Opini
Mengenang Iskandar Alisjahbana
+
 
 +
Mengenang [[Iskandar Alisjahbana]]
 +
 
  
 
Edy Budiyarso, wartawan televisi RCTI, penulis buku Menentang Tirani Aksi Mahasiswa 77/78
 
Edy Budiyarso, wartawan televisi RCTI, penulis buku Menentang Tirani Aksi Mahasiswa 77/78
 +
  
 
Bandung belum beranjak siang di awal Januari 1978. Lelaki setengah baya berbadan tinggi, dengan langkah tergopoh-gopoh, masuk ke ruangan Panglima Kodam Siliwangi di Jalan Aceh di pusat Kota Bandung. Tamu tak diundang itu langsung berkacak pinggang di depan Panglima Siliwangi, "Waarom hebben jullie mijn huis beschoten?" (Mengapa kalian menembaki rumah saya?)
 
Bandung belum beranjak siang di awal Januari 1978. Lelaki setengah baya berbadan tinggi, dengan langkah tergopoh-gopoh, masuk ke ruangan Panglima Kodam Siliwangi di Jalan Aceh di pusat Kota Bandung. Tamu tak diundang itu langsung berkacak pinggang di depan Panglima Siliwangi, "Waarom hebben jullie mijn huis beschoten?" (Mengapa kalian menembaki rumah saya?)
 +
  
 
Mayor Jenderal Himawan Sutanto kaget mendapat berondongan pertanyaan seperti itu. Apalagi pagi itu belum ada laporan dari stafnya perihal penembakan di rumah dinas Rektor ITB. Jenderal Himawan pun menjawab dengan Holland spreken pula, "Kalau ada yang menembaki rumah, itu bukan cara saya dan pasti bukan kerjaan anak buah saya."
 
Mayor Jenderal Himawan Sutanto kaget mendapat berondongan pertanyaan seperti itu. Apalagi pagi itu belum ada laporan dari stafnya perihal penembakan di rumah dinas Rektor ITB. Jenderal Himawan pun menjawab dengan Holland spreken pula, "Kalau ada yang menembaki rumah, itu bukan cara saya dan pasti bukan kerjaan anak buah saya."
 +
  
 
Lelaki tinggi itu tak lain adalah Prof Dr Iskandar Alisjahbana, Rektor ITB. Kala itu ia dan keluarganya nyaris terserempet pelor dari aksi penembak gelap yang memberondong rumah dinasnya. Tak puas mendapat jawaban itu, Prof Iskandar kembali bertanya, "Wie dan?" (Lalu siapa?) Jenderal Himawan tetap menggelengkan kepala.
 
Lelaki tinggi itu tak lain adalah Prof Dr Iskandar Alisjahbana, Rektor ITB. Kala itu ia dan keluarganya nyaris terserempet pelor dari aksi penembak gelap yang memberondong rumah dinasnya. Tak puas mendapat jawaban itu, Prof Iskandar kembali bertanya, "Wie dan?" (Lalu siapa?) Jenderal Himawan tetap menggelengkan kepala.
 +
  
 
Pertanyaan Prof Is--panggilan akrab Iskandar Alisjahbana--sampai kini belum terjawab tuntas, padahal sudah 30 tahun berlalu setelah peristiwa pendudukan kampus ITB oleh tentara pada 20 Januari 1978. Pemerintah pun
 
Pertanyaan Prof Is--panggilan akrab Iskandar Alisjahbana--sampai kini belum terjawab tuntas, padahal sudah 30 tahun berlalu setelah peristiwa pendudukan kampus ITB oleh tentara pada 20 Januari 1978. Pemerintah pun
Line 16: Line 22:
 
Alasannya, seperti disampaikan oleh Menteri Pendidikan Sjarief Thajeb, saat itu Prof Iskandar Alisjahbana dianggap
 
Alasannya, seperti disampaikan oleh Menteri Pendidikan Sjarief Thajeb, saat itu Prof Iskandar Alisjahbana dianggap
 
tak mampu memulihkan kampus ITB yang dalam kacamata pemerintah telah menjadi "sarang pemberontak".
 
tak mampu memulihkan kampus ITB yang dalam kacamata pemerintah telah menjadi "sarang pemberontak".
 +
  
 
Pemerintah menilai Prof Is terlalu membela Heri Akhmadi, Rizal Ramli, Al-Hilal Hamdi, Jusman Syafi'i Djamal,
 
Pemerintah menilai Prof Is terlalu membela Heri Akhmadi, Rizal Ramli, Al-Hilal Hamdi, Jusman Syafi'i Djamal,
Line 22: Line 29:
 
8.000 mahasiswa di lapangan basket ITB, pimpinan DM se-Indonesia menuntut dilangsungkannya Sidang Istimewa MPR
 
8.000 mahasiswa di lapangan basket ITB, pimpinan DM se-Indonesia menuntut dilangsungkannya Sidang Istimewa MPR
 
meminta pertanggungjawaban Presiden Soeharto.
 
meminta pertanggungjawaban Presiden Soeharto.
 +
  
 
Alih-alih membubarkan aksi "nekat" para mahasiswa itu, Prof Is malah ikut berbaur di antara kerumunan demonstrasi
 
Alih-alih membubarkan aksi "nekat" para mahasiswa itu, Prof Is malah ikut berbaur di antara kerumunan demonstrasi
Line 27: Line 35:
 
mendokumentasikan aksi happening art para aktivis mahasiswa dalam acara yang disebut Gelora Kebangkitan 28 Oktober
 
mendokumentasikan aksi happening art para aktivis mahasiswa dalam acara yang disebut Gelora Kebangkitan 28 Oktober
 
1977.
 
