Bidang Study Baru ICT untuk Pembangunan
Bidang Study Baru: ICTD – Sari Pengalaman dari Qatar
Oleh: Onno W. Purbo
Tanggal 16-19 April 2009, saya diminta untuk berpartisipasi pada Panel “Tracing the Genealogy of ICTD Research: Premises, Predispositions, and Paradoxes of a Field in the Making" yang merupakan panel yang pertama di Conference ICTD 2009 yang di selenggarakan di Carnegie Mellon University di Qatar. Panel tersebut melibatkan Kentaro Toyama (Microsoft), Parminder, Michael Powell (IKM Inggris) dan saya (Indonesia). Panel tersebut sebetulnya berusaha melihat arah dan definisi ICT untuk Development. Pemaparan Indonesia menjadi menarik di bandingkan oleh pemapar lainnya, karena hanya Indonesia yang mampu membuat gerakan secara besar di masyarakat untuk ber-IT tanpa banyak dana dan campur tangan pemerintah. Istilah keren-nya adalah “Self-finance” dan “Sustainable”, negara lain tidak banyak yang berhasil melakukan pembangunan IT secara swadaya masyarakat yang sustainable dalam skala besar seperti Indonesia.
Satu kesimpulan utama yang di peroleh dari Conference ICTD di Doha tersebut adalah bahwa ilmu tentang implementasi ICT untuk Pembangunan ternyata masih di cari di dunia. Banyak orang / peneliti / pemerintah masih harus belajar bagaimana untuk menggunakan ICT untuk pembangunan. Contoh yang real yang terjadi di Indonesia bagaimana naif-nya kita dalam mengimplementasikan ICT untuk PEMILU 2009, belum lagi banyak kenaifan yang berakibat kebocoran anggaran maupun merusak tatanan prosedur yang menjadikan tidak effisien-nya sebuah proses. Jelas sekali bahwa akan timbul sebuah bidang study baru di dunia yang bernaung di bawah nama ICT untuk Development (TIK untuk Pembangunan) – mungkin tantangan untuk Jurusan Study Pembangunan di ITB / Universitas untuk mengadopsi bidang yang baru tumbuh ini.
Pengalaman Indonesia yang berbentuk gerakan masyarakat, seperti membuat Internet murah menggunakan Wajanbolic e-goen, VoIP Rakyat, ebook open source untuk sekolah membuat kagum banyak peserta Conference ICTD 2009. Pendekatan Indonesia yang sangat populis, low profile dan sangat effisien anggaran dengan cara memberdayakan masyarakat melalui berbagai workshop, seminar di sekolah-sekolah menjadi salah satu pendekatan yang di sukai di conference tersebut. Tidak kurang dari teman-teman Harvard, Grameen Foundation, Islamic Development Bank (IDB), Mesir dan banyak lembaga internasional lainnya, melakukan pendekatan khusus kepada saya untuk melihat kemungkinan untuk mengadopsi dan melakukan “scaling up” apa yang telah dilakukan di Indonesia agar bisa di gunakan di berbagai negara lain.
Khususnya pendekatan Buku Sekolah Elektronik (BSE) TIK open source menjadi sangat menarik bagi banyak negara, karena mereka tidak terpikir untuk membuat BSE TIK untuk mengopen sourcekan negaranya. Indonesia adalah negara terdepan yang secara serius mengopen sourcekan negara-nya melalui pendidikan. Tidak heran Mesir langsung menghubungi saya untuk melihat kemungkinan untuk mengadopsi pendekatan yang dilakukan Indonesia dalam mengopen sourcekan bangsa-nya. Rekan-rekan Mesir bahkan meresponds untuk bisa menterjemahkan buku pelajaran TIK open source SMA Indonesia untuk sekolah-sekolah di Mesir.
