Wawancara Kuota 5G
On 7/8/25 13:42, Sigit Andriana wrote: > Dear Prof. Onno W. Purbo, > > Selamat siang, Prof. > Perkenalkan, saya Sigit dari Ponorogo. > > Mohon izin, Prof, saya ingin mewawancarai Prof secara singkat terkait kebijakan sistem kuota hangus yang diterapkan oleh operator seluler di Indonesia. Rencananya, hasil wawancara ini akan saya susun menjadi artikel yang akan saya kirimkan ke Mojok.co. > > Berikut beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan:
secara teknis core network (sentral telepon) operator cuma mencatat
- tanggal jam call di lakukan, tanggal jam call selesai di lakukan
- penggunaan packet data, baik in & out
sebenernya core network tidak mencatat berapa rupiah yang dipakai
Urusan rupiah penggunaan untuk call maupun daya di catat oleh billing system, diluar core network (sentral telepon_
Jawab dibawab ini akan di jawab menggunakan chatgpt / grok / gemini (AI) ya sedikit2 saya edit
> > 1. Menurut Prof, sejauh mana kebijakan kuota hangus ini lazim diterapkan di industri telekomunikasi global?
Kebijakan kuota hangus — yaitu ketika sisa kuota internet, telepon, atau SMS yang tidak terpakai dalam periode tertentu tidak bisa diakumulasi ke periode berikutnya — memang lazim diterapkan di industri telekomunikasi global, meskipun ada variasi penerapannya di berbagai negara dan operator.
Alasan Umum Penerapan Kebijakan Kuota Hangus
Model bisnis prabayar: Dirancang untuk jangka waktu tertentu, misalnya harian, mingguan, atau bulanan. Jika kuota tidak digunakan dalam waktu tersebut, maka dianggap "kedaluwarsa".
Optimalisasi jaringan dan prediksi trafik: Operator dapat lebih mudah memproyeksikan penggunaan jaringan jika mereka tidak harus memperhitungkan akumulasi sisa kuota.
Mendorong pembelian ulang: Kuota hangus mendorong pelanggan untuk rutin mengisi ulang, yang menguntungkan operator dari sisi pendapatan berulang.
Perbandingan Global: Apakah Semua Negara Sama?
Amerika Serikat: Banyak operator menerapkan kuota hangus, tetapi beberapa menawarkan "rollover data" (misalnya AT&T, T-Mobile), biasanya terbatas pada satu bulan ke depan.
Eropa: Negara seperti Inggris dan Jerman memiliki skema serupa, dengan rollover terbatas (misalnya GiffGaff, O2).
Asia: Di negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan India, sistem kuota hangus umum, tetapi beberapa operator menawarkan paket data jangka panjang atau rollover terbatas sebagai nilai tambah.
Australia: Beberapa operator seperti Telstra dan Optus juga menggunakan sistem rollover, namun hanya jika pengguna tetap berada dalam ekosistem paket yang sama.
Tren dan Kritik
Kritik: Banyak konsumen menganggap kuota hangus sebagai tidak adil karena mereka "membayar untuk sesuatu yang tidak mereka gunakan".
Respons operator: Untuk merespons tekanan ini, beberapa operator global kini menawarkan:
Data rollover
Data bank (akumulasi tanpa batas waktu, tapi seringkali hanya untuk pelanggan premium)
Data gifting (bisa diberikan ke pengguna lain)
Kesimpulan
Ya, kuota hangus adalah praktik yang umum secara global. Namun, semakin banyak operator yang mencoba menawarkan fleksibilitas dengan model-model seperti rollover data atau data bank, untuk menarik dan mempertahankan pelanggan yang menginginkan nilai lebih.
> > 2. Bagaimana pandangan Prof melihat praktik ini? Baik dari sisi konsumen maupun operator?
Melihat praktik kuota hangus dari dua sisi — konsumen dan operator — memberikan perspektif yang lebih utuh. Berikut analisis dari masing-masing sudut: 🔍 DARI SISI KONSUMEN ✅ Keuntungan (jarang, tapi ada):
Kesederhanaan: Paket yang jelas masa berlakunya memudahkan perencanaan penggunaan (meskipun ini relatif).
Harga bisa lebih murah: Paket dengan kuota hangus biasanya lebih murah dibanding paket fleksibel dengan rollover atau unlimited.
❌ Kerugian:
Tidak adil secara ekonomis: Konsumen membayar untuk kuota yang tidak terpakai dan tidak bisa diklaim kembali.
Tidak efisien: Pengguna konservatif atau tidak rutin memakai internet merasa dirugikan.
Kurangnya transparansi: Banyak konsumen tidak tahu bahwa kuota akan hangus, atau kapan tepatnya.
📣 Tuntutan umum dari konsumen:
Rollover kuota
Akumulasi kuota
Pengembalian dalam bentuk diskon/kuota baru
Transparansi notifikasi masa berlaku
💼 DARI SISI OPERATOR TELEKOMUNIKASI ✅ Keuntungan:
Prediktabilitas trafik: Lebih mudah mengelola jaringan dan kapasitas jika kuota tidak diakumulasi.
Pendapatan stabil: Kuota hangus bisa menciptakan insentif agar pelanggan membeli paket baru secara rutin.
Minim risiko penumpukan: Akumulasi kuota bisa menciptakan beban jaringan yang tidak terprediksi.
❌ Tantangan atau risiko:
Citra buruk di mata pelanggan: Terutama jika pesaing menawarkan rollover atau akumulasi.
Regulasi konsumen: Di beberapa negara, regulasi mulai mendorong transparansi atau pelarangan kuota hangus.
Tekanan kompetisi: Operator yang terlalu kaku bisa ditinggalkan jika pesaing lebih fleksibel.
⚖️ KESIMPULAN
Untuk konsumen, praktik kuota hangus terasa merugikan, kecuali jika harga paket sangat kompetitif.
Untuk operator, praktik ini rasional secara bisnis, tetapi harus seimbang dengan kepuasan pelanggan dan tekanan persaingan.
📌 Idealnya, operator:
Menawarkan pilihan: paket reguler (dengan kuota hangus) dan paket premium (dengan rollover)
Memberi transparansi: notifikasi sisa kuota & tanggal hangus
Inovatif: seperti data bank, data gift, atau kuota fleksibel
Sistem kuota hangus lebih banyak disebabkan oleh faktor bisnis daripada faktor teknis. Berikut penjelasannya secara mendalam:
🔧 FAKTOR TEKNIS: ADA, TAPI BUKAN PENYEBAB UTAMA
Beberapa orang berpikir sistem kuota hangus perlu karena:
Jaringan harus “disiapkan” untuk beban trafik tertentu
Pengelolaan infrastruktur jadi lebih kompleks jika kuota lama terus bergulir
Namun sebenarnya:
Secara teknis, tidak ada hambatan signifikan untuk menyimpan dan mengakumulasi kuota yang belum dipakai. Operator sudah punya sistem billing dan manajemen data yang bisa melacak penggunaan dan masa aktif.
Teknologi jaringan (seperti 4G/5G) bersifat on-demand — trafik hanya dikonsumsi ketika pengguna aktif. Jadi “menyimpan kuota” tidak membebani jaringan secara langsung.
Kesimpulan teknis:
➡️ Mungkin sedikit berpengaruh, tapi bukan alasan utama. 💼 FAKTOR BISNIS: PENYEBAB UTAMA
Sistem kuota hangus lebih berkaitan dengan: 1. Model pendapatan berulang
Kuota hangus mendorong konsumen untuk membeli paket baru secara berkala
Ini menciptakan arus kas rutin dan memperkuat loyalitas dalam bentuk keterikatan
2. Strategi pricing
Paket dengan kuota hangus bisa dijual lebih murah dibandingkan dengan paket rollover
Operator bisa memanfaatkan "kuota yang tidak dikonsumsi" sebagai margin keuntungan tersembunyi
3. Pengendalian churn pelanggan
Jika kuota bisa dibawa terus-menerus, pengguna mungkin akan beli paket lebih jarang
Dengan kuota hangus, pengguna merasa harus "habiskan" kuota agar tidak rugi — ini menciptakan perilaku konsumsi yang lebih sering
4. Kompetisi & segmentasi pasar
Operator bisa menyegmentasikan pasar dengan berbagai jenis paket (murah dengan kuota hangus, atau mahal dengan rollover), sesuai strategi bisnis.
🧭 KESIMPULAN AKHIR: Faktor Peran dalam kebijakan kuota hangus Teknis Minor – hanya soal sistem dan manajemen data, bisa diatasi Bisnis Mayor – terkait pendapatan, loyalitas, dan strategi harga
🔎 Jadi: Kuota hangus adalah kebijakan bisnis yang dibungkus dengan sedikit alasan teknis.
Jika kamu sedang mengangkat isu ini untuk kajian atau opini publik, kamu bisa menyoroti bagaimana konsumen kadang dibingungkan oleh alasan teknis yang sebenarnya lebih merupakan justifikasi bisnis.
>
> 3. Apakah sistem kuota hangus ini lebih disebabkan oleh faktor teknis, atau justru karena faktor bisnis?
Sistem kuota hangus lebih banyak disebabkan oleh faktor bisnis daripada faktor teknis. Berikut penjelasannya secara mendalam: 🔧 FAKTOR TEKNIS: ADA, TAPI BUKAN PENYEBAB UTAMA
Beberapa orang berpikir sistem kuota hangus perlu karena:
Jaringan harus “disiapkan” untuk beban trafik tertentu
Pengelolaan infrastruktur jadi lebih kompleks jika kuota lama terus bergulir
Namun sebenarnya:
Secara teknis, tidak ada hambatan signifikan untuk menyimpan dan mengakumulasi kuota yang belum dipakai. Operator sudah punya sistem billing dan manajemen data yang bisa melacak penggunaan dan masa aktif.