1977.
 +
  
 
Delapan tahun lalu, dalam diskusi peluncuran buku Menentang Tirani Aksi Mahasiswa 77-78 di Aula ITB Bandung, Prof
 
Delapan tahun lalu, dalam diskusi peluncuran buku Menentang Tirani Aksi Mahasiswa 77-78 di Aula ITB Bandung, Prof
Line 35: Line 44:
 
(Intel) Hankam. Selain menembak dengan senapan tua eks Perang Dunia II, sang kapten yang veteran pejuang ini
 
(Intel) Hankam. Selain menembak dengan senapan tua eks Perang Dunia II, sang kapten yang veteran pejuang ini
 
dengan gamblang membeberkan operasi pendudukan Ganesha.
 
dengan gamblang membeberkan operasi pendudukan Ganesha.
 +
  
 
Operasi pendudukan kampus ITB atas perintah Kepala Staf Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kaskopkamtib)
 
Operasi pendudukan kampus ITB atas perintah Kepala Staf Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kaskopkamtib)
Line 43: Line 53:
 
jika Benny Moerdani yang mantan atasannya sudah meninggal. Prof Is, lewat anak menantunya, Mas Bambang Harymurti,
 
jika Benny Moerdani yang mantan atasannya sudah meninggal. Prof Is, lewat anak menantunya, Mas Bambang Harymurti,
 
dalam beberapa kali perjumpaan menanyakan kepada saya siapa penembak rumah Prof Is.
 
dalam beberapa kali perjumpaan menanyakan kepada saya siapa penembak rumah Prof Is.
 +
  
 
Waktu itu saya menjawab Benny Moerdani belum meninggal, sehingga saya belum bisa membuka identitas sang kapten
 
Waktu itu saya menjawab Benny Moerdani belum meninggal, sehingga saya belum bisa membuka identitas sang kapten
Line 51: Line 62:
 
menakut-nakuti. Arah tembakan ke genting rumah sehingga tak berbahaya. Namun, tetap saja namanya tembakan senjata,
 
menakut-nakuti. Arah tembakan ke genting rumah sehingga tak berbahaya. Namun, tetap saja namanya tembakan senjata,
 
si pemilik rumah sudah tentu dibuat berang jadinya.
 
si pemilik rumah sudah tentu dibuat berang jadinya.
 +
  
 
Selain kepada penulis, Sang Kapten mengaku sudah menceritakan aksi operasi "koboinya" kepada mantan Pangdam
 
Selain kepada penulis, Sang Kapten mengaku sudah menceritakan aksi operasi "koboinya" kepada mantan Pangdam

Latest revision as of 16:36, 18 December 2008

Di kutip dari http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/12/18/Opini/krn.20081218.151290.id.html [www.korantempo.com]

Opini

Mengenang Iskandar Alisjahbana


Edy Budiyarso, wartawan televisi RCTI, penulis buku Menentang Tirani Aksi Mahasiswa 77/78


Bandung belum beranjak siang di awal Januari 1978. Lelaki setengah baya berbadan tinggi, dengan langkah tergopoh-gopoh, masuk ke ruangan Panglima Kodam Siliwangi di Jalan Aceh di pusat Kota Bandung. Tamu tak diundang itu langsung berkacak pinggang di depan Panglima Siliwangi, "Waarom hebben jullie mijn huis beschoten?" (Mengapa kalian menembaki rumah saya?)


Mayor Jenderal Himawan Sutanto kaget mendapat berondongan pertanyaan seperti itu. Apalagi pagi itu belum ada laporan dari stafnya perihal penembakan di rumah dinas Rektor ITB. Jenderal Himawan pun menjawab dengan Holland spreken pula, "Kalau ada yang menembaki rumah, itu bukan cara saya dan pasti bukan kerjaan anak buah saya."


Lelaki tinggi itu tak lain adalah Prof Dr Iskandar Alisjahbana, Rektor ITB. Kala itu ia dan keluarganya nyaris terserempet pelor dari aksi penembak gelap yang memberondong rumah dinasnya. Tak puas mendapat jawaban itu, Prof Iskandar kembali bertanya, "Wie dan?" (Lalu siapa?) Jenderal Himawan tetap menggelengkan kepala.