Yang tidak kalah menarik adalah Internet murah menggunakan antenna Wajanbolic e-goen. Di akhir conference ICTD 2009, rekan-rekan dari Islamic Development Bank (IDB), International Development Research Center (IDRC) dan United Nation Development Program (UNDP) sepakat untuk mengadakan workshop tentang Internet murah menggunakan antenna Wajanbolic e-goen maupun teknologi telepon Next Generation Network (NGN) seperti VoIP Rakyat http://www.voiprakyat.or.id. Mengapa gerakan Wajanbolic & VoIP Rakyat menjadi menarik? Karena di dunia hanya gerakan IT Indonesia yang mampu memberikan solusi pada masyarakat secara murah dan langgeng (sustainable) tanpa perlu pendanaan dari pemerintah. Tidak ada negara lain di dunia yang mampu menyamai apa yang dilakukan di Indonesia. Insya Allah workshop akan di adakan pada beberapa hari sebelum atau sesudah Internet Governance Forum (IGF) di Mesir pada tanggal 15-18 November 2009 informasi lengkap tentang IGF bisa dilihat di http://www.mcit.gov.eg/Event.aspx?month=I6OZFVpjqMA=&year=FiwHXdIlDV4=
Beberapa catatan menarik yang saya peroleh dari Conference ICT untuk Pembangunan antara lain adalah:
Bill Gates dari Gates Foundation hadir dan sempat memberikan pandangannya. Beberapa hal yang penting dari pandangan Bill Gates adalah (1) membantu sesama sangat penting bagi kita semua karena akan menyelesaikan masalah kita semua baik untuk pribadi maupun lingkup yang lebih besar. (2) dua isu besar umat manusia adalah makanan dan kesehatan. Membantu pada bidang tersebut secara tepat, sebagai contoh, kesehatan balita dan menurunkan tingkat kematian balita, akan sangat membantu umat manusia. (3) Komputer bukan solusi utama untuk pedesaan dan rural. Handphone akan menjadi sangat satretgis bagi wilayah pedesaan dan rural. (4) Sering terjadi programmer IT sangat naif dalam membuat solusi untuk pembangunan karena asumsi yang digunakan salah (seperti PEMILU 2009? entahlah).
Ada beberapa aplikasi berbasis selular yang dikembangkan yang saya lihat menarik untuk di kemukakan disini adalah,
- Babajob.com dibuat oleh rekan-rekan di India adalah sebuah jasa layanan pencarian pekerjaan melalui Web, SMS, Telepon. Intinya sebetulnya mirip dengan jobdb bagi mereka yang suka mencari kerja di Interne. Yang menarik si pencari kerja cukup mengirimkan SMS ke sebuah nomor yang berisi JENIS PEKERJAAN dan LOKASI. Babajob akan mengirimkan jawaban melalui berisi pekerjaan yang anda cari di lokasi tersebut.
- Registrasi dokter di praktek-nya. Di beberapa daerah di Afrika misalnya antrian dokter bisa menjadi sangat panjang. Registrasi melalui SMS dilakukan agar orang tidak perlu antri terlalu panjang untuk mendaftar ke DOKTER.
- Cara lain yang di lakukan oleh group penelitif Prof. Eric Brewer dari UC Berkeley di Amerika Serikat melihat kemungkinan untuk melakukan jasa asuransi kesehatan melalui SMS yang di implementasikan di negara Afrika. Berbeda dengan proses asuransi yang normal, disini pasien memperoleh Voucher untuk pergi ke dokter. Pihak apotek, dokter dan rumah sakit kemudian melakukan interaksi dengan pihak pendana asuransi melalui aplikasi SMS untuk memperoleh uang penggantinya.
Di Indonesia, tampaknya BRTI dan pemerintah khususnya DEPKOMINFO perlu belajar lebih banyak untuk meng-encourage content provider SMS di Indonesia. Sangat di sayangkan jika BRTI dan DEPKOMINFO justru mengambil langkah yang tidak bijak dengan cara membebani lisensi dan kewajiban Universal Service Obligation (USO) kepada content provider di Indonesia. Logika sederhananya – agak aneh kalau sebuah production house harus mempunyai lisensi dan membayar USO kepada KOMINFO jika film yang dibuatnya di tayangkan melalui handphone atau TV. Semoga BRTI dan DEPKOMINFO di beri pencerahan oleh-Nya.
Semoga laporan singkat pertisipasi saya di Conference ICTD di Carnegie Mellon University di Qatar dapat bermanfaat bagi kita semua di Indonesia.