Real Count Kacau, Scanner dan ICR di KPUD Banyak yang Bermasalah
Date: Sat, 11 Apr 2009 15:40:37 +0700
From: Zulkhaery Basrul <zulkhaery@kartuweb.com> Reply-To: technomedia@yahoogroups.com To: technomedia@yahoogroups.com Subject: [technomedia] Real Count Kacau, Scanner dan ICR di KPUD Banyak yang Bermasalah
Jakarta - Tabulasi elektronik Pemilu 2009 terhitung sangat lamban. Hingga hari ketiga menjelang sore, jumlah suara yang masuk dalam tabulasi baru 632.882 suara. Ditengarai hal ini karena banyak scanner dan Intelligent Character Recognition (ICR) di daerah yang mengalami masalah.
"Banyak perangkat scanner dan ICR di KPUD kabupaten/kota gagal terpakai secara benar," ujar praktisi IT dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ir Dedy Syafwan MT kepada detikcom, Sabtu (11/4/2009).
Deddy mengaku telah menerjunkan tim untuk memantau penerapan teknologi ICR ini di ratusan KPUD kabupaten/kota. Dari laporan sementara hasil pantauan itu, pihaknya menemukan banyak sekali scanner dan ICR yang gagal beroperasi secara benar. Hal ini misalnya terjadi di Solo, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Pandeglang, dan banyak kabupaten di NTT.
Jenis error dari teknologi ini bermacam-macama. Misalnya pemindaian huruf dan angka dari image hasil scanning formulir C1 IT yang tidak akurat sehingga memerlukan validasi yang lama. Selain itu banyak pula formulir yang terlipat-lipat sehingga menyulitkan scanning.
Menurut Deddy, hal ini dipengaruhi oleh kualitas SDM di daerah yang kurang memadai. Anggota KPPS ketika menuliskan angka dan huruf di form C1 IT tidak memenuhi aturan standar sehingga menyulitkan mesin pemindai dan menimbulkan error.
"Misalnya ada kotak kosong yang seharusnya tidak diisi tapi malah diisi garis. Ini kan dibaca lain oleh ICR," kata Deddy.
Deddy mengatakan, kekacauan ini disebabkan kurangnya sosialisasi dan pelatihan SDM. Waktu yang mepet membuat proses pelatihan tidak memadai sehingga banyak petugas tidak paham bagaimana cara penerapan teknologi itu secara benar.
Kasus di Jambi bahkan lebih konyol lagi. Menurut Dedy, banyak KPUD kabupaten/kota yang belum melakukan instalasi scanner dan ICR hingga saat ini.
Ditambah faktor geografis yang menyebabkan perjalanan formulir C1 IT dari PPS ke KPUD kabupaten/kota panjang dan sulit, tak heran jika hasil yang dicapai dari teknologi ini pun sangat minim. Hingga hari ketiga menjelang sore, suara yang masuk dalam tabulasi belum mencapai 1 persen dari suara nasional yang diperkirakan berjumlah 150 juta.
"Padahal dulu 2004 sehari saja sudah di angka 2 juta. Kalau begini terus saya perkirakan hingga hari ke-12 tidak akan mencapai angka 5 persen," tegas Deddy.
Deddy juga mengkritik penggunaan server yang telah dipakai sejak 2004. Menurut dia, lebih baik KPU membeli server baru namun dengan jaminan kualitas yang bisa diandalkan.
"Padahal sudah disampaikan bahwa server untuk jumlah surat suara cukup pakai yang middle server dengan harga Rp 20 jutaan saja. Dan untuk server electronic document hasil scanning sewa saja ke Telkom, jauh lebih murah daripada upgrade yang lama. Benar-benar bikin masalah," ujarnya kesal.
( sho / nrl )