Perjalanan ke Tasikmalaya dan Banyuwangi
Tasikmalaya Banyuwangi, Jakarta 10 Tahun Yang Lalu
Catatan: Onno W. Purbo
Akhir Maret 2006 saya berkesempatan untuk memberikan workshop dan demo di Tasikmalaya dan Banyuwangi. Acara di langsungkan masing-masing di Universitas Siliwangi Tasikmalaya dan SMKN1 Glagah Banyuwangi. Peserta memang beragam di kedua kota tersebut bahkan cukup banyak yang datang berseragam dari SMP maupun SMU. Di Banyuwangi kebetulan peserta m'bludak mencapai lebih dari 700 orang, karena memang biaya pendaftarannya hanya Rp. 10.000,- per peserta.
Di Banyuwangi peserta tampak sekali sangat anthusias karena memang kali itu adalah pertama kali ada seminar yang sifatnya nasional tentang teknologi informasi. Peserta berdatangan dari kota-kota lain di hingga Jember dan Bondowoso. Haus akan informasi dan pengetahuan tentang teknologi informasi sangat nyata di mata para peserta ini.
Kebetulan di Banyuwangi turut berbicara Microsoft dan Intel yang di wakili oleh laptop Axioo. Terus terang yang membuat saya terkagum-kagum pada laptop Axioo adalah dalam proses perakitannya yang sangat mudah, bahkan di tayangan film anak-anak yang dengan mudahnya merakit laptop Axioo hanya membutuhkan waktu 15 menit-an untuk selesai. Bukan main, rasanya tidak banyak laptop di Indonesia yang dapat dirakit sendiri seperti Axioo ini, bahkan jika dibutuhkan ternyata mampu untuk di customize dengan berbagai feature yang kita inginkan.
Di Tasikmalaya, panitia memaksakan materi yang sifatnya cukup advanced yaitu teknik hacking. Sementara di Banyuwangi, materi yang diberikan adalah Internet Wireless dan Internet Telepon.
Terus terang, di Tasikmalaya peserta tewas dengan materi yang sedemikian advanced. Banyak peserta yang baru pertama kali melihat teknik setting IP address menjadi kaget melihat kompleksitas teknik hacking, teknik sniffing dan pertahanan sistem jaringan. Memang teknik ini bukan untuk pemula, panitia agak terlalu memaksakan kehendaknya untuk memberikan materi untuk peserta.
Di Banyuwangi, dengan materi yang sebetulnya menggunakan teknologi 5+ tahun yang lalu di banyak kota besar lain di Indonesia peserta cukup dapat menangkap esensi teknologi Internet yang murah. Materi yang diberikan relatif sederhana dengan objektif membuat sebuah ISP kecil untuk sebuah RT/RW setempat. Termasuk membuat sendiri antenna kaleng yang dibuat oleh seorang siswa SMP di Banyuwangi dalam waktu tidak sampai sepuluh menit, termasuk menyolder dan mem-bor kalengnya.
Banyak peserta yang cukup terbengong-bengong melihat sambungan Internet yang menggunakan kaleng susu. Memang tidak semua kaleng susu dapat digunakan, sangat tergantung susu mana yang digunakan. Kaleng susu yang paling baik adalah susu Indomilk karena mempunyai ukuran diameter yang jatuh antara 7.3-9.3cm. Tapi kurang panjang, karena butuhkan kaleng yang lebih panjang dari 13cm, oleh karena itu mungkin beberapa kaleng dapat di sambungkan untuk mencapai hasil yang maksimal.
Setelah antenna kaleng di buat, dan di sambungkan ke Access Point melalui pig-tail yang kebetulan saya beli dari Toko Sinar Waja di gang di samping pasar kenari Jakarta. Tidak banyak memang toko yang sanggup meng-krimping pigtail untuk Wireless Internet.
Kecepatan sambungan Internet yang mencapai 54Mbps menggunakan peralatan yang saya bawa cukup mengesankan para peserta yang hadir di Banyuwangi, karena memang tidak banyak peralatan Internet yang mampu bekerja pada kecepatan yang sedemikian tinggi.
Setelah Internet dapat tersambung secara penuh 24 jam menggunakan peralatan Wireless, dan ISP kecil telah beroperasi dalam proses instalasi yang hanya membutuhkan waktu 1 jam-an. Selanjutnya di demokan telepon menggunakan Internet. Teknologi VoIP Merdeka yang berbasis H.323 digunakan pada kesempatan ini. Memang teknologi ini sudah ketinggalan jaman, bahkan server VoIP Merdeka sudah banyak yang di non-aktifkan karena kita lebih banyak beralih ke VoIP Rakyat yang berbasis Session Initiation Protocol (SIP). Walaupun H.323 merupakan teknologi tua, ternyata cukup membuat bangsa Indonesia di Banyuwangi terkagum-kagum melihat secara nyata sebuah komputer dapat menelepon ke sebuah telepon bahkan dengan budi baik rekan-rekan di SMKN1 Glagah kita dapat menelepon ke pesawat handphone yang dibawa peserta.
Pengalaman ini menunjukan bahwa kesenjangan informasi masih sangat besar sekali di Indonesia. Bagi kita yang berada di Jakarta atau di kota besar lain di Indonesia mungkin apa yang dijelaskan disini bukan sebuah hal yang aneh, karena kita telah mengenal hal ini sejak 5-7 tahun yang lalu, tapi bagi bangsa Indonesia di kota kecil atau di pedesaan di Indonesia semua ini masih merupakan hal yang ajaib dan tidak nyata.
Dengan keberadaan lebih dari 40.000 desa di Indonesia mungkin kita harus menggunakan strategi yang lebih effisien untuk dapat mengkaitkan semua bangsa Indonesia ke Internet. Cara yang paling effektif dengan keterbatasan SDM dan dana yang ada adalah melalui pendidikan di sekolah-sekolah.