Teknologi jaringan (seperti 4G/5G) bersifat on-demand — trafik hanya dikonsumsi ketika pengguna aktif. Jadi “menyimpan kuota” tidak membebani jaringan secara langsung.
Kesimpulan teknis:
➡️ Mungkin sedikit berpengaruh, tapi bukan alasan utama. 💼 FAKTOR BISNIS: PENYEBAB UTAMA
Sistem kuota hangus lebih berkaitan dengan: 1. Model pendapatan berulang
Kuota hangus mendorong konsumen untuk membeli paket baru secara berkala
Ini menciptakan arus kas rutin dan memperkuat loyalitas dalam bentuk keterikatan
2. Strategi pricing
Paket dengan kuota hangus bisa dijual lebih murah dibandingkan dengan paket rollover
Operator bisa memanfaatkan "kuota yang tidak dikonsumsi" sebagai margin keuntungan tersembunyi
3. Pengendalian churn pelanggan
Jika kuota bisa dibawa terus-menerus, pengguna mungkin akan beli paket lebih jarang
Dengan kuota hangus, pengguna merasa harus "habiskan" kuota agar tidak rugi — ini menciptakan perilaku konsumsi yang lebih sering
4. Kompetisi & segmentasi pasar
Operator bisa menyegmentasikan pasar dengan berbagai jenis paket (murah dengan kuota hangus, atau mahal dengan rollover), sesuai strategi bisnis.
🧭 KESIMPULAN AKHIR: Faktor Peran dalam kebijakan kuota hangus Teknis Minor – hanya soal sistem dan manajemen data, bisa diatasi Bisnis Mayor – terkait pendapatan, loyalitas, dan strategi harga
🔎 Jadi: Kuota hangus adalah kebijakan bisnis yang dibungkus dengan sedikit alasan teknis.
Jika kamu sedang mengangkat isu ini untuk kajian atau opini publik, kamu bisa menyoroti bagaimana konsumen kadang dibingungkan oleh alasan teknis yang sebenarnya lebih merupakan justifikasi bisnis.
>
> 4. Apakah kebijakan semacam ini bisa dikategorikan sebagai praktik yang merugikan konsumen?
Ya, kebijakan kuota hangus dapat dikategorikan sebagai praktik yang merugikan konsumen, terutama jika dilihat dari prinsip perlindungan konsumen dan asas keadilan dalam transaksi. Namun, kategorisasi ini juga bergantung pada konteks hukum, transparansi, dan pilihan alternatif yang diberikan oleh operator.
⚖️ Alasan Mengapa Bisa Dianggap Merugikan Konsumen
1. Konsumen Membayar Tanpa Mendapatkan Manfaat Penuh
Saat kuota hangus, konsumen kehilangan hak atas layanan yang sudah dibayar, tanpa pengembalian atau kompensasi.
Ini bertentangan dengan prinsip value for money.
2. Tidak Ada Akumulasi Nilai
Produk digital seperti kuota tidak memiliki batasan fisik, jadi hangusnya kuota lebih merupakan keputusan bisnis, bukan batasan teknis.
Ini menimbulkan kesan bahwa produk tidak proporsional dengan harga yang dibayar.
3. Kurangnya Transparansi
Banyak konsumen tidak menyadari bahwa kuotanya akan hangus, atau kapan tepatnya.
Jika tidak diinformasikan dengan jelas, ini melanggar hak atas informasi yang jujur dan transparan.
4. Asimetri Kekuatan dalam Kontrak
Operator menentukan syarat sepihak, sementara konsumen tidak punya banyak pilihan atau kontrol atas mekanisme penggunaan kuota.
🛑 Tapi, Apakah Otomatis Ilegal atau Melanggar?
Tidak selalu. Selama ada informasi yang jelas dan pilihan alternatif, praktik ini masih sah secara hukum di banyak negara.
Namun, praktik ini bisa:
Dikritisi secara etis dan sosial
Dikaji oleh regulator jika dianggap menciptakan kerugian sistemik atau membatasi persaingan
Dituntut transparansinya oleh lembaga perlindungan konsumen
🧭 Kesimpulan Perspektif Penilaian Etika konsumen Merugikan, karena mengorbankan nilai yang dibayar Praktik bisnis Legal tapi problematik, terutama jika tanpa pilihan atau transparansi Regulasi Bisa dibenarkan jika jelas, tetapi berpotensi digugat jika merugikan secara massal
📌 Intinya: Jika kebijakan kuota hangus tidak disertai transparansi, pilihan, atau manfaat pengganti, maka praktik ini layak disebut merugikan konsumen, baik secara etika maupun dalam semangat perlindungan konsumen.
>
> 5. Menurut keterangan dari pihak ATSI, praktek ini dianggap wajar karena kuota/pulsa tidak termasuk dalam kategori uang elektronik. Bagaimana pandangan Prof soal itu?
Pernyataan bahwa praktik kuota atau pulsa hangus dianggap wajar karena tidak termasuk kategori uang elektronik memang sering digunakan sebagai argumen pembenaran, tetapi secara substansi tidak sepenuhnya kuat atau adil jika dilihat dari perspektif perlindungan konsumen dan logika ekonomi.
Mari kita bedah dari sisi hukum, ekonomi, dan etika: 📘 1. Dari Sisi Regulasi (Uang Elektronik vs Layanan Telekomunikasi) ✅ Benar:
Kuota dan pulsa bukan uang elektronik.
Menurut regulasi seperti Bank Indonesia (BI) atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK), uang elektronik adalah instrumen yang merepresentasikan uang yang disimpan secara digital dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
Pulsa/kuota adalah layanan prabayar, bukan alat tukar antar pihak seperti uang elektronik.
❌ Tapi:
Hanya karena bukan uang elektronik, bukan berarti hak konsumen bisa diabaikan.
Dalam hukum perlindungan konsumen, fokusnya adalah:
Apakah konsumen mendapat manfaat setara dengan yang dibayarkan?
Apakah syarat-syaratnya adil dan transparan?
📊 2. Dari Perspektif Ekonomi & Nilai Konsumen
Kuota dan pulsa dibeli dengan uang nyata, sehingga mewakili nilai ekonomi riil.
Jika konsumen tidak mendapat manfaat dari kuota yang dibayar dan tidak digunakan, maka terjadi kerugian ekonomi sepihak, meskipun tidak ada bentuk fisik uang yang dikembalikan.
Dalam analogi: Bayangkan beli makanan tapi diberi waktu 10 menit untuk menghabiskannya, kalau tidak, makanan diambil kembali tanpa kompensasi — logika yang mirip dengan kuota hangus.
⚖️ 3. Dari Perspektif Perlindungan Konsumen
UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999 di Indonesia) menyatakan bahwa:
“Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau membuat iklan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, menyesatkan, dan/atau seolah-olah memberikan janji tertentu.”
Jika konsumen tidak tahu atau tidak diberi pilihan adil, maka kebijakan kuota hangus bisa masuk ke dalam praktik yang merugikan secara hukum maupun moral.
🧭 Kesimpulan Aspek Penjelasan Hukum Kuota bukan uang elektronik, jadi tidak tunduk pada aturan dompet digital, tapi tetap tunduk pada hukum perlindungan konsumen. Ekonomi Mewakili nilai riil yang dibayar, jadi hilangnya kuota tanpa kompensasi bisa dianggap kerugian ekonomi. Etika Tidak adil jika konsumen tidak diberi pilihan, transparansi, atau alternatif pemanfaatan.
📌 Argumen "kuota bukan uang elektronik" adalah benar secara teknis, tapi tidak otomatis membenarkan praktik kuota hangus. Penilaian wajar atau tidaknya harus mempertimbangkan nilai yang dibayar, transparansi, dan keadilan bagi konsumen.
>
> 6. Kalau boleh berandai, menurut Prof, model atau solusi alternatif seperti apa yang bisa diterapkan oleh operator agar tetap kompetitif tapi tidak merugikan pelanggan?
>
Ini jawaban saya secara pribadi bukan pakai ChatGPT atau AI.
Sebetulnya, kalau rakyat di ijinkan untuk mengoperasikan sendiri sistem / jaringan selular 3G / 4G / 5G sendiri. Sebetulnya investasi per BTS-nya bisa lebih kecil dari operator dengan kecepatan jauh di atas operator, karena ini investasi sendiri maka sebetulnya kita tidak perlu membayar kuota, pulsa dll ... bisa GRATIS!
Sekedar info,
- software core network sebetulnya gratis & opensource, contohnya open5gs
- BTS (OpenRAN), software gratis / open source, hardware bisa menggunakan SDR seharga US$500-600. Butuh amplifier & antenna US$1000-an
Ini jauh di bawah investasi dari operator telekomunikasi.
Tekniknya bisa dibaca di buku "Membuat Sendiri Operator Selular 5G sendiri" bisa di peroleh dari Andi Publisher https://andipublisher.com/produk/detail/membuat-operator-seluler-5g-sendiri
>
> Terima kasih sebelumnya, Prof.
> Sehat selalu dan salam hormat dari saya 🙏
>
> Hormat saya,
> Sigit Andriana
> Telp/WhatsApp: 085792381512