Pertanyaan Prof Is--panggilan akrab Iskandar Alisjahbana--sampai kini belum terjawab tuntas, padahal sudah 30 tahun berlalu setelah peristiwa pendudukan kampus ITB oleh tentara pada 20 Januari 1978. Pemerintah pun "menghadiahi" sikap gentleman Prof Is dengan mencopot jabatannya sebagai Rektor ITB pada 14 Februari 1978. Alasannya, seperti disampaikan oleh Menteri Pendidikan Sjarief Thajeb, saat itu Prof Iskandar Alisjahbana dianggap tak mampu memulihkan kampus ITB yang dalam kacamata pemerintah telah menjadi "sarang pemberontak".


Pemerintah menilai Prof Is terlalu membela Heri Akhmadi, Rizal Ramli, Al-Hilal Hamdi, Jusman Syafi'i Djamal, Ramles Manapang, dan para pemimpin Dewan Mahasiswa (DM) Indonesia lainnya. Saat itu para pemimpin mahasiswa memang mengkritik keras kebijakan pemerintah Orde Baru. Bahkan, dalam satu butir Ikrar Mahasiswa yang dibacakan di depan 8.000 mahasiswa di lapangan basket ITB, pimpinan DM se-Indonesia menuntut dilangsungkannya Sidang Istimewa MPR meminta pertanggungjawaban Presiden Soeharto.


Alih-alih membubarkan aksi "nekat" para mahasiswa itu, Prof Is malah ikut berbaur di antara kerumunan demonstrasi mahasiswa. Bahkan rektor yang mempunyai hobi fotografi ini malah sibuk dengan tustelnya, jeprat-jepret mendokumentasikan aksi happening art para aktivis mahasiswa dalam acara yang disebut Gelora Kebangkitan 28 Oktober 1977.


Delapan tahun lalu, dalam diskusi peluncuran buku Menentang Tirani Aksi Mahasiswa 77-78 di Aula ITB Bandung, Prof Is, yang membaca cerita soal penembakan di kediamannya, sempat menanyakan siapa sebenarnya pelaku yang menembaki rumahnya. Kala itu penulis yang masih terikat "janji" pun tak memberitahukan perihal siapa penembak gelap itu. Dalam buku Menentang Tirani, penulis menyebutkan bahwa pelaku penembakan rumah Rektor ITB adalah seorang perwira pertama Angkatan Darat yang memiliki kedekatan dengan Jenderal Benny Moerdani, yang saat itu menjabat Asisten G-1 (Intel) Hankam. Selain menembak dengan senapan tua eks Perang Dunia II, sang kapten yang veteran pejuang ini dengan gamblang membeberkan operasi pendudukan Ganesha.


Operasi pendudukan kampus ITB atas perintah Kepala Staf Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kaskopkamtib) Laksamana Soedomo. Sebagai komandan pelaksana operasi adalah Benny Moerdani. Lantaran operasi intelijen, pelaksana berada di bawah komando Satgas Kopkamtib dan pelaksana lapangan oleh Asisten 1 (Intelijen) Kodam Siliwangi, Kolonel Samalo. Jalur inilah yang melampaui Himawan Sutanto, sebagai Pangdam. Pembeberan operasi ini dibuka dengan sebuah janji nama sang kapten tetap dirahasiakan. Namun, janji ini bisa dilanggar dan nama sang kapten bisa dibuka jika Benny Moerdani yang mantan atasannya sudah meninggal. Prof Is, lewat anak menantunya, Mas Bambang Harymurti, dalam beberapa kali perjumpaan menanyakan kepada saya siapa penembak rumah Prof Is.


Waktu itu saya menjawab Benny Moerdani belum meninggal, sehingga saya belum bisa membuka identitas sang kapten tersebut. Kini Prof Is telah berpulang dan Benny Moerdani pun sudah lama tiada. Lewat tulisan inilah penulis ingin menyampaikan jawaban yang sudah 30 tahun tak terbalaskan. Sang Kapten memang bukan perwira karier lulusan akademi militer. Dia, secara tak sengaja, penulis temui saat mewawancarai pelaku-pelaku sejarah Indonesia dalam rubrik wawancara di majalah Tempo. Dalam kesaksiannya, sang kapten menyebut tembakan ke rumah Prof Iskandar hanya untuk menakut-nakuti. Arah tembakan ke genting rumah sehingga tak berbahaya. Namun, tetap saja namanya tembakan senjata, si pemilik rumah sudah tentu dibuat berang jadinya.


Selain kepada penulis, Sang Kapten mengaku sudah menceritakan aksi operasi "koboinya" kepada mantan Pangdam Siliwangi Himawan Soetanto. Sebagai pengungkapan sejarah, seperti juga disampaikan oleh para pelaku, kini saatnya jati diri Sang Kapten dibuka. Sang Kapten, yang masih kerabat pejuang Pembela Tanah Air Supriyadi, tak lain adalah Ki Oetomo Darmadi. Walaupun agak terlambat, pengungkapan ini semoga menjawab pertanyaan Prof Iskandar Alisjahbana (almarhum) yang lama tak terjawab. Selamat jalan, Prof Is, pendidik humanis yang keberaniannya banyak menginspirasi para mahasiswanya dan juga Indonesia. *