2014/09/28 - Layanan Internet Indonesia Sekarat
Layanan Internet Indonesia Sekarat
Masyarakat yang berusaha dan bekerja di sektor telekomunikasi, saat ini sangat terkejut dan was-was setelah pihak Kejaksaan Agung mengeksekusi putusan kasasi MA dengan memenjarakan Indar Atmanto di Sukamiskin sejak tanggal 16 September 2014 yang lalu. Prosesnya sendiri terkesan dipaksakan karena tidak pernah ada pemberitahuan sebelumnya dari pihak kejaksaan dan menggunakan dasar petikan saat eksekusi yang baru diperlihatkan oleh kejaksaan saat berada di sukamiskin. Jelas prilaku ini tidak mengikuti KUHAP. Lebih jauh lagi dengan divonisnya bekas Direktur Utama salah satu ISP (IM2) itu, maka secara hukum hal yang juga lazim dilakukan lebih dari 250 ISP lainnya jelas merupakan tindak pidana korupsi. Sehingga, pimpinan ISP yang menandatangani dokumen kerjasama sebagaimana yang dilakukan oleh Indosat dan IM2 terancam di bui dan denda kepada para ISP tersebut.
Kasus Sumir yang Dipaksakan
Secara sekilas, kasus kerjasama antara Indosat dan IM2 dibangun oleh Kejaksaan Agung dengan tuduhan adanya tindak pidana korupsi (Tipikor) pada kerjasama penggunaan jaringan telekomunikasi 3G Indosat untuk akses internet pita-lebar (broadband) secara nir-kabel bagi pelanggan IM2. IM2 dalam hal ini adalah penyelenggara jasa telekomunikasi dengan kategori penyedia layanan internet (ISP/Internet Service Provider). Dakwaan Kejaksaan Agung menyatakan:
- kerjasama tersebut hanyalah seolah-oleh penggunaan jaringan, padahal IM2 juga menggunakan frekuensi 2.1 GHz secara tidak sah. Selanjutnya menurut dakwaan: karena frekuensi 2.1 GHz yang dialokasikan untuk jaringan 3G Indosat tersebut bersifat eksklusif dan primer, maka akibat penggunaan frekuensi secara ilegal tersebut IM2 tidak membayar biaya frekuensi dan merugikan negara sebesar Rp. 1,3 Triliun.
- Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi merupakan salah satu jenis PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ada kerancuan mendasar pada dakwaan Jaksa Penuntut tentang frekuensi bersifat primer. Sebab, terdapat perbedaan yang nyata antara Istilah Dinas Komunikasi Radio dengan Pita Frekuensi. Dimana jenis Dinas Komunikasi Radio yang dapat menggunakan pita frekuensi tersebutlah yang digolongkan sebagai bersifat primer atau sekunder. Bukan pita frekuensinya. Atau dengan kata lain ada BTS/radio yang mestinya dibangun IM2, tetapi pada kenyataannya IM2 tidak punya BTS sepert dimaksud. Semua BTS sampai simcard dibangun dan dimiliki Indosat seperti sudah diungkapmdalam persidangan. Rujukan peraturan dapat dilihat pada Peraturan Menkominfo nomor: 29/PER/M. KOMINFO/07/2009 tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia dan ITU Radio Regulation.
Pengabaian Fakta dan Ketentuan Regulasi Telekomunikasi
Kerjasama antara Indosat dan IM2 bukanlah kerjasama seolah-olah penggunaan jaringan sebagaimana dituduhkan, tetapi memang secara nyata IM2 menggunakan bandwidth (kapasitas jaringan) dari jaringan telekomunikasi 3G milik Indosat. Frekuensi 2,1 GHz adalah elemen atau unsur yang membentuk suatu jaringan telekomunikasi nir-kabel 3G (Generasi Ketiga). Secara teknis IM2 tidak bisa dikatakan melakukan sharing frekuensi dengan Indosat, sehingga tidak ada keharusan suatu ISP harus memiliki izin frekuensi 2,1 GHz jika ingin menggunakan jaringan nir-kabel. Sebuah ISP dapat menggunakan atau menyewa secara sah, bandwidth (kapasitas jaringan) kepada Operatorberdasarkan UU Telekomunikasi No.36/19199. Jadi pola bisnis IM2 maupun 250 lebih ISP lain di Indonesia telah sesuai dengan UU Telekomunikasi maupun praktek usaha telekomunikasi yang lazim di Indonesia dan Negara lain. Tidak ada hukum yang dilanggar apalagi melakukan tindak pidana korupsi. IM2 hanya lah satu ISP yang bekerjasama secara legal dengan Indosat, seperti para ISP lainnya, tidak melakukan tindakan korupsi apapun dan tidak perlu mempunyai izin frekuensi.
Hal-hal di atas telah secara tegas disampaikan oleh:
- dua surat Menteri Kominfo, pejabat negara yang ditunjuk UU Telekomunikasi sebagai penanggung jawab telekomunikasi di Indonesia, yang mengatakan kerjasama sudah sesuai dengan UU Telekomunikasi dan peraturan pelaksanaannya;
- keterangan ahli maupun penggiat internet dan telekomunikasi Indonesia termasuk saya, di persidangan;
- keterangan satu-satunya ahli telekomunikasi yang melakukan uji lapangan, DR Heroe Wijanto, bahwa IM2 sepenuhnya menggunakan jaringan yang diselenggarakan 3G maupun 2G Indosat dan tidak ada penggunaan frekuensi oleh IM2;
- surat keprihatinan Sekertaris Jenderal ITU (International Telecommunication Union) yang berkedudukan di Geneva, DR Hamadoun Tour, kepada Presiden RI; dan
- Keputusan kasasi MA yang mencabut keterangan BPKP yang menyatakan adanya kerugian negara sebebesar Rp. 1,3 Triliun. Sehingga sangat sulit mempercayai pada kerjasama tersebut ada pelanggaran hukum apalagi tindak pidana korupsi.
Putusan Pengadilan Membunuh Internet
Karena bentuk kerjasama tersebut telah divonis melanggar hukum, maka seluruh ISP yang tidak memiliki izin jaringan nir-kabel menjadi tidak boleh menggunakan jaringan tersebut untuk fasilitas akses bagi pelanggannya. Berlaku untuk teknologi jaringan nir-kabel apa pun, baik CDMA, GSM, 3G, 4G dan WiMAX, serta TV mux digital, karena seluruh frekuensi yang dialokasikan kepada penyelenggara jaringan dengan teknologi di atas adalah bersifat eksklusif. Akibat dari keputusan MA yang tidak sesuai dengan Undang-Undang dan pola bisnis telekomunikasi ini, maka lebih dari 250 Pimpinan ISP Indonesia terancam terkena hukum pidana. Dan yang lebih menyedihkan lagi, industri dan atau infrastruktur jasa Internet di Indonesia akan terancam harus shutdown/dimatikan karena sebagian besar melanggar hukum!.
Konsekuensi penghentian (shutdown) layanan Internet Indonesia adalah:
- Terjadi kemacetan transaksi industri finansial berkisar Rp. 1,5 miliar/menit atau Rp. 90 miliar/jam (ref. IDX/APJII);
- 71 juta pengguna Internet Indonesia tidak bisa mengakses Internet (ref. APJII); dan
- Target 50% bangsa Indonesia mengakses Internet di tahun 2015 tidak akan tercapai (ref WSIS/MDG). Penghentian layanan bukan merupakan bentuk protes, tapi wujud kepatuhan terhadap hukum dan putusan pengadilan. Sebab, pimpinan ISP tidak ingin dipenjarakan seperti Indar Atmanto karena dianggap menyalahi aturan. Layanan internet di Indonesia tentu akan sekarat dan mengalami kemunduran. Fenomena yang tidak pernah terbayangkan, sebab sejak mulai berdiri pada tahun 1994 ISP didorong untuk dijalankan oleh anak-anak muda yang kreatif dan bersemangat, dengan skala UKM (Usaha Kecil Menengah).
Dengan skala UKM, mayoritas ISP tentu tidak mampu membangun jaringan yang memerlukan modal sangat besar. Jalan keluarnya, operator jaringan telekomunikasi diwajibkan menyediakan kapasitas jaringannya (kabel dan nir-kabel) kepada ISP yang merupakan penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dengan penjelasan di atas, maka agar eforia pemberantasan korupsi tidak menjadikan orang yang tidak bersalah sebagai korban dan penyelenggaraan layanan internet kembali memiliki kepastian hukum, Saudara Indar Atmanto harus dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan.