2013/06 - Pledoi Indar Atmanto IM2

From OnnoWiki
Jump to navigation Jump to search

Sumber: http://mencari-keadilan.com/pledoi/


PERKARA NO. 01/Pid.B/TPK/2013.PN.JKT.PST

“SAYA KORBAN, KEKELIRUAN ORANG LAIN MEMBACA PERATURAN”

NOTA PEMBELAAN TERDAKWA (PLEDOI)


INDAR ATMANTO

13 JUNI 2013



NOTA PEMBELAAN TERDAKWA INDAR ATMANTO DALAM PERKARA NO.01/Pid.B/TPK/2013.PN.JKT.PST


Majelis Hakim yang kami Muliakan, Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Penasehat Hukum yang kami hormati, Yang terhormat, para Hadirin yang menyaksikan jalannya persidangan ini

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, yang terlibat dalam proses persidangan ini sehingga kita berada dalam keadaan sehat walafiat sampai tahap pembacaan pledooi hari ini. Rasa syukur yang tidak terhingga terutama karunia Allah SWT yang telah melindungi dan membimbing Majelis Hakim dalam memimpin persidangan ini, secara arif, dan bijaksana, dengan penuh kesabaran sehingga persidangan ini berjalan dengan lancar dan tertib.

Demikian pula rasa syukur ini saya sampaikan pada Allah SWT, yang telah menunjukkan jalan kepada JPU, Penasehat Hukum dan terutama kepada saya yang mengikuti proses persidangan sampai tahap akhir ini, tanpa halangan dan rintangan yang berarti.

Ijinkanlah saya mendahului pembacaan pledooi ini, dengan menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi‐tingginya kepada Majelis Hakim yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pembelaan pada hari ini. Saya sadar pembelaan saya ini hanya berdasarkan pada kenyataan apa adanya dan ketaatan pada yang berwenang; tidak menggunakan teori‐teori hukum yang bukan bidang saya, sekalipun begitu saya tetap menaruh harapan pada Majelis yang mulia, untuk berkenan memahami dan mempertimbangkan apa yang akan saya sampaikan dalam pembelaan ini. Apa yang akan saya kemukakan dalam pembelaan ini, tentu lebih banyak menyangkut fakta baik fakta perbuatan yang saya lakukan maupun fakta hukum yang terkait regulasi dibidang telekomunikasi, yang saya yakin telah keliru dipahami oleh Sdr. JPU. Mengapa demikian, karena peraturan‐peraturan di bidang telekomunikasi sungguh sangat teknis yang tidak mudah dan cepat untuk dapat dipahami. Karakter peraturan yang demikian ini, yang dapat menimbulkan salah mengerti, salah pemahaman, salah penerapan dan salah menyimpulkan sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan korban yang tidak bersalah seperti yang saya hadapi sekarang ini. Inilah sebetulnya yang menjadi gambaran umum dan konkrit dari peristiwa yang menimpa diri saya sekarang ini.

Membawa perkara yang keliru ini ke persidangan meskipun menimbulkan korban terhadap diri saya akan menjadi pembelajaran bagi kita semua sebagai catatan buruk, bukan saja bagi JPU ataupun para penegak hukum lainnya, tapi juga masyarakat khususnya masyarakat yang menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Disinilah letak arti penting perkara ini sehingga perkara ini menarik perhatian masyarakat luas, khususnya komunitas teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini mengandung makna, bahwa diperlukan kehati‐hatian dan kecermatan penegak hukum untuk memutus perkara semacam ini, khususnya harapan ini disampaikan pada Majelis Hakim Yang Mulia.

Permintaan pemidanaan atau penghukuman oleh JPU, yang didasarkan pada pemahaman yang keliru terhadap suatu undang‐undang atau aturan akan menimbulkan implikasi yang serius, selain pada diri saya pribadi. Bagi dunia telekomunikasi di masa yang akan datang, maupun masayarakat luas pengguna jasa telekomunikasi, seperti dunia usaha, perbankan, transportasi, instansi pemerintah, warnet dan bahkan komunikasi internasional roaming oleh wisatawan maupun para pebisnis yang datang ke Indonesia menggunakan handphone dari negara asalnya, yang kesemuanya itu menggunakan spektrum frekuensi radio yang dimiliki oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi, tetapi mereka tidak membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio lagi kepada pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29‐30 PP No. 53 Tahun 2000, akan dinyatakan sebagi perbuatan koruptif.

Sebaliknya, jika perkara ini dapat diluruskan , setelah pihak‐pihak dapat memahami pengertian yang sesungguhnya dari peraturan perundang‐undangan telekomunikasi, tentulah putusan pengadilan akan disambut dengan suka cita oleh masyarakat luas dan tidak perlu ada korban seperti saya, karena kita semua telah mendapat pembelajaran yang sangat berharga, mengingat peraturan perundang‐undangan di bidang telekomunikasi memang tidak mudah dipahami.

Mengingat tidak mudahnya memahami peraturan perundangan telekomunikasi ini terutama terkait dengan istilah‐istilah teknis yang mungkin merupakan hal‐hal yang baru didalam dunia ilmu hukum. Oleh karena itulah, dalam perkara pidana yang terkait telekomunikasi seperti kasus saya ini, sangatlah tepat dan relevan dihadapkan ahli yang memiliki kompetensi khusus di bidangnya. Karena saya yakin irah‐irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa” layak saya dapatkan dalam perkara ini. Hal ini sejalan dengan hadist nabi yang diriwayatkan oleh Buchory, yang mengemukakan sebagai berikut: Apabila sesuatu urusan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (0049)

“Allah tidak menarik kembali ilmu pengetahuan dengan jalan mencabutnya dari hati manusia, tetapi dengan jalan mematikan orang‐orang berpengetahuan. Apabila orang berpengetahuan telah punah (hilang/lenyap), maka masyarakat akan mengangkat orang‐orang bodoh menjadi pemimpin yang akan dijadikan tempat bertanya. Orang‐orang bodoh ini akan berfatwa tanpa ilmu; mereka sesat dan menyesatkan. [Hadis 0076]

Majelis Hakim yang Mulia, Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum yang saya hormati, Hadirin yang saya muliakan,

Sebelum Tim Kuasa Hukum saya menyampaikan nota pembelaannya untuk perkara ini, saya akan menyampaikan nota pembelaan Terdakwa yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari Nota Pembelaan yang diajukan oleh Tim Kuasa Hukum, sebagai berikut:


PERJALANAN MENUJU KURSI TERDAKWA DIAWALI DENGAN PENOLAKAN PEMERASAN

Mengawali nota pembelaan ini, ijinkanlah saya menyampaikan perasaan yang serba tidak menentu karena kebingungan dan ketidakmengertian saya sebagai orang yang awam di bidang hukum sampai terjadi peristiwa dimana saya didudukkan di kursi terdakwa sebagai pesakitan saat ini yang secara stigmatis mungkin telah dipersepsi sebagai koruptor karena disidangkan di pengadilan Tipikor ini, suatu kesan yang sangat keji dan menyakitkan hati saya dan keluarga. Saya tidak mengerti mengapa saya didakwa korupsi, padahal saya tidak melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaan tetapi justru karena saya taat pada yang berwenang. Tidak merugikan negara karena saya tidak menikmati apapun di luar hak saya sebagai Dirut PT.IM2. Bahwa apa yang saya lakukan dalam kapasitas saya sebagai Dirut PT.IM2, adalah merupakan suatu kebijakan korporasi melalui kerjasama dengan PT.Indosat sebagai induk perusahaan, sebagaimana layaknya bisnis‐bisnis yang dilakukan oleh korporasi‐korporasi lainnya. Semua kewajiban telah dibayarkan kepada negara oleh PT.IM2 dan PT.Indosat.

Saya sungguh tidak mengerti mengapa peristiwa ini mesti terjadi, sepertinya dalam kasus ini tidak lagi dapat dibedakan antara pahlawan dan penjahat. Dalam era pemberantasan korupsi saat ini, keberanian seorang warga negara yang dengan itikad baik, jujur, dengan niat bersih mendukung usaha pemerintah melawan korupsi dengan cara melaporkan kasus yang diduga sebagai tindak pidana korupsi adalah suatu tindakan yang terpuji kalau tidak boleh disebut sebagai pahlawan. Akan tetapi, manakala pelapor tersebut dilandasi karena niat melakukan pemerasan, gagal berkat penolakan dari orang atau pejabat yang diperas, masihkah si pelapor tersebut harus mendapat pujian atau pahlawan pemberantas korupsi?

Inilah sesungguhnya awal mula peristiwa yang mendudukkan saya sebagai Terdakwa korupsi saat ini.. Ijinkanlah saya membuka kilas balik peristiwa yang menimpa saya ini yang diawali dengan laporan dari LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia yang dipimpin oleh Denny AK pada tanggal 6 Oktober 2011, mengenai dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara yang dilakukan oleh PT Indosat Tbk bersama PT Indosat Mega Media (IM2) sebagaimana dikemukakan oleh Denny AK dalam siaran pers ke berbagai media tanggal 8 Januari 2012. Menurut siaran pers Denny AK tersebut, bahwa atas laporan LSM Konsumen Telekomunikasi cq Sdr. Denny AK, tertanggal 6 Oktober 2012 pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah mengeluarkan Surat Penyelidikan: No. PRINT‐446/O.2/Fd.1/10/ 2011 tanggal 10 Oktober 2011. Berdasarkan surat penyelidikan ini saya pernah dipanggil di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat melalui surat panggilan Nomor Surat B‐21/O.2.5/Fd.1/10/2011 yang ditandatangani oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar, Fadil Zumhanna, S.H., M.Hum, dimana isi surat panggilan tersebut intinya meminta saya menghadap Iwan Catur Karyawan S.H., Kasi Penyidikan Pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar pada Rabu, 26 Oktober 2011 di kantor Kejati Jabar. Pada tanggal 26 Oktober 2011 tersebut saya menjalani pemeriksaan oleh Juli Isnur, SH.

Pada tanggal 13 Januari 2012, Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus dari Kejati Jawa Barat dan status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan. Perintah penyidikan terhadap saya yang statusnya kini menjadi tersangka dilakukan berdasarkan Sprindik yang dikeluarkan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), berdasarkan surat Nomor: Print‐ 04/F.2/Fd.1/01/2012 tertanggal 18 Januari 2012. Untuk penyidikan tersebut, ditugaskan 12 Jaksa yang diketuai Andi Herman, S.H., M.H., dengan Wakil Ketua Rhein Singal, S.H. (Jaksa di Kejati Jabar), Sekretaris Gunawan Sumarsono, S.H. (Jaksa pada Kejagung RI). Dalam perkembangannya, penanganan kasus ini di Kejaksaan Agung melibatkan jaksa Fadil Zumhanna, S.H., M.Hum dan Juli Isnur , SH.

Setelah saya pindah tugas dari IM2 ke Indosat, saya diberitahu oleh Dirut Indosat bahwa Indosat menerima somasi dari Ketua LSM‐Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI), Denny AK tanggal 6 Februari 2012 yang isinya Denny AK meminta Dirut Indosat bertemu dengannya dalam tempo 3 x 24 jam dan tidak boleh diwakilkan. Bila tidak, ia mengancam akan memproses laporan tindak pidana korupsi kepada Kejaksaan Agung. Terhadap somasi tersebut, pihak Indosat mencari tahu apa maksudnya dengan somasi tersebut dengan menugaskan staf Indosat. Diperoleh informasi bahwa Denny AK ternyata juga mengirimkan somasi kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya, seperti Telkomsel, XL, 3, Axis, dengan isi surat ancaman yang pada pokoknya sama. Menanggapi permintaan yang diduga merupakan pemerasan, pihak Indosat kemudian melaporkan ancaman tersebut ke Polda Metro Jaya.

Pada tanggal 20 April 2012, Polda Metro Jaya menangkap Denny AK, saat sedang memeras manajemen Indosat di salah satu mal di Jakarta Selatan, dengan barang bukti uang tunai sebesar USD 20.000. Berdasarkan keterangan staf Indosat di pengadilan, terungkap bahwa Denny AK meminta uang sebesar Rp. 30 Milyar kepada Indosat. Atas perbuatannya tersebut, pada tanggal 30 Oktober 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Denny AK terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemerasan dan dijatuhi vonis penjara selama 1 tahun 4 bulan.

Menanggapi adanya ancaman dan tuduhan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Denny AK tersebut, Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia juga telah meminta perlindungan kepada Mabes Polri dan Kejaksaan Agung atas somasi yang dilakukan oleh Denny AK tersebut.

Sebelum Denny AK mengajukan somasi kepada Indosat tersebut di atas, ternyata Denny AK melaporkan kasus perjanjian kerjasama antara IM2 dengan Indosat yang menjadi kasus sekarang ini, ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar). Kasus yang dilaporkan Denny AK kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tersebut, objek dan tempat kejadiannya berada dalam wilayah hukum Jakarta, bukan dalam wilayah hukum Kejati Jabar. Kasus perjanjian kerjasama IM2 dan Indosat, dilakukan di kantor pusat Indosat dan IM2 yang berdomisili di Jakarta. Sementara itu, kantor Denny AK, LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia, menurut alamatnya juga berada di Jakarta. Dengan demikian, menjadi pertanyaan besar bagi saya kenapa laporan Denny AK ditujukan kepada Kejati Jabar langsung ditangani dan dengan waktu singkat Kejati Jabar menerbitkan surat perintah dimulainya penyelidikan perkara ini, padahal peristiwa yang terjadi bukan berada dalam wilayah hukum Kejati Jabar. Menjadi pertanyaan juga, mengapa setelah terbukti adanya unsur pemerasan dalam laporan ini, setelah Denny AK diputus bersalah melakukan tindak pidana pemerasan, tim penyidik bukannya menghentikan perkara ini tetapi justru penanganan perkara terlihat semakin didorong memasuki tahap penuntutan. Ada hubungan apa antara dihukumnya Denny AK dengan melimpahkan perkara ini ke persidangan?.

Memperhatikan hal tersebut, saya semakin tidak mengerti, dan pada saat itu sudah bertanya‐tanya dalam hati, sepertinya ada keganjilan dalam proses penyelidikan yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tanggal 10 Oktober 2011 dimaksud. Apakah lazim, suatu Kejaksaan Tinggi menindaklanjuti suatu laporan yang dikirim oleh Pelapor yang berdomisili diluar wilayah hukum Kejaksaan Tinggi dan tempat kejadiannya juga diluar wilayah hukum Kejaksaan Tinggi tersebut ? Apakah suatu Kejaksaan Tinggi memiliki kompetensi untuk melakukan proses hukum cq penyelidikan tindak pidana korupsi yang berada diluar wilayah hukumnya ? Saya menjadi lebih tidak mengerti dan bertambah heran pada saat pejabat yang menangani kasus itu di Kejaksaan Tinggi kemudian dimutasi ke kejaksaan lain, kasusnya kemudian beralih ditangani oleh Kejaksaan tempat dimana pejabat tersebut dimutasi. Kemudian penyelidikan dan penyidikannya dilanjutkan oleh pejabat yang bersangkutan, bahkan sampai berlanjut pada proses penuntutan. Tentu hal tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah ada hubungan antara pelapor dengan pejabat dimaksud, kalau ada apa hubungannya? Ini suatu pertanyaan yang hingga saat ini tidak terjawab oleh saya sebagai orang awam di bidang hukum.

Terlebih lagi, saya menjadi heran setelah setelah saya dituntut oleh JPU sangat tinggi yaitu 10 tahun penjara dengan pertimbangan yang memberatkan hanya 2 alasan yaitu (1) Terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan (2) menimbulkan kerugian negara yang cukup besar. Tuntutan yang tinggi tersebut, menimbulkan pertanyaan apakah hal itu merupakan bentuk solidaritas membela pelapor yang telah dipidana karena terbukti melakukan pemerasan. Lagi pula, JPU juga keliru disini, sejak awal sidang sampai saat ini saya menyatakan bahwa ada PKS antara PT.IM2 dan PT. Indosat dan sebagai Dirut PT.IM2 saya tandatangani PKS itu. Bukankah perbuatan dalam perkara ini hanyalah PKS itu dan pelaksanaannya sendiri? Perbuatan mana yang menurut JPU dalam perkara ini yang tidak diakui?

Mengenai tuntutan, jangankan 10 tahun penjara, dinyatakan bersalah saja hanya berdasarkan dua alasan tersebut, menunjukkan kesewenang‐wenangan dalam menggunakan diskresi yang dimiliki oleh JPU. Alasan yang diajukan JPU sangat tidak masuk di akal, yaitu alasan bahwa Terdakwa tidak mengakui perbuatannya dipandang sebagai yang memberatkan. Alasan ini mengandung pengertian JPU memaksa Terdakwa supaya mengakui perbuatannya, sekalipun Terdakwa tidak berbuat. Alasan ini jelas merupakan pelanggaran hak asasi manusia karena pemungkiran Terdakwa dijamin oleh Undang‐undang. Sementara itu, alasan di satu sisi perbuatan saya telah menimbulkan kerugian negara yang cukup besar tetapi anehnya JPU di sisi lain menambahkan tuntutan hukuman tambahan dengan pidana tambahan uang pengganti yang tidak dibebankan kepada saya, tetapi dibebankan kepada korporasi Indosat dan IM2, yang bukan Terdakwa dalam perkara ini.

Terjadi kejanggalan juga, bahwa kepada PT Indosat dan PT. IM2 bersama‐sama dihukum dengan pidana pengganti sebesar Rp. 1,358.343.346.674,‐ padahal mereka bukan Terdakwa dalam perkara ini dan JPU sendiri juga tidak bisa membuktikan berapa uang yang diapakai oleh Indosat dan berapa yang dipakai oleh IM2. Menurut Pasal 18 ayat (1) huruf c UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, ditentukan pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak‐ banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. JPU tidak pernah membuktikan berapa besar harta benda yang diperoleh masing‐masing PT Indosat dan PT. IM2 dari hasil korupsi yang didakwakan. Apakah ini bukan merupakan pelanggaran hukum yang terjadi dengan kesewenang‐wenangan?

Kejanggalan lain dari dakwaan JPU adalah menyangkut motif. JPU mendakwa bahwa alasan kerjasama PT IM2 dengan PT INDOSAT adalah karena PT IM2 tidak optimal memanfaatkan Jaringan Tetap Tertutup (Surat Dakwaan hal.5), yang berbunyi: “Dengan hanya menggunakan jaringan tetap tertutup, PT IM2 sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi tidak optimal dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan jasa internet karena ruang lingkup pelayanannya terbatas.”

JPU menganggap bahwa IM2 hanya boleh menggunakan jaringan tetap tertutup sesuai dengan izin yang dimilikinya. Kebetulan IM2 memang memiliki kedua izin, yaitu ISP dan Jaringan tetap tertutup.

Motif dakwaan yang disampaikan JPU tidak berdasar. Pertama, JPU menduga, seperti yang disebutkan dalam dakwaan, bahwa perjanjian kerjasama PT IM2 dengan PT INDOSAT tentang akses internet broadband melalui jaringan 3G/HSDPA tanggal 24 November 2006 dibuat karena IM2 tidak optimal dalam memanfaatkan jaringan tetap tertutup sesuai izin No.434/KEP/M.KOMINFO/10/2007 yang diperoleh PT IM2 pada tanggal 6 Oktober 2007. Dugaan motif seperti ini jelas tidak masuk akal. Bagaimana mungkin Izin Jaringan Tetap Tertutup menjadi motif dari Perjanjian sedangkan Perjanjian sudah dibuat sebelum IM2 mendapatkan izin tersebut? Tidak mungkin sebab lebih belakang dari suatu kejadian. Motif selalu ada sebelum perbuatan, namun dalam dakwaan JPU justru sebaliknya, perbuatan sudah terjadi sebelum motifnya ada. Kedua, dalam regulasi di Indonesia, tidak ada yang menyatakan bahwa Penyelenggara Jasa Internet (ISP) hanya boleh menggunakan jaringan tetap tertutup. ISP bebas memilih berbagai jenis jaringan yang disediakan oleh penyelenggara jaringan. Hal ini dijamin dalam izin ISP, misalnya dalam hal PT IM2, dijamin pada pada butir 2.2.2 Keputusan Dirjen No. 229/Dirjen/2006. Jaringan Tetap Tertutup memang untuk disewakan, tapi juga tidak hanya untuk digunakan oleh ISP. Selain itu, perlu diketahui, bahwa penyelenggaraan jaringan tetap tertutup adalah penyelenggaraan jaringan yang menyediakan jaringan untuk disewakan, bukan penyelenggaraan jasa akses internet. Dari hal tersebut terlihat JPU tidak dapat membedakan peran penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dengan peran penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Dengan kata lain, motif tersebut sebenarnya hanya dicari‐cari oleh JPU.


SAYA BUKAN KORUPTOR ! !

Majelis Hakim Yang Mulia,

Saya telah didudukkan sebagai Terdakwa untuk satu kasus yang selama ini tidak pernah terbayangkan sebelumnya, yaitu Tindak Pidana Korupsi, satu isu yang telah menjadi musuh bersama masyarakat. Bahkan saya sendiri, baik ketika menuntut ilmu di kampus ITB sampai dengan perjalanan karir saya sebagai seorang profesional di dunia usaha dan di bidang Telekomunikasi dan Informatika, seringkali saya memperbaiki sistem dalam menerapkan prinsip‐prinsip good corporate governance, seperti transparansi dan akuntabilitas, untuk memperbaiki sistem yang berpotensi berpotensi korup dan disalah‐gunakan.

Selama saya bekerja, saya selalu menasehati rekan kerja, anak buah saya agar tidak bertindak korup. Apalagi perusahaan tempat saya bekerja merupakan perusahaan publik yang sangat ketat dengan sistem yang sudah terbangun bagus sehingga tidak memungkinkan terjadinya praktek‐praktek yang koruptif. Syukur Alhamdulillah, selama ini saya berhasil menjaga integritas saya, sehingga tidak pernah tersangkut dengan tindakan yang koruptif atau melanggar disiplin pegawai.

Pada tanggal 23 Juli 2010, saat menjadi Dirut IM2, Alhamdulillah saya dianugerahi Tanda Kehormatan Satya Lencana Wira Karya oleh Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia, berdasarkan Keputusan Presiden No. 30/TK/Tahun 2010, karena dinilai berjasa telah berperan aktif dalam merealisasikan peningkatan penetrasi layanan internet di Indonesia melalui pengembangan layanan Mobile Broadband selama 2006 – 2010. Saya juga turut mengharumkan nama Indonesia dengan diperolehnya penghargaan sebagai “The Winner of Most Innovative Broadband Wireless Company” dari “World Broadband Alliance”.

Tanda Kehormatan Satya Lencana Wira Karya adalah penghargaan yang dianugerahkan oleh Presiden Republik Indonesia kepada seseorang yang telah memberikan darma bakti yang besar terhadap negara dan bangsa Indonesia sehingga dapat dijadikan teladan bagi orang lain. Penganugerahan Tanda Kehormatan tersebut juga bertujuan untuk menumbuhkan kebanggaan, sikap keteladanan, semangat kejuangan dan motivasi untuk meningkatkan darma bakti kepada bangsa dan negara.

Oleh karena itu, ketika saya ditempatkan sebagai Tersangka dan kemudian menjadi Terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi ini, saya tidak habis pikir dari mana tuduhan itu berasal. Sungguh sangat keji tuduhan tersebut dan merupakan fitnah yang sangat kejam.

Dalam pemahaman saya, tindakan korupsi dilakukan ketika ada tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum atau menyalahgunakan jabatan, sehingga dapat menimbulkan kerugian negara. Selama saya bekerja sebagai Direktur Utama PT. IM2, tidak pernah sedikitpun ada niat untuk melawan hukum atau menyalahgunakan jabatan/wewenang, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sehingga dapat merugikan keuangan negara. Apa yang saya lakukan tidak pernah melanggar kebijakan atau peraturan perusahaan. Saya tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan jabatan atau wewenang, tidak pernah ada niatan dalam diri saya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain agar dapat merugikan keuangan negara.

Oleh karena itu, saya sangat menaruh harapan kepada Majelis Hakim yang mulia, bahwa dalam memeriksa dan mengadili perkara ini akan menggunakan hati nurani sebagai pengadil terhadap posisi saya yang teraniaya. Sepeserpun saya tidak menikmati hasil perbuatan ini, karena perbuatan ini memang benar‐benar saya lakukan sesuai dengan tugas dan tanggung jawab saya dalam rangka melaksanakan tugas jabatan mengikuti kebijakan perusahaan dalam rangka memajukan perusahaan. Perbuatan inipun dibenarkan yang berwenang sehingga saya laksanakan program perusahaan ini.

Mimpi Mewujudkan Masyarakat Cerdas Berbasis Digital

Majelis Hakim yang Mulia,

Sebelum menanggapi materi dakwaan dan tuntutan JPU, saya ingin menyampaikan gambaran tentang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) guna menunjukkan peran sektor ini dan besarnya pengaruh putusan terhadap perkembangan dunia telekomunikasi serta dampaknya terhadap perekonomian nasional.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tumbuh 6,23 %. Pertumbuhan terjadi di semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,98%. Pada 2013 kontribusi sektor TIK bagi perekonomian nasional diperkirakan meningkat dan mencapai %. (sumber: http://www.indotelko.com/kanal?c=id&it=Kontribusi‐TIK‐Diprediksi‐akan‐Tumbuh‐ bagi‐Perekonomian‐Nasional)

Menurut firma akuntan internasional Deloitte, pada 2011 kontribusi internet terhadap ekonomi Indonesia mencapai 1,6 % dari PDB nasional atau setara dengan Rp. 166 triliun. Kontribusi internet terhadap PDB ini lebih besar dibanding ekspor gas alam cair (1,4 %), ekspor peralatan elektronik (1,5 %), dan sektor kelistrikan (0,5%).

Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, sebelum 2006 pengguna internet di Indonesia tercatat sebanyak 20 juta dan pada tahun 2012 telah mencapai 63 juta orang. Dengan mengacu Deloitte di atas, kita tentunya sepakat, bertambahnya pengguna internet sebanyak 43 juta selama 6 tahun, juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi di atas 6% setiap tahun dan masuk ke negara G‐20 yaitu 20 negara dengan besaran ekonomi tertinggi di dunia.

Manfaat nyata internet ada dalam bentuk Penciptaan lapangan kerja; Memajukan kualitas pendidikan; Mendorong pelaksanaan good governance dalam bidang Pemerintahan; Peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui inisiatif paperless; Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan sosial kemasyarakatan dengan tersedianya informasi yang mudah diakses dan adanya interaksi sosial di luar batasan fisik. Oleh sebab itu, mimpi mewujudkan masyarakat cerdas berbasis digital sejatinya merupakan cita‐cita bangsa, dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur.

Saat ini, sering kita dengar: “Proposalnya dikirim via email saja ya..., saya tunggu sekarang”. Kita juga masih ingat peristiwa “Koin Prita” yang merupakan fenomena bagaimana peran masyarakat melalui social media dalam memperjuangkan ketidakadilan hukum yang terjadi dalam masyarakat.

Demikianlah gambaran peran internet dalam masyarakat. Juga dalam politik, perubahan politik yang terjadi di Timur Tengah yang dikenal sebagai Arab Spring, tidak terlepas dari peran social media. Sadar atau tidak, perannya sudah sedemikian penting dan kritis bagi kebutuhan masyarakat modern. Jika belum cukup yakin, matikanlah internet protocol router yang dimiliki oleh para Penyedia Jasa Internet. Perbankan, pabrik, industri penerbangan akan berteriak dan seakan lumpuh karena terhenti kegiatannya, meski pun mereka masih bisa bertelepon. Kita tidak bisa mengambil uang di ATM, Pilot pesawat terbang tidak akan berani terbang. Kenapa? Karena seluruh data perbankan dikirimkan melalui data yang diatur oleh internet protocol atau yang dikenal umum sebagai akses internet. Itulah contoh peran internet dalam ekonomi.

Meski demikian penting, namun dalam sehari‐hari internet belum dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Mari simak percakapan, berikut ini:

Fulan A: Apa anda suka main internet?  
Fulan B: Nggak... 
Fulan A: Suka nge‐twit? 
Fulan B: ..tiap hari saya nge‐twit.. 
Fulan A: Berapa followersnya? 
Fulan B (dengan bangganya menjawab): ...1000an lah.. 

Situasi tersebut banyak ditemui dalam masyarakat. Internet digunakan namun tidak dipahami. Yang dinikmati adalah bentuk aplikasinya semacam “Twitter”, “Facebook”, “Whatsup” atau E‐mail, atau Google, atau Yahoo!. Banyak orang dengan fasih akan menjawab bagaimana cara menggunakanaplikasi ini. Namun, jika ditanyakan sesuatu yang mendasar “Apa itu internet...?”. Jawabannya akan sangat bervariasi. Jawaban tersebut mencerminkan internet digunakan, namun tidak dipahami.

Dugaan saya, inilah sebab mendasar kenapa munculnya kasus ini, yang disebabkan belum sepenuhnya seluk beluk internet diketahui.

Bagaimana internet bekerja? Secara teknis, terdapat 3 lapisan agar internet dapat bekerja, yaitu:

Lapisan‐1: Infrastruktur Telekomunikasi, tempat seluruh lalu‐lintas Internet mengalir. Infrastruktur Telekomunikasi berperan dalam penyaluran data internet melalui berbagai jenis media komunikasi: kabel Telepon, kabel serat optik, satelit, gelombang mikro, dan jalur wireless (nirkabel). Mengingat lapisan Telekomunikasi sebagai pembawa lalu‐lintas Internet maka regulasi yang terkait dengan telekomunikasi ikut pula mempengaruhi Internet. Disinilah peran penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Lapisan‐2: Standard Teknis dan Layanan Internet. Inilah yang membuat internet berfungsi (misalnya: TCP/IP, DNS, SSL). TCP/IP atau Transport Control Protocol/Internet Protocol (TCP/IP) adalah standard teknis utama Internet yang menjelaskan bagaimana data dipindahkan. Standar ini terdiri dari 3 prinsip, yaitu packet switching, end‐to‐end networking, dan ketahanan. Pada tata kelola Internet yang terkait dengan TCP/IP inilah Penyedia Layanan Internet atau dikenal sebagai ISP (Internet Service Provider) berperan.

Lapisan‐3: Content atau Aplikasi. Inilah yang dinikmati oleh pengguna (misal HTML, XML). Konten atau Aplikasi adalah sesuatu yang secara inderawi dinikmati oleh pengguna internet. Secara umum orang mengenal dengan WWW (World Wide Web), Google, Facebook, E‐commerce (amazon), Internet Telephony (Skype), E‐ payment (paypal, klik BCA), Youtube, dsb. Konten atau aplikasi ini yang paling mudah dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Disini berperan para pengembang aplikasi dan perusahaan penyedian konten atau aplikasi.

Khusus lapisan‐1, infrastuktur telekomunikasi, pada tahun 2006 industri telekomunikasi Indonesia masih fokus pada layanan Suara dan SMS dengan menggunakan teknologi jaringan yang biasa disebut GSM, atau teknologi jaringan generasi pertama. Sejalan dengan perkembangannya di seluruh dunia, teknologi jaringan seluler generasi ke‐3 diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2006. Teknologi ini memiliki kelebihan dalam hal kecepatan untuk komunikasi data yang relatif jauh lebih tinggi dibanding layanan data yang tersedia pada saat itu. Masyarakat dunia, mengenal layanan data kecepatan tinggi ini dengan istilah broadband. Dengan adanya teknologi jaringan generasi ke‐3 atau dikenal awam sebagai 3G, dan sejalan dengan diperolehnya izin untuk membangun jaringan seluler 3G pada pita frekuensi 2,1 GHz, INDOSAT melihat peluang untuk dapat mengembangkan akses internet melalui media tanpa kabel yang lebih baik. INDOSAT memandang bahwa kelebihan jaringan baru ini harus dimanfaatkan dan dinikmati oleh sebanyak mungkin masyarakat. Pasca mendapatkan izin, INDOSAT segera membangun jaringan‐nya termasuk jaringan 3G dan telah menelan biaya cukup besar, dimana untuk periode tahun 2006‐2011 telah mengeluarkan belanja modal (capital expenditure) sebesar Rp. 46,587 triliun. Dengan belanja modal yang sedemikian besar dalam membangun jaringan, tentu INDOSAT berharap agar jaringan dapat dimanfaatkan secara optimal, digunakan untuk berbagai jenis layanan, baik Voice, SMS, Video maupun Data. IM2 adalah salah satu anak usaha INDOSAT yang fokus sebagai penyedia layanan akses internet. IM2 banyak menggunakan jaringan milik penyelenggara jaringan untuk melayani jasa akses internetnya. Indosat melihat bahwa layanan internet broadband melalui jaringan tanpa kabel dengan menggunakan jaringan seluler generasi ke‐3 juga dapat dimanfaatkan oleh IM2 untuk melayani akses internetnya. INDOSAT sendiri tetap memberikan layanan Voice dan SMS dan internet, sedangkan IM2 melalui kerjasama dapat memberikan layanan akses internet melalui jaringan INDOSAT. Kedua perusahaan dapat tetap fokus dalam melayani segmen pelanggan masing‐masing dan infrastruktur jaringan 3G dapat dimanfaatkan secara maksimal. Itulah strategi yang diambil oleh manajemen INDOSAT pada saat itu. Ide layanan internet broadband melalui jaringan 3G ini sesungguhnya bukan sesuatu yang sangat baru. Pemerintah bahkan sudah menyiapkan aturan main sejak tahun 2001, melalui KM No. 4 Tahun 2001 tentang Fundamental Technical Plan 2000. Pemerintah sudah memberikan kerangka regulasi mengenai bagaimana akses internet melalui jaringan seluler pada pita frekuensi 2,1 GHz dapat dilaksanakan. Jadi sejak tahun 2001, sesungguhnya model kerjasama seperti yang kemudian (salah satunya) dilakukan oleh INDOSAT dan IM2 sudah diantisipasi, dan merupakan model kerja sama yang legal. Mencuatnya kasus hukum yang melibatkan saya, berawal dari dipersoalkannya perjanjian kerja sama layanan akses internet melalui jaringan 3G milik Indosat (sebagai Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi) oleh IM2 (sebagai Penyelenggara Jasa Telekomunikasi), yang ditandatangani pada Tahun 2006. Bentuk kerjasama seperti ini adalah lumrah dilakukan oleh ratusan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi lainnya. Perjanjian kerjasama ini adalah sesuatu yang lazim dalam dunia per‐ internet‐an bukan hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.

Hamadoun Toure, Sekretaris Jenderal ITU (International Telecommunication Union, Badan Telekomunikasi Internasional PBB) menggunakan analogi jalan tol dengan telekomunikasi dan lalu lintas internet dengan truk atau mobil. Berikut kutipannya:

“Saya beri contoh sederhana, dengan membandingkan antara Internet dengan Telekomunikasi yaitu dengan truk atau mobil dengan jalan tol. Ketika anda memiliki jalan tol, bukan berarti anda bisa memiliki semua truk atau mobil yang melalui jalan tol tersebut apalagi barang‐barang yang diangkut oleh mobil atau truk itu, demikian juga sebaliknya. Ini adalah analogi sederhana. Akan tetapi agar lalu lintas berjalan mulus, pada saat anda membangun jalan tol, anda perlu tahu berapa berat, tinggi dan kecepatan truk‐truk tersebut, sehingga anda bisa membangun jalan yang sesuai. Jika tidak, maka sistem ini tidak akan bekerja. Bagi saya, demikianlah hubungan antara INTERNET dengan DUNIA TELEKOMUNIKASI. Keduanya memang harus bekerjasama.”

Sejalan dengan kelaziman yang berlaku diseluruh dunia, Pakar Internet Indonesia, Onno W Purbo, yang menjadi ahli dalam sidang ini telah memberikan keterangannya pada sidang tanggal 2 Mei 2013 yang lalu, bahwa kerjasama Indosat dan IM2 merupakan hal yang lazim dalam dunia internet.

Oleh sebab itu, mimpi mewujudkan masyarakat cerdas berbasis digital, sangat bergantung pada bentuk‐bentuk kolaborasi atau kerjasama didalam menyediakan layanan akses internet terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Tanpa dukungan semua pihak, cita‐cita ini hanya tinggal mimpi.


JPU BUKAN MENKOMINFO

Majelis Hakim Yang Mulia,

Kekeliruan atau lebih jauh lagi kecerobohan penanganan perkara ini dimulai pada tahap penyidikan karena menelan bulat‐bulat laporan pengaduan dari Denny AK, bahwa IM2 telah menggunakan frekuensi 2.1GHz untuk layanan 3G padahal IM2 tidak memiliki ijin, tanpa memperhatikan keterangan Kementerian Komunikasi dan Informasi (KEMENINFO), lembaga pemerintah yang diberi wewenang khusus oleh 15

Undang‐undang Telekomunikasi untuk melakukan pembinaan dalam bidang telekomunikasi, yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian, termasuk pemberian ijin terhadap penyelenggaraan telekomunikasi.

Penyelenggaraan telekomunikasi diatur di Indonesia dalam Undang‐Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi). Pasal 4 menyebutkan bahwa Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Pembinaan Telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian. Pasal 7 mengatur bahwa Penyelenggaraan Telekomunikasi meliputi Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dan Penyelenggaraan Telekomunikasi Khusus. Pasal 11 menyebutkan Penyelenggaraan Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri. Pasal 1 angka 17 menyebutkan bahwa Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

Saya perlu menyampaikan adanya Keputusan Menteri No. KM. 31 Tahun 2003 tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia, yang menyatakan bahwa Menteri mempunyai kewenangan pembinaan telekomunikasi meliputi fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian (Pasal 4). Selanjutnya disebutkan bahwa untuk penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaran jasa telekomunikasi, Menteri melimpahkan fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) (Pasal 5).

Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, BRTI mempunyai tugas : a. Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu : 1) perizinan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi; 2) standar kinerja operasi; 3) standar kualitas layanan; 4) biaya interkoneksi; 5) standar alat dan perangkat telekomunikasi.

b. Pengawasan terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu : 1) kinerja operasi; 2) persaingan usaha; 3) penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi.

c. Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu : 1) penyelesaian perselisihan antar penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi; 2) penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi; 3) penerapan standar kualitas layanan. Berdasarkan uraian tugas dan kewenangan dalam bidang telekomunikasi tersebut, sangatlah jelas ternyata pemegang regulasi, pemberi ijin, pengawas dan pengendalian dalam bidang Telekomunikasi adalah Menteri yaitu Menteri Komunikasi dan Informasi atau BRTI yang diberi wewenang oleh Menteri, bukan lembaga lain apalagi sifatnya pendapat dari orang perseorangan, bukan juga pendapat dari Jaksa Penuntut Umum.

KRONOLOGIS KERJASAMA DAN TATA KELOLA PERUSAHAAN Majelis Hakim Yang Mulia,

Berikut ini perkenankan saya menyampaikan kronologis kerjasama PT IM2 dengan PT Indosat dan Tata Kelola Perusahaan, sebagai berikut:

 Rapat Dewan Komisaris 24 April 2006. Dari risalah rapat Dewan Komisaris dan Direksi tanggal 24 April 2004, saya membaca pada butir 2.a. Direktur Utama IM2, Brata T.H saat itu menjelaskan bahwa untuk mencapai target tersebut akan dilakukan hal‐hal berikut: a.Menggelar Wimax dipuluhanribu access link, b.Merangkul warnet, c.Melakukan kerjasama dengan Indosat.

 Rapat Dewan Komisaris 30 Mei 2006. Setelah saya menyelesaikan tugas saya sebagai direktur PT. Aplikanusa Lintasarta, saya diminta datang ke kantor PT. IM2pada tanggal 30 Mei 2006. Hadir lengkap pada saat itu Direksi IM2 dan Dewan Komisaris IM2. Saat itu Dirut IM2 sudah dikosongkan, dan dijabat sementara oleh Pelaksana Tugas Harian (PTH) Dirut IM2 yaitu Dede Rusnandar, Direktur Operasi IM2. Komisaris Utama Johny Swandi Sjam memperkenalkan saya sebagai calon Dirut IM2. Lalu Komisaris Utama meminta agar dipersiapkan RUPS Sirkuler untuk menetapkan penugasan Indar sebagai Dirut IM2. Pada rapat Dewan Komisaris IM2 dan Direksi PT IM2 ini, pada butir pembahasan Product Development dan Management (butir D.4) dipaparkan tentang INDOSATNET over 3G, interkoneksi antara APN INDOSAT dengan internet IM2 dalam proses.


Menjadi Dirut, 31 Mei 2006. Sebagai tindak lanjut arahan Komisaris Utama IM2, Direksi IM2 menyiapkan sirkulasi RUPS penunjukan saya sebagai Dirut IM2. Dari dokumentasi dapat dilihat bahwa RUPS Sirkuler penetapannya ber‐Akta Notaris tertanggal 31 Mei 2006. Kenyataan ini membuktikan hal penting dalam kaitan dengan dakwaan terhadap saya, yaitu Indar Atmanto yang dinyatakan bahwa secara Pribadi saya membuat perjanjian seolah‐olah dengan Kaizad B. Heerjee, Wakil Direktur PT INDOSAT Tbk adalah tidak berdasar fakta atau retroaktif. Karena faktanya rencana kerjasama INDOSAT dan IM2 untuk “Akses Internet Broadband via Jaringan Selular 3G” sudah ada dalam rencana kerja perusahaan IM2 sebelum saya menjabat sebagai Dirut IM2. Selain itu, sebagai perusahaan swasta, IM2 yang 99,85% sahamnya dimiliki INDOSAT menunjukkan bahwa saya karyawan swasta yang tidak memiliki kewenangan publik.

Berhati‐Hati dalam Tata Kelola Perusahaan. Review Kerja Sama dalam Rapat Direksi, 28 Agustus 2006: Proses kerjasama secara umum dibahas dan di‐review dalam rapat Direksi, seperti tertuang dalam Risalah Rapat Direksi, tanggal 28 Agustus 2006. Hal ini menunjukkan kegiatan berkaitan dengan operasional perusahaan mendapat perhatian dan review dari Direksi IM2. Sebagai suatu tata kelola yang baik setiap kegiatan ditetapkan PiC (Person In Charge atau Penanggung Jawab), dan target waktu untuk tindak lanjut.

Dalam Kegiatan II. Isu‐isu Operasional butir (5) tercantum Kegiatan CDMA/3G, dengan Pembahasan dan Status: Review kesiapan kerjasama dengan ISAT (INDOSAT), dengan langkah tindak lanjut berupa meeting koordinasi Prodev & Niaga, dengan penanggung jawab tindak lanjut dari fungsi Prodev & Niaga, dan target waktu penyelesaian 4 September 2006. (catatan: Prodev dan Niaga, merujuk pada unit kerja Product Development (Pengembangan Product) di bawah Direktorat Perencanaan Pengembangan, dan unit Niaga di bawah Direktorat Sales dan Marketing. Artinya, kegiatan terkait dengan persiapan kerjasama dilakukan bersama‐sama fungsi‐fungsi yang melibatkan 2 Direktorat yaitu Direktorat Perencanaan dan Pengembangan dan Direktorat Sales dan Marketing, bukan merujuk pada pelaksana kegiatan dan tanggung jawab orang per orang.

Proses Kerja Sama juga mendapatkan arahan dan saran dari Dewan Komisaris pada September 2006. Dari Risalah Rapat Dewan Komisaris IM2 tanggal 15 September 2006, juga dapat dilihat bahwa kegiatan persiapan kerjasama “Akses Internet Broadband via Jaringan Selular 3G” juga dilaporkan oleh Direksi IM2. Risalah Rapat Dewan Komisaris, 15 September 2006 menunjukan bahwa rencana kerja sama merupakan kegiatan dan program perusahaan IM2 yang dilaksanakan secara TRANSPARAN dan dibahas bersama antara Direksi dan Komisaris. Bahkan Komisaris memberikan arahan yang cukup spesisik untuk pelaksanaan penjualan layanan “Akses Internet Broadband via Jaringan Selular 3G”.

Persetujuan Tarif Layanan oleh Direksi IM2. Dalam menentukan tarif bagi layanan akses internet, pada tanggal 20 November 2006, Direktur Perencanaan dan Pengembangan, mengajukan usulan Tarif, melalui Nota Dinas No.3122/DPP/IMM/06, Tanggal 20 November 2006. Perihal “Persetujuan Tarif IM2 Broadband Internet (Indosatnet via Jaringan 3G Indosat)”. Seluruh anggota Direksi melalui sirkulasi, menyetujui usulan penetapan tariff tersebut. Tarif suatu layanan ditetapkan untuk menjamin bahwa layanan yang disiapkan dapat bersaing dengan kompetitor, dan menguntungkan secara bisnis. Kehati‐hatian Manajemen IM2: Pada 3 November 2006, PT IM2 mengirimkan surat ke PT INDOSAT tentang progress penyusunan PKS. Surat ini menunjukkan bahwa PKS perlu segera ditandatangani agar perusahaan comply dengan aturan Sarbanes‐Oxley (SARBOX) dimana INDOSAT sebagai perusahaan publik terdaftar di New York harus tunduk dan patuh. Hal ini menunjukkan kehati‐hatian manajemen IM2 untuk patuh pada ketentuan yang berlaku sebagai perusahaan publik. Selain itu, surat tersebut juga ditembuskan kepada Direksi INDOSAT, Direksi IM2, Legal INDOSAT, Marketing INDOSAT dan Business Development & Synergy INDOSAT.

Dengan demikian, proses penyusunan PKS dan kebijakan yang terkait dengannya merupakan kegiatan yang sifatnya transparan dibahas dan diketahui oleh Manajemen INDOSAT dan IM2 serta unit kerja terkait di INDOSAT. Dalam butir 1 surat ini juga disampaikan kedua belah pihak (TIM 3G INDOSAT) dimana dua hari sebelumnya juga telah melakukan meeting koordinasi. Paraf‐paraf dalam surat juga menunjukkan bahwa surat bukan dibuat oleh Indar Atmanto sendiri, tapi disiapkan oleh staf terkait, dan diperiksa serta dibubuhi paraf oleh pejabat‐ pejabat di bawah Direksi serta Direksi terkait.

Rapat Koordinasi Persiapan di INDOSAT, 17 November 2006. Dalam persiapan kerjasama dan layanan, tim IM2 diundang dan mengikuti rapat pembahasan dalam bentuk rapat koordinasi. Dari risalah rapat dapat diketahui rapat membahas banyak hal dari aspek teknis, aspek billing, aspek produk dan lain‐lain. Selengkapnya pembahasan dan peserta rapat tercantum pada Risalah rapat tim 3G INDOSAT, tanggal 17 November 2006.

Setelah melalui proses yang panjang, PKS ditandatangani tertanggal 24 November 2006. PKS ini merupakan perjanjian kerjasama bisnis biasa (B to B), dan ditandatangani sesuai dengan kewenangan Direksi. Perjanjian Kerja Sama merupakan hal‐hal yang tidak memerlukan persetujuan Komisaris sesuai Akta Pendirian Perusahaan 1996, Pasal 11 dan Pasal 12.

Laporan Auditor Independen Ernst &Young (EY) 31 Desember 2006, yang diterbitkan sebagai hasil audit laporan keuangan IM2 selama Tahun 2006, menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan yang dilakukan oleh INDOSAT dan IM2 sudah sesuai dengan standar akuntansi di Indonesia maupun secara internasional. IM2 sebagai bagian dari INDOSAT GROUP juga diaudit oleh Auditor Independen Big 5, yang diakui oleh lembaga pasar modal di Amerika Serikat, karena sebagai bagian dari INDOSAT GROUP seluruh aturan yang berlaku untuk INDOSAT diberlakukan juga kepada IM2 sebagai wholly owned subsidiary. Selain itu, laporan keuangan IM2 juga dikonsolidasi ke dalam laporan keuangan PT INDOSAT Tbk.

Laporan Auditor Independen Ernst & Young (E&Y) telah mengaudit neraca PT Indosat Mega Media pada 31 Desember 2006, serta laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut.

Menurut pendapat Auditor E&Y, laporan keuangan Tahun 2006 telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT Indosat Mega Media tanggal 31 Desember 2006, dan hasil usaha serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

RUPS memberikan Pelunasan dan Pembebasan Tanggung Jawab. Pada 11 Mei 2007, RUPS PT IM2 memutuskan memberikan pelunasan dan pembebasan Tanggung Jawab (acquit et decharge) kepada anggota Direksi dan Komisaris atas tindakan pengurusan dan pengawasan yang telah dijalankan selama Tahun Buku 2006. Selain itu, pada RUPS Tahunan 2006 ini, juga disetujui hal penting terkait dengan Rencana Jangka Panjang PT IM2. Di dalam Rencana Jangka Panjang 2007‐2012 ini, perusahaan menyiapkan roadmap layanan IM2 yang juga mencakup penyediaan layanan akses internet broadband menggunakan jaringan bergerak seluler 3G. Dengan demikian, kegiatan penyediaan layanan akses internet IM2 bukan saja untuk layanan akses internet melalui jaringan bergerak seluler INDOSAT 3G, tapi juga layanan akses internet lainnnya seperti akses via cdma, akses VPN dial, Pay‐TV, dan sebagainya dipaparkan pada RUPS dan mendapatkan pengesahan RUPS sesuai dengan Anggaran Dasar perusahaan.

Kepatuhan Pada Tata Kelola Perusahaan. Memahami dengan seksama seluruh proses yang terjadi dalam kerjasama INDOSAT dan IM2, maka semakin jelas duduk persoalannya, dan dapat disarikan fakta‐fakta terkait dengan proses, sebagai berikut: 1. Kerjasama memiliki tujuan mulia, meningkatkan penetrasi layanan akses internet di Indonesia 2. Kerjasama bukan inisiatif orang per orang apalagi seorang Indar Atmanto 3. Kerjasama merupakan kerjasama business to business biasa 4. Kerjasama merupakan Program Perusahaan (Korporasi) 5. Proses Kerjasama melalui proses pembahasan yang transparan, dengan memperhatikan kaidah‐kaidah Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG), baik di level pelaksana di INDOSAT maupun di IM2, dan rapat koordinasi di INDOSAT dan di IM2. 6. Pada tingkat pelaksanaan dilaporkan adanya Task Force yang mengkoordinasikan kegiatan dan rapat koordinasi dengan INDOSAT dan IM2. 7. Rapat Koordinasi dicatat dalam risalah rapat, untuk dapat ditindaklanjuti bersama. 8. Perkembangan kerjasama di‐review pada Rapat Direksi IM2 9. Proses kerjasama senantiasa dilaporkan Direksi IM2 kepada Komisaris dan mendapat pengawasan dan pengarahan Dewan Komisaris 10. Proses penandatanganan PKS dilakukan secara bottom‐up dengan terlebih dahulu diperiksa dan diparaf pejabat dan Direktur terkait sebelum ditandatangani oleh Dirut IM2. 11. Penandatanganan PKS sesuai dengan kewenangan yang diberikan pada Anggaran Dasar Perusahaan/Akta Pendirian Perusahaan. 12. Laporan kinerja perusahaan dilaporkan dan mendapat persetujuan RUPS. 13. RUPS memberikan acquit et decharge (pembebasan tanggung jawab) kepada Pengurus dan Pengawas Perseroan. 14. RUPS juga memberikan persetujuan atas Rencana Jangka Panjang melingkupi Roadmap Layanan IM2 seperti layanan akses internet via jaringan bergerak 3G.

Dari fakta hukum di atas maka perjanjian kerja sama IM2 dan Indosat merupakan program kerja perusahaan, bukan inisiatif saya yang bernama Indar Atmanto atau orang perseorangan. Dengan Tata Kelola yang dijalankan sejak pembahasan, persiapan sampai pertanggungjawaban dalam RUPS telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, maka tidak dimungkinkan orang perseorangan dapat melakukan penyalahgunaan wewenang. Terlebih lagi, saya hanyalah karyawan swasta yang tidak memiliki kewenangan publik.


KEKACAUAN DAN KESESATAN LOGIKA BERFIKIR MENENTUKAN SUBYEK HUKUM

Majelis Hakim Yang Mulia,

Di dalam surat dakwaan saya didakwa sebagai terdakwa dalam kapasitas atau kedudukan saya sebagai direktur utama PT. Indosat Mega Media berdasarkan akta notaries Nomor : 71 tanggal 31 Mei 2006 yang ditanda tangani oleh notaris Julius Purnawan SH. Hal ini ditegaskan dalam rumusan surat dakwaan yang berbunyi:“.... Bahwa terdakwa Indar Atmanto selaku direktur Utama PT. Indosat mega media berdasarkan akta notaries nomor 71 tanggal 31 Mei 2006.”

Memperhatikan rumusan surat dakwaan tersebut, saya akan membandingkan dengan bunyi ketentuan Pasal 20 Undang‐Undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang‐Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka timbul pertanyaan dalam diri saya, apa sesungguhnya yang dimaksud oleh JPU, yaitu : 1. Apakah yang dimaksud dengan rumusan dakwaan tersebut penuntut umum mendakwa saya sebagai pribadi individu, manusia perorangan atau dengan istilah (natuurlijke person) yang menjabat sebagai Direktur Utama PT. Indosat Mega Media melakukan tindak pidana korupsi. Asumsi saya, dakwaan terhadap saya menyangkut penyalahgunaan wewenang sebagai Direktur Utama PT.Indosat Mega Media.

2. Pertanyaan yang kedua, ataukah yang dimaksud dalam rumusan dakwaan yang menyangkut saya sebagai terdakwa yang menjabat Direktur Utama PT. Indosat Mega Media sebagai pengurus yang mewakili korporasi PT. Indosat Mega Media, yang berarti koorporasi (PT IM2) yang dijadikan Terdakwa, kedudukan yang demikian sebagai penerapan pasal 20 ayat (3) yang berbunyi : Dalam hal tuntutan dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

3. Pertanyaan yang ketiga, ataukah yang dimaksud dalam rumusan dakwaan tersebut menyangkut kedudukan terdakwa sebagai “Pengurus” korporasi, sebagai Direktur Utama PT. Indosat Mega Media yang melakukan tindak pidana korupsi untuk atau atas nama suatu korporasi PT. Indosat Mega Media. Hal ini terkait ketentuan : a) Pasal 20 ayat (1): “Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atas nama suatu korporasi maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya”. b) pasal 20 ayat (2) : “Tindak korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun, berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama – sama”.


Bersarkan teori‐teori subyek hukum sebagaimana diuraikan oleh JPU dalam surat tuntutan pidana maupun ketentuan Pasal 20 Undang‐undang Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang‐undang nomor 20 tahun 2001, maka ada tiga kemungkinan kualifikasi subyek hukum yang dilakukan kepada saya dalam rumusan surat dakwaan dimaksud yaitu : 1. Sebagai subyek Hukum dalam arti orang perorangan individual atau “natuurlijke persoon”. 2. Sebagai subyek Hukum dalam arti korporasi. 3. Sebagai subyek Hukum dalam arti pengurus korporasi.

Dengan perbedaan kualifikasi subyek hukum tersebut, maka harus diperjelas oleh JPU dan penjelasan ini telah kita peroleh dalam uraian tuntutan pidana yang dibuat oleh penuntut sewaktu membuktikan unsur setiap orang.

Bagi saya perbedaan tersebut sangat penting karena menurut ahli hukum, hal itu memiliki konsekwensi hukum yang menyangkut pertanggung jawaban pidana terdakwa sebagai subyek hukum dan hubungan kualitas dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, dan menyangkut pidana atas hukuman yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa bilamana dakwaannya terbukti.

Perihal konsekuensi hukum yang menyangkut pertanggungjawaban pidana subyek hukum dan hubungan kasualitas perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa sebagai subyek hukum, serta pidana atau hukuman yang dijatuhkan, secara logis dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Jika saya terbukti memenuhi untur setiap orang dalam kualifikasi sebagai orang perorangan , individual, “natuurlijke person” mengandung makna bahwa perbuatan yang saya lakukan, tindak pidana yang saya lakukan, adalah perbuatan pribadi saya, terlepas dari kebijakan korporasi, saya pribadi yang memiliki jabatan Direktur Utama PT. Indosat Mega Media melakukan perbuatan atau tindak pidana terlepas, tidak ada kaitan dengan kebijakan yang ditetapkan korporasi PT. Indosat Mega Media.

Saya sebagai pribadi, orang perorangan, “natuurlijke person” tidak mungkin dipertanggung jawabkan atas perbuatan atau tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, atau oleh saya sebagai pengurus korporasi. Perbuatan saya seharusnya murni perbuatan pribadi tidak terkait dengan jabatan di korporasi. Pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara, denda, yang ditentukan dalam pasal 1 ayat (1) dan pidana tambahan yang ditentukan dalam Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001,

b. Jika saya terbukti memenuhi unsur setiap orang di dalam kualifikasi mewakili korporasi mengandung makna bahwa perbuatan atau tindak pidana yang saya lakukan adalah murni kebijakan korporasi PT. Indosat Mega Media yang mengandung tindak pidana korporasi. Dalam hal yang demikian pidana yang dijatuhkan hanyalah pidana denda maksimum Rp. 1.000.000.000,‐ (Satu Milyar Rupiah) ditambah 1/3 (satu pertiga) sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (7) UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001

c. Jika saya terbukti memenuhi unsur setiap orang dalam kualifikasi sebagai pengurus korporasi mengandung makna perbuatan yang saya lakukan sebagai direktur utama PT. Indosat Mega Media dalam menentukan kebijakan korporasi memenuhi unsur tindak pidana korporasi artinya kebijakan korporasi yang yang koruptif ditentukan atau diputuskan oleh saya sebagai pengurus korporasi. Perbuatan atau tindak pidana korupsi saya lakukan berdasarkan hubungan kerja ataupun berdasarkan hubungan lain dengan korporasi atau bertindak dalam lingkungan korporasi baik sendiri maupun bersama‐sama, sebagaimana di tentukan dalam pasal 20 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Dalam hal yang demikian pidana atau hukuman adalah pidana penjara, pidana denda yang ditentukan dalam pasal 2 ayat (1) dan pidana tambahan yang ditentukan dalam pasal 18 undang UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Bagaimana pembuktian unsur setiap orang dalam tuntutan pidana.? Dalam surat tuntutan pidana, penuntut umum menyatakan perbuatan saya memenuhi unsur setiap orang sebagaimana dalam kesimpulannya yang berbunyi : “Bahwa dari keterangan terdakwa sendiri di depan persidangan telah membenarkan identitasnya sebagaimana yang tercantum dalam surat dakwaan, dengan demikian terdakwa terbukti adalah orang yang diajukan didepan persidangan dengan identitas sebagaimana yang didakwakan sehinggan unsur ini telah terpenuhi. Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas, secara yuridis terdakwa memenuhi kriteria sebagai unsur “setiap orang” dalam perkara ini adalah terdakwa INDAR ATMANTO sebagai identitas yang tertera dalam dakwaan, yang dihadapkan dalam persidangan ini dalam keadaan sehat jasmani dan rohani serta terdakwa bersedia dan tidak keberatan diajukan serta diperiksa dalam persidangan ini. (halaman 173 surat tuntutan pidana)

Pendapat penuntut umum tersebut merupakan pernyataan bahwa subyek hukum dalam perkara ini adalah saya sebagai terdakwa dalam kualifikasi orang perorangan, individu, natuurlijke person, hal ini terbukti dari pernyataannya yang berbunyi: “terdakwa terbukti adalah orang yang diajukan didepan persidangan dengan identitas sebagaimana yang 24

didakwakan sehingga unsur ini telah terpenuhi.”, dan pernyataan yang berbunyi : “bahwa setiap orang dalam perkara ini adalah terdakwa INDAR ATMANTO sebagaimana identitas yang tertera dalam dakwaan, yang dihadapkan dalam persidangan ini dalam keadaan sehat jasmani dan rohani...”

Hal tersebut juga terbukti dari landasan teori ang dipergunakan oleh penunut umum, yaitu pendapat SR. Sianturi dalam buku Asas‐asas Hukum Pidana dan Penerapannya yang dikutip oleh penuntut umum: “bahwa yang dianggap sebagai subyek tindak Pidana adalah manusia Natuurlijke person hal ini disimpulkan dari rumusan Delik yang selalu menentukan subyeknya dengan istilah barang siapa......” “Bahwa undang – undang tidak mensyaratkan adanya sifat tertentu yang harus dimiliki dari seorang pelaku dengan demikian pengertian “barang siapa” berlaku terhadap siapapun dalam arti untuk barang siapa meliputi subyek hukum, baik perorangan maupun badan hukum...” “Bahwa barang siapa adalah setiap orang sebagai subyek hukum yang melakukan suatu tindak pidana (Menselijke Handeling) yang dapat dipertanggungjawabkan (toerekeningstraftbaar)” (Halaman 171 surat tuntutan pidana)

Dengan demikian seharusnya perbuatan perbuatan yang didakwakan kepada saya adalah perbuatan yang bersifat pribadi dalam kapasitas orang perorangan, natuurlijke person, tidak ada kaitannya dengan kebijakan korporasi PT. Indosat Mega Media. Akan tetapi anehnya perbuatan yang dinyatakan terbukti sebagai melawan hukum adalah terkait dengan jabatan saya selaku Dirut PT. Indosat Mega Media yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT. Indosat yaitu: 1. Perjanjian kerja sama tertanggal 24 Nopember 2006 tentang akses internet broadband melalui jaringan 3G/HSDPA. 2. Amandemen Pertama tertanggal 4 juni 2007 3. Amandemen Kedua tertanggal 15 september 2008 4. Amandemen Ketiga tertanggal 9 juli 2010 5. Perjanjian Kerjasama tertanggal 8 september 2008 tentang Pemanfaatan Voucher isi ulang Indosat untuk Top‐Up layanan prepaid IM2. 6. Berita Acara Kesepakatan tertanggal 13 januari 2010 tentang Skema Tarif Bagi Hasil Baru Pemanfaatan fasilitas IV DB, SEV, SMS 6789, WEB Top‐UP, Ekectronic Banking dan Galery. 7. Perjanjian tertanggal 24 Nopember 2006 yang isinya tentang pengunaan jaringan, yang oleh penuntut umum dikatakan sebagai upaya menghidari kewajiban membayar biaya hak pengguna spectrum frekuensi radio untuk tujuan penyelengaraan telekomunikasi. 8. Saya selaku Dirut PT. Indosat Mega Media yang telah menandatangani kerjasama dengan PT. Indosat, tanpa hak telah menggunakan frekuensi 2, 1GHZ milik PT. Indosat 9. Saya selaku Dirut PT. Indosat Mega Media dalam menggunakan pita frekuensi 2,1 GHZ tidak memenuhi kewajiban yang ditenkutan dan bertentangan dengan Pasal 4 Peraturan Menkominfo Nomor 7 tahun 2006.

Di sinilah terjadinya kekacauan logika berfikir, sungguh “tidak logis” seseorang yang di nyatakan terbukti memenuhi subyek hukum sebagai orang perorangan,natuurlijke persoon, tetapi terbukti melakukan perbuatan atau tindak pidana dalam kapasitas sebagai pengurus korporasi bahkan sebenarnya merupakan perbuatan yang dilakukan oleh korporasi sebagai institusi atau lembaga. Perbuatan menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT Indosat bukan tindakan pribadi atau tindakan pengurus korporasi PT IM2 yang menyimpang dari kebijakan korporasi. Penandatangan perjanjian kerjasama dan tindakan lainnya dengan PT Indosat adalah tindakan korporasi, kebijakan korporasi PT. IM2.

Oleh karena itu sangat tidak logis dan tidak mungkin orang perseorangan, natuurljik persoon, melakukan tindak pidana korporasi. Secara hukum harus dibedakan antara tindakan pribadi orang perorang, naturljik person dg tindakan korporasi, walaupun secara materiil perbuatan korporasi tesebut dilaksanakan oleh orang perseoraangan tersebut. Secara formal, kualitas sebagai pribadi orang perorangan berbeda dengan kualitas sebagai korporasi karena memiliki tanggung jawab hukum yang berbeda, tindakan peribadi pengurus korporasi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada korporasi sebaliknya tindakan korporasi tidak dapat dipertanggungjawabkan keapda pribadi orang perorangan.

Lebih “kacau” lagi pidana (hukuman) yang dituntutkan kepada saya ini, juga dijatuhkan kepada korporasi yaitu pidana tambahaan uang pengganti sebesar Rp. 1.358.343.246.674,‐ dibebankan kepada PT.Indosat dan PT.IM2. Hal ini berarti pelaku atau subyek hukum tindak pidana korupsi adalah korporasi PT.Indosat dan PT.IM2. Dalam hukum pidana asas yang terpenting adalah pidana atau hukuman itu dijatuhkan kepada siapa yang melakukan tindak pidana, siapa yang perbuatannya terbukti memenuhi unsur‐unsur tindak pidana yang didakwakan, yang telah diajukan, diperiksa dan diputus oleh pengadilan.

Didalam membuktikan unsur subyek hukum, telah terjadi kesesatan berpikir JPU yaitu untuk membuktikan subyek hukum JPU menghubungkan terlebih dahulu dengan pertanggung jawaban pidana.

Hal ini ternyata dari uraian JPU dalam surat tuntutan pidana. Penuntut Umum berpendapat bahwa terdakwa memiliki kemampuan mempertanggungjawabkan perbuatannya, dilihat dari tingkat intelektual maupun latar belakang pendidikan serta pengalaman kerjanya , maka jelas terdakwa adalah orang perorangan sebagai pendukung hak dan kewajiban, selaku subyek hukum yang mampu bertanggung jawab seara pidana yang mampu menentukan kehendaknya, menginsjafi setiap perbuatannya untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan pidana dan padanya tidak terdapat adanya unsur paksaan, alasan pemaaf ataupun alasan pembenar yang menghilangkan pertanggungjawaban pidana pada diri terdakwa atas perbuatannya (halaman 173 surat tuntutan pidana)

Dari kalimat “ ...... jelas terdakwa adalah orang perorangan sebagai pendukung hak dan kewajiban selaku subyek hukum....” telah menegaskan pendapat JPU tentang kualifikasi saya sebagai subyek hukum adalah orang perseorangan, pribadi individu, natuuralijk person, buka subyek hukum sebagai pengurus korporasi, bukan pula sebagai korporasi yang diwakili oleh saya sebagai pengurus. Akan tetapi dalam membuktikan unsur‐unsur tindak pidana korupsi yang dibuktikan oleh JPU adalah perbuatan atau tindakan korporasi, setidak‐tidaknya tindakan pengurus korporasi.

Kalimat ;“.... terdakwa memiliki kemampuan mempertanggungjawabkan perbuatannya ...” dan kalimat “ .......yang mampu bertanggung jawab secara pidana dan padanya tidak terdapat adanya unsur paksaan, alasan pemaaf atau alasan pembenar yang menghilangkan pertanggung jawaban pidana..” menunjukkan adanya kesesatan logika berpikir hukum yaitu JPU seakan‐akan telah membuktikan pertanggungjawaban pidana, sebelum membuktikan perbuatan pidana atau tindak pidananya. Bagaimana mungkin terjadi dalam hukum, seseorang sudah harus disuruh tanggung jawab padahal dia belum melakukan perbuatan, seseorang dijatuhi pidana karena tanggung jawabnya padahal dia belum terbukti melakukan tindak pidana.

Menurut seseorang yang medalami hukum pidana, ajaran pertanggung jawaban pidana yang dianut oleh Prof. Satochid Kertanegara dan Prof. Moeljatno seperti dikutip JPU adalah merupakan pemisahan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Bahwa untuk pertanggung jawaban pidana, untuk dapat dipidana atau dihukumnya seseorang itu haruslah melakukan tindak pidana dan ia harus mempunyai kesalahan. Jadi pertanggung jawaban pidana tidak terkait dengan penentuan subyek hukum, pertanggungjawaban pidana terjadi bila subyek hukum terbukti melakukan tindak pidana. Sedangkan mengenai subyek hukum pidana adalah menyangkut kualifikasi pelaku atau terdakwa yaitu natuurljik persoon ataukan ia sebagai rechtspersoon (badan hukum).

KESESATAN HUKUM DALAM MENAFSIRKAN PERATURAN PERUNDANG‐UNDANGAN DI BIDANG TELEKOMUNIKASI TERHADAP UNSUR MELAWAN HUKUM.

Majelis Hakim Yang Mulia,

JPU menafsirkan pengertian melawan hukum dalam arti materiil dengan berpedoman pada yurisprudensi putusan Mahkamah Agung Nomor 275K/Pid/1983 tanggal 28 Desember 1983 dan kemudian menyimpulkan pengertian melawan hukum dalam arti materiil adalah merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kepatutan masyarakat. Namun dalam membuktikan unsur tersebut JPU menyatakan perbuatan saya selaku Dirut IM2 menandatangani perjanjian kerjasama dengan PT Indosat yang melanggar peraturan perundang‐undangan telekomunikasi, diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000, Peraturan Menteri Informasi dan Komunikasi Nomor 7 tahun 2006. Akan tetapi sayangnya tidak pernah membuktikan apakah pelanggaran itu bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat, kepatutan masyarakat yang bagaimana yang telah dilanggar. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi adalah peraturan di bidang hukum administratif, yang tidak mengatur sanksi pidana, sehingga pelanggarannya kalaupun ada hanyalah pelanggaran administrasi.

Pendapat JPU yang menyatakan saya sebagai melanggar peraturan perundang‐undangan telekomunikasi sebenarnya terjadi akibat tidak paham atas peraturan perundang‐undangan dimaksud, sehingga terjadilah kesesatan hukum. Penandatanganan Kerjasama antara PT Indosat Tbk dengan PT IM2 tertanggal 24 November 2006 beserta amandemen serta pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut oleh JPU sebagai perbuatan melawan hukum. Hal ini dijelaskan dalam surat tuntutan pidana dengan kalimat sebagai berikut : “Bahwa untuk menghindari kewajiban membayar biaya hak penggunaan spectrum frekuensi radio untuk tujuan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 PP Nomor 53 tahun 2000, Terdakwa selaku Direktur Utama PT. IM2 bersama‐sama dengan Kaizad B Heerjee (Wakil Direktur Utama PT. Indosat Tbk), Johny Swandy Sjam (Dirut PT Indosat TBk) dan Harry Sasongko (Dirut PT Indosat TBk) dengan sadar membuat perjanjian No. Indosat : 224/E00‐EA.A/MKT/06 dan No. IM2 : 0996/DU/IMM/XI/06 tanggal 24 November 2006 dengan PT Indosat yang seolah‐olah merupakan perjanjian penggunaan jaringan, namun senyatanya secara operasional perjanjian tersebut bertujuan untuk memberikan akses kepada PT IM2 menggunakan specktrum 2.1 GHz milik Indosat untuk mengirimkan data dari dan ke‐pelanggan IM2 dalam rangka mengoperasionalkan jasa akses internet.” (halaman 182‐184 surat tuntutan)

Saya menolak kesimpulan JPU tersebut, dengan alasan sebagai berikut:

Yang dilakukan IM2 adalah menggunakan jasa yang diberikan oleh pemilik jaringan sebagai pemilik spectrum. IM2 tidak butuh pita frekuensi 2.1Ghz, dan bukan menggunakan frekuensi, karena untuk disebut menggunakan frekuensi harus membangun dan memiliki perangkat untuk mengelola, mengontrol dan memancarkan frekuensi. Sebagai Penyelenggara Jasa Multimedia, IM2 dapat menggunakan jaringan tetap dan jaringan bergerak. Tidak ada larangan bagi Penyelenggara Jasa Multimedia dimana Penyelenggara Jasa Internet (Internet Service Provider atau dikenal umum sebagai ISP) untuk menggunakan jaringan bergerak seluler. Indosat menurut peraturan boleh menggunakan dan/atau menyewakan jaringannya, dan berhak bekerjasama dengan penyelenggara jasa multimedia. Perjanjian Kerjasama (PKS) adalah perjanjian tertulis sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 5 KM 21 Tahun 2001.

Berikut ini saya jelaskan ketentuan yang menjadi dasar, sebagai berikut: Perjanjian kerjasama antara IM2 dengan Indosat adalah betul‐betul merupakan perjanjian penggunaan jaringan sebagaimana dijamin dalam Pasal 9 ayat (2) UU 36/1999 jo. Pasal 12 PP 53 2000 dan penjelasannya, Pasal 13 PP 52 Tahun 2000, Pasal 5 KM 21 Tahun 2001 yang menyatakan :

Pasal 9 ayat (2) UU 36/1999; Penyelengara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Pasal 6 ayat (1) PP No.52 Tahun 2000; Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan Jaringan Telekomunikasi.

Pasal 9 ayat (3) PP No.52 Tahun 2000; Penyelenggaraan jaringan bergerak dibedakan dalam : a. penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial; (dikenal sebagai radio trunking) b. penyelenggaraan jaringan bergerak seluler; c. penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.


Pasal 12 PP 52 Tahun2000 dan penjelasannya; Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat‐syarat berlangganan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia. Penjelasan pasal 12 PP52 2000, menyatakan bahwa:  Kewajiban memenuhi setiap permohonan dari setiap calon pelanggan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia dimaksudkan agar penyelenggara jaringan telekomunikasi bersikap terbuka dan tidak melakukan diskriminasi terhadap calon pelanggannya.  Yang dimaksud dengan syarat‐syarat berlangganan adalah syarat‐syarat yang harus dipenuhi oleh calon pelanggan jaringan telekomunikasi seperti izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi, sertifikasi perangkat yang dipergunakan, cakupan pelayanan, dan jenis jasa yang akan diselenggarakan.

Pasal 13 PP 52 Tahun 2000; “Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.


Bagian 5 KM 4 Tahun 2001; (tentang Fundamental Technical Plan) “Penyelenggara Jasa multimedia dapat menggunakan jaringan tetap maupun jaringan bergerak”.

Pasal 5 KM 21 Tahun 2001; (1) Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi dalam menggunakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kerjasama yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis.

Pada esensinya, UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan ketentuan turunannya, mengatur bahwa dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Dimana dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan Jaringan Telekomunikasi. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dimana salah satunya adalah penyelenggara jaringan bergerak, wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang memiliki izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi, dan juga jenis jasa yang akan diselenggarakan. Di pihak lain, penyelenggaraan jasa telekomunikasi ada beberapa jenis, dimana salah satunya 30

penyelenggara jasa multimedia. Penyelenggara Jasa Multimediapun terdiri dari berbagai bentuk dimana salah satunya adalah penyelenggara jasa internet (ISP).Seperti disebutkan diatas, Penyelenggara Jasa Telekomunikasi menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.Selain itu, ketentuan menyebutkan bahwa Penyelenggara Jasa multimedia dapat menggunakan jaringan tetap maupun jaringan bergerak (tidak ada pengecualian atau larangan bagi penyelenggara jasa multimedia untuk menggunakan jenis jaringan tertentu). Dimana pelaksanaannya, kerjasama penggunaan jaringan telekomunikasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang disebut PKS (Perjanjian Kerja Sama). Dengan demikian, perjanjian kerjasama antara IM2 dengan Indosat dilakukan untuk memenuhi syarat sebagai mana ketentuan dalam UU 36/1999, PP 52 Tahun 2000 dan KM 21 Tahun 2001 serta KM 4 Tahun 2001.

1) Bahwa IM2 adalah merupakan penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana Keputusan Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Nomor 229/Dirjen/2006 tanggal 22 Juni 2006 tentang Izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet (Internet Service Provider) PT Indosat Mega Media tanggal 22 Juni 2006 ("KM 229/2006").

Hal ini sesuai dengan ketentuan sebagai berikut;

a) Sesuai dengan ketentuan Pasal 46 ayat (1) Kepmenhub No. 21/2001 yang mengatur "Penyelenggaraan Jasa Multimedia sebagaimana dimaksud (Pasal 3 huruf c terdiri atas: a. jasa televisi berbayar; b. jasa akses internet (internet service provider): c. jasa interkoneksi internet (NAP); d. jasa internet teleponi untuk keperluan publik; e. jasa wireless access protocol (WAP); f. jasa portal; g. jasa small office home office (SOHO), maka IM2 sebagai pemegang Izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet masuk dalam kualifikasi sebagai Penyelenggaraan Jasa Multimedia. b) Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Kepmenhub No. 21/2001 mengatur Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi terdiri atas: a. penyelenggaraan jasa teleponi dasar, b. penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi; c. penyelenggaraan Jasa Multimedia", maka IM2 sebagai pemegang izin Penyelenggaraan Jasa Akses Internet yang termasuk dalam kualifikasi Penylenggaraan Jasa Multimediamerupakan Penylenggaraan Jasa Telekomunikasi. c) Sesuai dengan UU No.36/1999 Pasal 1 butir 14, dimana IM2 sebagai Penyelenggara Jasa Telekomunikasi melakukan kegiatan penyediaan dan atau pelayanan Jasa Telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Pelayanan Jasa Telekomunikasi oleh IM2 yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dilakukan dengan menggunakan Jaringan Telekomunikasi. 31

d) IM2 sebagai Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan jaringan telekomunikasi tersebut bersesuaian dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) UU No. 36/1999, Pasal 13 PP 52 Tahun 2000, dan Pasal 5 ayat (1) Kemenhub No. 21/2001, seperti disebutkan diatas.

IM2 memiliki izin Penyelenggara Jasa Internet (ISP) yang termasuk sebagai salah satu Penyelenggara Jasa Multimedia. Untuk memungkinkan terselenggaranya layanan jasa telkomunikasinya (dalam hal ini layanan akses internet), IM2 menggunakan jaringan telekomunikasi dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi. Sebagai penyelenggara jasa multimedia, IM2 dapat bekerjasama dengan penyelenggara jaringan bergerak sesuai KM.4 Tahun 2001.

2) Bahwa Indosat adalah merupakan penyelenggara jaringan telekomunikasi, sesuai dengan Keputusan Menkominfo No. 102/Kep/M.KOMINFO/10/2006 tentang Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler PT Indosat Tbk.

 Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 PP 52 Tahun 2000, Indosat selaku penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi.

 Indosat juga memiliki kewajiban menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya (Pasal 7 PP 52 Tahun 2000).

 Selaku penyelenggara jaringan telekomunikasi, Indosat wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 PP 52 Tahun 2000 dan penjelasannya yang menyatakan :

“Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat‐ syarat berlangganan jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia.”

Dengan demikian, perjanjian kerjasama penggunaan jaringan tidak saja dilakukan oleh Indosat dengan IM2, tetapi juga dengan penyelenggara jasa telekomunikasi lainnya, sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia. Seperti diungkap dalam persidangan selain dengan IM2, Indosat juga memiliki kerjasama dengan penyelenggara jasa internet lainnya yaitu: CBN, Quasar dan Lintasarta.

Indosat merupakan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi yang telah memperoleh izin menggunakan Pita Frekuensi 2.1 GHz sesuai dengan Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler PT, Indosat Tbk berdasarkan Keputusan Menkominfo No. 32

102/KEP/M.KOMINFO/10/2006. Jaringan bergerak seluler tersebut adalah sesuai Izinnya disebutkan pada diktum PERTAMA: “Memberikan Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler kepada: Nama Perusahaan : PT INDOSAT Tbk. NPWP

01.000.502.3‐051.000

Alamat

Jl. Medan Merdeka Barat No. 21 Jakarta 10110

Untuk menyelenggarakan:  Jaringan Bergerak Seluler Sistem GSM900/DCS1800 pada pita frekuensi radio: 890‐900 MHz berpasangan dengan 935‐945 MHz, 1717,5 – 1722,5 MHz berpasangan dengan 1812,5‐1817,5 MHz, 1750‐1765 MHz berpasangan dengan 1845‐1860 MHz  Jaringan Bergerak Seluler Sistem IMT‐2000/3G pada pita frekuensi radio 1950‐ 1955 MHz berapasangan dengan 2140‐2145 MHz  Jasa Teleponi dasar”

Sehingga jelas tertulis seluruh frekuensi yang digunakan, baik 900 MHz, 1800 MHZ maupun 2,1 GHz adalah bagian menyatu dan tidak terpisahkan dari Izin Jaringan Bergerak Seluler tersebut.  Dalam angka 3.1.1 Lampiran KM.102/2006 diatur lebih khusus bahwa Indosat wajib membangun jaringan bergerak seluler sesuai rencana pembangunan dan kualitas layanan atau kinerja operasi yang ditentukan dalam KM 102/2006 tersebut.  Setelah membangun jaringan telekomunikasi bergerak seluler pada Pita Frekuensi 2,1 GHz tersebut, sesuai dengan Angka 2.2.3 Lampiran KM 102/2006, bahwa Indosat berhak untuk menyelenggarakan akses ke layanan multimedia melalui kerjasama dengan penyelenggara jasa multimedia.

Dalam izin jaringan bergerak seluler Indosat tersebut, dapat dilihat bahwa pita frekuensi adalah satu kesatuan dengan izin penyelenggara jaringan bergerak seluler Indosat.Izin juga menyebutkan kewajiban membangun jaringan sebagai tindakan menggunakan pita frekuensi. Tambahan lain, izin juga memberikan hak kepada Indosat untuk melakukan kerjasama dengan penyelenggara jasa multimedia. Sehingga Indosat sebagai penyelenggara jaringan bergerak seluler, berhak atau boleh bekerjasama dengan penyelenggara jasa multimedia.

Dan, sebagai bentuk kepatuhan terhadap ketentuan Pasal 5 KM 21 Tahun 2001 ayat (2) dibuatlah perjanjian kerjasama No.Indosat : 224/E00‐EA.A/MKT/06 dan No. IM2 : 0996/DU/IMM/XI/06 tanggal 24 November 2006.

Jadi salah sekali apabila JPU menyatakan bahwa perjanjian antara Indosat dengan IM2 adalah perjanjian pura‐pura atau perjanjian yang dibuat seolah‐olah merupakan perjanjian jaringan. JPU sendiri tidak pernah menunjukkan parameter atau indikasi apalagi bukti yang menunjukkan bahwa perjanjian tersebut pura‐pura atau perjanjian seolah‐olah.Terlebih lagi, perjanjian kerjasama Indosat‐IM2 tidak mengatur hal‐hal seperti tercantum pada Pasal 14 dan Pasal 15 PP 53 Tahun 2000.Sehingga dengan demikian, tidak ada kewajiban IM2 yang berkaitan dengan Pasal 29 dan Pasal 30 PP 53 Tahun 2001.

Berdasarkan ketentuan‐ketentuan yang tersebut diatas, perjanjian antara Indosat dengan IM2 adalah merupakan perjanjian yang sebenarnya atau yang riil, yaitu perjanjian penggunaan jaringan. Dengan demikian, tidak ada ketentuan yang dilanggar oleh saya selaku Dirut IM2, atau dengan kata saya tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang dimaksud sebagai unsur dari Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yang sudah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001. Oleh karena salah satu unsur tidak terbukti, maka sudah seharusnya saya dibebaskan dari dakwaan.

Argumentasi saya tersebut di atas didukung oleh pernyataan Menteri Komunikasi dan Informasi dalam Surat Menteri Komunikasi dan Informatika kepada PT Indosat, Tbk No. 65/M.KOMINFO/02/2012 tertanggal 24 Februari 2012, perihal “Kepastian Hukum atas Kerjasama antara PT. Indosat Tbk. dan PT. Indosat Mega Media (PT. IM2) yang menegaskan :

“Perjanjian Kerjasama antara PT Indosat, Tbk dan PT Indosat Mega Media tentang Akses Internet Broadband melalui Jaringan 3G/HSDPA Indosat sudah sesuai dengan ketentuan dalam Undang‐Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (selanjutnya disebut “UU Telekomunikasi”) serta peraturan‐peraturan pelaksananya. IM2 tidak memiliki kewajiban untuk membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio karena IM2 tidak menggunakan spektrum frekuensi radio sendiri dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasinya, melainkan dengan menggunakan jaringan bergerak seluler milik Indosat.”

Penegasan tidak adanya pelanggaran dalam perjanjian kerjasama antara Indosat dengan IM2, disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika dalam suratnya kepada Jaksa Agung No.T‐ 64/M.KOMINFO/ KU.04.01/11/2012 tertanggal 13 Nopember 2012 perihal “Dugaan Kerugian Negara pada kasus IM2‐Indosat” menyebutkan :

“Sehubungan  dengan  hanya  ada  Base  Transceiver  System  (BTS,  perangkat  radio 

untuk mengirim dan menerima sinyal seluler) yang dimiliki dan/atau dioperasikan oleh satu penyelenggara jaringan, yaitu PT. Indosat pada pita frekuensi Indosat, maka tidak ada penggunaan bersama pita frekuensi radio. PT. IM2 adalah penyelenggara jasa telekomunikasi tidak memiliki dan/atau mengoperasikan BTS miliknya sendiri.”


Selama proses persidangan berlangsung, tidak ada satupun saksi atau ahli yang menyatakan bahwa kerjasama antara Indosat dan IM2 telah melanggar hukum atau bertentangan dengan peraturan perundang‐undangan dalam bidang telekomunikasi.

PKS juga Bukan Dokumen Pengalihan Frekuensi

Pemahaman mengalihkan yang dituduhkan JPU, adalah keliru dan tidak berdasar. Sekjen Kominfo dalam keterangannya di depan sidang menyatakan pengertian pengalihan adalah pengalihan hak dan kewajiban. Apa artinya? Kewajiban yang pokok didalam izin jaringan bergerak seluler adalah kewajiban membangun jaringan bergerak seluler diseluruh Indonesia sesuai komitmen pembangunan yang tercantum. Hal ini menjadi kewajiban seluruh penyelenggara jaringan telekomunikasi sesuai Pasal 6 ayat (1) PP No.52 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan/atau menyediakan Jaringan Telekomunikasi. Maka, jika ada pengalihan maka pihak yang menerima pengalihan tentunya akan membangun jaringan bergerak seluler sesuai kewajibannya bukan?

Tuduhan lain yang senada menyatakan bahwa Indosat tidak melaksanakan komitmen‐nya setelah lelang Tahun 2006, dan mengalihkannya kewajibannya ke IM2. Dugaan dan tuduhan tersebut semata‐mata hanya berdasar prasangka buruk atas Indosat dan mengabaikan nalar umum yang ada di masyarakat, baik masyarakat Telekomunikasi maupun masyarakat pasar modal dengan berbagai instrumen pengawasannya, seperti independen auditor, pengawas bursa di Indonesia dan New York, para Pemegang Saham, para Analis pasar saham, para jurnalis media massa di tanah air maupun internasional. Pada kenyataannya, seperti dilaporkan pada laporan yang disampaikan ke pasar modal, Indosat telah mengeluarkan belanja modal (capital expenditure/capex) untuk membangun jaringan sepanjang periode tahun 2006 sampai 2011 sebesar total Rp. 46,587 triliun., dan jumlah BTS total di tahun 2011 berjumlah 20.825 BTS.

Tuduhan ini terbantah, dalam persidangan. Selama Tahun 2006 sampai 2011, menurut Saksi Guntur Siboro, mantan Chief Marketing Oficer Indosat dimuka persidangan menyatakan bahwa Indosat telah membangun jaringan dengan BTS nya selama 2006‐2011 senilai kurang lebih 40 triliun. Hal mana, jika terjadi pengalihan frekuensi maka kewajiban membangunnya akan beralih ke IM2. Dan, PT.IM2 harus membeli perangkat untuk membangun jaringan bergerak seluler. Namun, catatan aset IM2 sampai 2011 menunjukan aset PT.IM2 hanya berkisar kurang dari 800 miliar saja, jauh dari angka 40 Triliun nilai investasi Indosat 2006‐ 2011. Kondisi ini adalah suatu kenyataan dan fakta yang real ada di‐buku keuangan IM2 adalah asset PT.IM2 yang hanya berkisar kurang dari 800 miliar saja. Terlebih lagi, didalam perjanjian kerjasama PT.Indosat‐PT.IM2 tidak ada ketentuan dan pasal yang mengatur tentang hak dan kewajiban masing‐masing pihak terkait dengan pengalihan 35

frekuensi, teknik‐teknik pengalihan frekuensi, pengaturan administrasi pengalihan frekuensi, ataupun perhitungan komersial pengalihan frekuensi, seperti layaknya perjanjian pengalihan frekuensi. Yang ada di perjanjian, benar‐benar ketentuan tentang pengaturan hak dan kewajiban masing‐masing pihak terkait dengan penggunaan jaringan. Sehingga tuduhan atau dakwaan pengalihan frekuensi merupakan tuduhan yang keliru dan tidak ada dasar faktanya sama sekali.

Perjanjian Yang Lazim

Untuk menegaskan, bahwa perjanjian kerjasama antara Indosat sebagai penyelenggara jaringan telekomunikasi dan PT.IM2 sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi adalah bentuk pelaksanaan dari amanat UU 36/1999 dan peraturan turunannya, adalah sesuatu yang umum atau lazim dalam praktek di bidang telekomunikasi, berikut saya sampaikan beberapa contoh bentuk kerjasama tersebut. Dalam kerjasama tersebut, media yang digunakan dapat berupa kabel (misalnya kerjasa dengan Telkom), maupun melalui frekuensi radio (melalui jaringan terestrial maupun satelit). Berikut adalah kerjasama PT IM2 dengan berbagai penyelenggara jaringan dalam penyelenggaraan layanan ISP: Penyelenggara Jenis Layanan Media Akses Jaringan Akses internet DIAL‐UP PT TELKOM Kabel Akses internet Cable TV PT Kabel Visison Kabel TV Akses internet VSAT PT INDOSAT Satelit Akses internet Broadband BIZNET Fiber Optic Akses internet via Jaringan Seluler 3G PT INDOSAT Nirkabel Akses internet via Jaringan Seluler PT Mobile 8 Nirkabel CDMA Akses internet via Kabel Listrik PT Icon+ Kabel listrik

Dapat dilihat bahwa untuk kategori jenis media akses nirkabel, PT.IM2 bekerjasama dengan Indosat dan PT Mobile 8 (mobile eight).Sehingga dapat disampaikan, kerjasama PT.IM2 dengan Indosat bukan hal yang istimewa, melainkan hal yang lazim saja. Di sisi lain, PT Indosat sebagai Penyelenggara Jaringan juga tidak melakukan tindakan disriminatif. PT Indosat juga membuka jaringan selulernya untuk para penyelenggara ISP yang lain. Berikut adalah daftar kerjasama Indosat dengan ISP: Jenis Layanan Penyelenggara ISP Media Akses Akses internet via Jaringan Seluler 3G IM2 Nirkabel Akses internet via Jaringan Seluler 3G CBN Nirkabel Akses internet via Jaringan Seluler 3G Quasar Nirkabel Akses internet via Jaringan Seluler 3G Lintasarta Nirkabel


Dapat dilihat, bahwa PT.IM2 bukan satu‐satunya ISP yang bekerjasama dengan Indosat. ISP lain seperti CBN, Quasar dan Lintasarta juga bekerjasama dengan PT Indosat. Dengan demikian kerjasama PT.Indosat‐PT.IM2 bukan sesuatu yang istimewa, melainkan kerjasama yang lazim.

Karena model kerjasama tersebut sesuai dengan Undang‐undang, maka beberapa operator seluler lain juga melakukan kerjasama sejenis dengan kerjasama PT.Indosat‐PT.IM2. Model kerjasama ini adalah sebagian kecil saja dari kerjasama antara ISP dengan Penyelenggara Jaringan. ISP‐ISP lain yang jumlahnya sekitar 200 perusahaan juga melakukan kerjasama dengan model yang sama, meskipun tentu saja dengan kesepakatan komersial yang bisa saja berbeda, tergantung kesepakatan kedua belah pihak.

KESALAHAN MEMAHAMI PENGUNAAN FREKUENSI

Selain penegasan diatas, juga pada dasarnya, dakwaan serta tuntutan JPU telah terjadi kekeliruan yang disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap ketentuan peraturan perundang‐undangan termasuk istilah‐istilah yang sangat teknis di bidang telekomunikasi, seperti istilah frekuensi, penggunaan jaringan. Pendapat dan tulisan ahli telekomunikasi berikut ini akan membantu memperjelas duduk permasalahan kasus ini.

Mengenai penggunaan frekuensi, para Ahli (1) DR. Ir.Agung Harsoyo, DEA, dan (2) Ir. Onno Widodo Purbo, M.Eng, Phd telah menyatakan bahwa yang dapat menggunakan frekuensi adalah entitas yang membangun dan mengoperasikan Base Transceiver Station (BTS) yang dalam hal ini adalah PT Indosat. Sedangkan PT. IM2 tidak membangun jaringan seluler (BTS) sehingga tidak bisa dikatakan telah menggunakan frekuensi.

Posisi PT.IM2 adalah pengguna dari jaringan bergerak seluler PT. Indosat (melalui BTS milik PT Indosat) sebagai jaringan akses atau last mile untuk layanan internet pelanggan PT. IM2 sebagai penyelanggara jasa akses atau dikenal secara umum sebagai Internet Service Provider (“ISP”). Hal tersebut juga dibuktikan dengan fakta bahwa SIM Card yang digunakan untuk mengakses internet PT. IM2 diterbitkan oleh PT. Indosat. Diterbitkannya SIM Card oleh PT. Indosat menunjukan bahwa PT. Indosat‐lah yang menggunakan frekuensi 2,1 GHz tersebut, sebagai bagian elemen jaringan ergerak seluler.


Dalam persidangan, pakar Internet Indonesia, sebagai Ahli, Onno W Purbo, menjelaskan bahwa kerjasama INDOSAT dan IM2 merupakan hal yang lazim di dalam praktek dalam dunia internet. Onno mengilustrasikan dengan sangat sederhana 37

bahwa kerjasama Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi dan Penyedia Jasa Internet atau Internet Service Provider (ISP) dapat diibaratkan dengan perangkat router nirkabel sebagai INDOSAT, dan kabel sebagai IM2. Kerjasama adalah ibarat kabel (IM2) mencolok lubang di router (INDOSAT). Sesederhana itu, tidak lebih dan tidak kurang. Apa yang dilakukan router, merupakan kewenangan dari Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi, bukan kewenangan Penyedia Jasa Internet (ISP).

TIDAK ADA KERUGIAN NEGARA

Majelis Hakim Yang Mulia,

Tuduhan JPU bahwa ada kerugian negara dalam perkara ini sebesar Rp. 1,3 Triliun, yang mengacu kepada Laporan Hasil Audit dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara BPKP Nomor : SR‐1024/D6/1/2012 tanggal 9 November 2012, adalah tuduhan yang tidak benar dan tidak berdasar.

Selain itu, Laporan BPKP tersebut sudah dinyatakan tidak sah dan harus dicabut berdasarkan putusan PTUN Jakarta pada tanggal 1 Mei 2013 dalam perkara nomor 231/G/2012/PTUN‐JKT. Dalam pertimbangan hukumnya, PTUN Jakarta menyatakan : “... ‐Bahwa oleh karena PT Indosat Mega Media (IM2) adalah bukan pemenang lelang dan juga bukan penerima ijin dari Kemkominfo sebegai penyelenggara jaringan seluler, dan juga tidak ditemukan adanya fakta penggunaan bersama frekuensi, maka sangat jelas, bahwa PT Indosat Mega Media (IM2) adalah bukan masuk dalam kategori Wajib Bayar PNBP;


‐ Bahwa oleh karena PT Indosat Mega Media (IM2) adalah bukan masuk dalam kategori Wajib Bayar PNBP, maka dalam perspektif Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang‐Undang No.20 Tahun 1997, BPKP tidak berwenang memeriksa PT Indosat Mega Media (IM2)

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, oleh karena BPKP/Tergugat I tidak berwenang memeriksa PT Indosat Tbk (karena tidak ada permintaan dari Menkominfo) dan juga tidak berwenang memeriksa atau mengaudit PT Indosat Mega Media (IM2) (karena bukan termasuk Wajib Bayar PNBP/d.h.i BHP), maka menurut Majelis Hakim dari aspek kewenangan, penerbitan Surat Deputi Kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bidang Investigasi Nomor : SR‐ 1024/D6/01/2012 tanggal 9 November 2012 yang berisi Laporan Hasil 38

Audit dalam rangka Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Penggunaan Jaringan Frekuensi Radio 2,1GHz/Generasi Tiga (3G) oleh PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media, beserta lampiran yang berupa hasil Laporan hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) tanggal 31 Oktober 2012 yang dibuat oleh Tim BPKP, adalah mengandung cacat hukum, yakni melanggar Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang‐Undang No. 20 Tahun 1997 dan Pasal 1 angka 4 jo. Pasal 49 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonnesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah”


PTUN juga menyatakan Penetapan Nomor 231/G/2012/PTUN‐JKT tertanggal 7 Februari 2013 tentang Penundaan Pelaksanaan Surat LHPKKN tetap sah dan dipertahankan, sampai putusan a quo berkekuatan hukum tetap.

Oleh karena itu, untuk melaksanakan supremasi hukum demi terciptanya kepastian hukum dan keadilan, maka LHPKKN tidak bisa dijadikan alat bukti untuk menghitung adanya kerugian negara.

Penegasan tidak ada kerugian negara ini dikemukakan oleh Menkominfo dalam suratnya kepada PT Indosat, Tbk No. 65/M.KOMINFO/02/2012 tertanggal 24 Februari 2012, perihal “Kepastian Hukum atas Kerjasama antara PT. Indosat Tbk. dan PT. Indosat Mega,isinya antara lain sebagai berikut: “PT Indosat Mega Media (PT IM2) juga tidak mempunyai kewajiban untuk membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio karena PT Indosat Mega Media (PT IM2) tidak menggunakan spektrum frekuensi radio sendiri untuk menyelenggarakan jasa akses internet. PT Indosat Mega Media (PT IM2) menggunakan jaringan bergerak seluler milik PT Indosat Tbk menggunakan pita frekuensi radio 900 MHz, 1800 MHz dan 2,1 GHz. Dengan demikian, kewajiban pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) Spektrum Frekuensi Radio berada pada PT Indosat Tbk.”

Bahwa pendapatan yang berasal dari pembayaran BHP spektrum frekuensi radio, adalah merupakan sumber pendapatan negara (PNBP) yang dikelola oleh Menkominfo.Sementara itu, Menkominfo sudah menyatakan bahwa IM2 tidak mempunyai kewajiban untuk membayar biaya BHP. Dengan demikian, surat Menkominfo ini menjadi alat bukti yang sah dalam membuktikan ada tidaknya kerugian keuangan negara yang dimaksud dalam UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.


Kewajiban Pembayaran PNBP Kepada Negara Sudah Ditunaikan

Sebelum tahun 2006, terkait dengan pita frekuensi 2,1 GHz, penyelenggara jaringan bergerak seluler (operator) membayar BHP Frekuensi sejumlah BTS/radio yang dimilikinya. Artinya meski mendapat alokasi blok frekuensi besar, jika jumlah BTS/radio yang dibangunnya sedikit, maka pembayarannya hanya sejumlah stasiun radio (ISR) yang dibangunnya. Pada tahun 2006 Pemerintah menetapkan bahwa penyelenggara yang ingin membangun jaringan pada pita frekuensi tersebut harus mengikuti seleksi, dimana pada saat itu mekanisme seleksi yang digunakan adalah lelang. Meskipun demikian, pemerintah memberlakukan mekanisme administratif bagi Penyelenggara Jaringan (operator) yang tidak mengikuti lelang namun sudah mendapatkan penetapan alokasi pita frekuensi pada pita 2,1 GHz sebelumnya. Mekanisme administrative yang digunakan disebut mekanisme Price Taker, dimana Penyelenggara tersebut harus membayar up front fee dan BHP tahunan dengan besaran yang sama dengan penawar terendah yang memenangkan lelang.

Sesuai dengan tahapan lelang, maka Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Keputusan Menteri No. 19/KEP/M.KOMINFO/2/2006 tentang Penetapan Pemenang Seleksi Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler IMT‐2000 pada Pita Frekuensi Radio 2,1 GHz menetapkan INDOSAT sebagai salah satu pemenang seleksi. Berdasarkan Peraturan Menteri No. 07/PER/M.KOMNFO/2/2006 tentang Ketentuan Penggunaan Pita Frekuensi 2,1 GHz untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler, maka terkait dengan pita 2,1 GHz, INDOSAT telah melakukan pembayaran kepada negara sebesar Rp.1.3Triliun: Periode Blok Pita 2,1 GHz INDOSAT Up Front Fee BHP Tahunan 2006 320,000,000,000 32,000,000,000

2007  71,571,200,000
 2008  116,463,050,929
  2009  211,170,907,037
   2010  294,139,076,534
    2011  312,999,112,116

TOTAL 320,000,000,000 1,038,343,346,616

Baik Indosat maupun IM2, sebagai pemilik izin penyelenggaraan telekomunikasi tunduk pada ketentuan UU 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), utamanya yang terkait dengan lingkungan Kementerian Kominfo. Baik INDOSAT maupun IM2 berkewajiban untuk membayar BHP (Biaya Hak Penyelenggaraan) Telekomunikasi dan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal 40

Telekomunikasi (seringkali dikenal juga sebagai Universal Service Obligation atau disingkat USO), masing‐masing sebesar 0,5% dan 1,25% dari pendapatan kotor setelah dikurangi dengan faktor pengurang. Formula tersebut berlaku sejak 16 Januari 2009.Sebelumnya berlaku formula 1% untuk BHP Telekomunikasi dan 0,75% untuk Kontribusi Pelayanan Universal.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka INDOSAT dan IM2 melaksanakan kewajiban masing‐masing dengan membayarkan kepada negara.Pembayaran tersebut sudah diaudit oleh auditor independen di masing‐masing perusahaan dan di Kementerian Kominfo juga telah diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI maupun BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Berikut adalah data‐data pembayaran BHP Telekomunikasi dan USO yang dilakukan oleh PT.Indosat dan PT.IM2 dalam kurun waktu tahun 2006 – 2011sebesar Rp.1.5Triliun dan Rp.59 Miliar:

PERIODE 2006 2007 2008 2009 2010 2011 TOTAL INDOSAT BHP TEL (Rp) 109,717,809,990 136,525,107,501 156,308,111,150 76,641,627,813 82,751,387,661 86,969,780,319 648,913,824,434 USO (Rp) 82,288,357,492 102,393,830,626 117,231,083,362 191,604,069,532 206,878,469,154 217,424,450,797 917,820,260,963 IM2 BHP TEL (Rp) 2,618,409,625 3,099,378,318 6,320,863,059 3,409,366,696 4,460,611,398 3,202,289,178 23,110,918,274 USO (Rp) 1,963,807,218 2,324,533,739 4,740,647,294 8,523,416,740 11,151,528,496 8,005,722,945 36,709,656,432


Jadi baik Indosat maupun IM2 telah melaksanakan seluruh kewajiban pembayaran PNBP kepada negara, bahkan pada tahun 2008 PT. IM2 memperoleh penghargaan Wajib Pajak Patuh dari pemerintah Hal ini membuktikan bahwa sebagai perusahaan swasta, PT. IM2 senantiasa memenuhi setiap kewajibannya kepada negara.

Majelis Hakim Yang Mulia,

Bagi JPU ini mungkin perkara ini hanyalah sebuah permainan, yang akan menghasilkan posisi menang atau kalah. Tapi bagi saya, apapun hasil dari keputusan pengadilan ini, saya telah menjadi korban. Sebagai Putra dari keluarga biasa, dari orang tua yang selalu menekankan pentingnya kejujuran dan pendidikan, sebutan sebagai Tersangka atau Terdakwa Koruptor telah menjadi beban yang teramat berat bagi saya dan keluarga dan dengan pengorbanan biaya, waktu, tenaga tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun.

Mungkin bagi anda, Jaksa Penuntut Umum, saya tidak lebih dari satu diantara beberapa anak tangga yang rencananya akan digunakan untuk menopang perjalanan anda menuju 41

puncak karir, kesuksesan dan juga kemegahan institusi Kejaksaaan Agung. Tapi, bagi keluarga saya, saya adalah seorang Ayah dan Suami yang diharapkan dapat mendampingi mereka terutama saat kedua putra saya tercinta menjalani masa remajanya beranjak menuju dewasa.

Saudara JPU, tuntutan anda tidak sedikitpun menunjukkan anda memiliki hati nurani untuk melihat keadilan dan kebenaran. Saudara JPU mungkin akan berlindung, dalam kalimat “saya hanya menjalankan tugas”, dan menyatakan ini perintah atasan. Namun, sebagai pihak yang mengikuti persidangan JPU dapat melihat dan merasakan bahwa dakwaan tidak dapat dibuktikan selama proses persidangan, dengan teganya anda ingin tetap mencabut hak‐hak sipil saya sebagai manusia merdeka dengan melakukan hal‐hal tidak patut seperti mengubah isi tuntutan dari dakwaan, mencoba berteori agar dapat menggunakan BAP sebagai alat bukti dan menjungkir balikan keterangan Ahli.

Bila saya mengingat tentang hal ini, saya menjadi teringat Surat Al‐Baqarah [2] ayat 10‐11 yang berbunyi:

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” “Dan apabila dikatakan pada mereka: "Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi", mereka jawab : "Tidak lain kerja kami hanyalah berbuat perbaikan"..”

Saudara para Jaksa Penuntut Umum, sebagai orang yang berpendidikan anda pasti dapat mengerti bahwa manusia memiliki keterbatasan untuk mengetahui secara detil dan tepat hal‐hal yang terkait dengan pengetahuan di luar keahliannya. Diperlukan kerendahan hati untuk mau mendengar sebanyak‐banyaknya dari orang yang memiliki keahlian dan juga integritas, tentang sesuatu cabang pengetahuan yang berbeda dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kita, terlebih lagi jika hal tersebut akan digunakan untuk menuduh seseorang telah melakukan kesalahan.

PENUTUP

Majelis Hakim Yang Mulia,

Berdasarkan uraian tersebut di atas, saya berpendapat tuntutan pidana dari JPU sama sekali tidak memiliki dasar hukum yang kuat, bahkan sebaliknya perbuatan saya tidak memenuhi salah satu unsur tindak pidana yang didakwakan. Oleh karena itu, saya mohon Majelis Hakim yang mulia, membebaskan saya dari segala dakwaan atau setidak‐tidaknya melepaskan dari segala tuntutan.


Sebelum saya menutup nota pembelaan saya ini, perkenankanlah saya menyampaikan suatu perasaan dan ungkapan yang sesungguhnya sulit dilukiskan dengan kata‐kata dalam pledoi ini, mungkin merupakan kata hati yang lebih dalam dari ungkapan yang tertulis dalam pledoi saya ini. Perasaan dan ungkapan ini saya sampaikankepada teman‐teman yang tergabung dalam komunitas informasi dan telekomunikasi, rekan‐rekan sejawat di PT. IM2 dan PT. Indosat, teman‐teman yang tercinta alumni ITB dan pengurus ia ITB, kawan‐kawan lainnya yang tidak bisa saya sebut satu persatu dan yang teramat khusus pada keluarga besar saya, yang semuanya mereka itu dengan setia mengiringi perjalanan saya dalam mengikuti proses perkara ini, baik dalam bentuk dukungan moril, spirit, doa, yang membuat saya menjadi kuat dan tegar menghadapi masalah yang saya anggap sebagai suatu cobaan sekaligus sebagai hikmah dalam pengalaman hidup saya. Siapapun yang menghadapi masalah seperti saya ini, tentu akan merasakan penderitaan dan tekanan psikis, perasaan malu dengan stigma‐stigma sebagai koruptor, dan segala macam perasaan susah, sedih, yang sungguh sulit untuk dilukiskan dengan kata‐kata. Namun saya masih bersyukur kepada Allah SWT, karena peristiwa ini telah mempersatukan keluarga, teman‐teman, dan semua pihak yang telah bersimpati terhadap saya mendukung upaya‐upaya pembelaan saya, dengan keyakinan mereka bahwa saya bukan koruptor, tetapi korban pendholiman yang sangat keji.

Terima kasih saya sampaikan kepada berbagai pihak yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Rekan‐rekan kerja, Direksi, Komisaris serta pemegang saham PT Indosat dan anak usahanya. Juga kepada Mastel dan APJII secara khusus saya ucapkan banyak terima kasih. MASTEL (Masyarakat Telematika) merupakan organisasi yang beranggotakan hampir seluruh elemen industri telekomunikasi dan informatika di Indonesia dan telah secara aktif melakukan upaya‐upaya advokasi yang sungguh membesarkan hati. Saya sangat berterima kasih atas apa yang telah dilakukan oleh Mastel dan juga APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) sebagai wadah bergabungnya para penyelenggara jasa internet, dimana PT IM2 bernaung, yang senantiasa memberi perhatian dan dukungan kepada saya. Terima kasih yang tulus saya sampaikan atas upaya Mastel dan APJII, khususnya upaya untuk memberikan pemahaman kepada para pemangku kepentingan di sektor Telekomunikasi dan Informatika, mengeluarkan Pernyataan Bersama Komunitas TIK Nasional, menyelenggarakan acara dengar pendapat dengan DPR RI, mengirim surat kepada Presiden RI (surat terlampir), sampai memfasilitasi terbentuknya wadah “Sahabat Peradilan”. Untuk itu, terima kasih dan rasa hormat saya atas dukungan para sahabat peradilan (Amicus Curiae) yang nama‐namanya antara lain, sebagai berikut:Prof. Dr. Kusmayanto Kadiman (Mantan Rektor ITB dan Mantan Menristek RI), Dr. Sofyan Djalil (Mantan Menkominfo 2004‐ 2007), Tantowi Yahya (Anggota Komisi I DPR RI), Hayono Isman (Anggota Komisi I DPR RI/Ketua Kerjasama Antar Parlemen), Taufiqurrahman Ruki (Mantan Ketua KPK), Erry Riana Hardjapamekas (Mantan Wakil Ketua KPK), Chandra M. Hamzah (Mantan Wakil Ketua KPK), Dr. Ir. Ilham Habiebie (Chairman IGADD), Dr. Setyanto P Santosa (Ketua Umum Masyarakat TeleMatika Indonesia/MASTEL), Eddy Thoyib (Direktur Eksekutif Masyarakat TeleMatika Indonesia/MASTEL), Semmy Pangerapan (Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII), Ir. Nonot Harsono, M.Si. (Akademisi dan pakar telekomunikasi), Dr. Gunawan Wibisono (Pakar Telekomunikasi UI), Heru Sutadi, Msi. (Pakar Telematika/Mantan Anggota BRTI), Yenny Zannuba Wahid (Tokoh Perempuan), Dr. Anis Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), Dr. Ir. Harry Kartana (Anggota Komisi I DPR RI), Ir. Tjatur Sapto Edy, M.T. (Wakil Ketua Komisi III DPR RI), Kamilov Sagala, S.H. M.H (Komisioner Kejaksaan RI), Ir. Teguh Juwarno, M.Si (Anggota Komisi V DPR RI), Sulaiman N Sembiring, S.H. (Direktur dan Senior Researcher Indonesian Center for Telecommunication Law/ICTL), Dewie Pelitawati, S.H. M.H. (Partner, Bahar and Partners, Leading Lawyer in Telecommunication/Asia Law 2012), Dr. Ir. Betti Alisjahbana (Sekjen Ikatan Alumni ITB/Wakil Ketua Dewan Riset Nasional), Dr. Dian Puji Simatupang, SH (FH‐UI), Dr. Edmon Makarim, Skom. S.H. LLM. (Pakar Hukum Telematika/FH UI), Dr. Ir. Adit Kurniawan (Pakar Jaringan Telekomunikasi, Sistem dan Tehnologi Informasi (ITB), Dr. Sugihartono (Pakar Teknologi Informasi ITB), Benjamin Naibaho (Pelaku Industri Telekomunikasi/Jasa Internet), Sapto Anggoro (Sekjen Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII); dan lain‐lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang dengan ketulusan dan keikhlasannya tanpa pamrih meluruskan permasalahan ini dengan pernyataan bahwa perjanjian kerjasama antara PT Indosat dengan PT IM2 merupakan kelaziman dalam bisnis telekomunikasi dengan tidak melanggar aturan, dan tidak bisa dipersalahkan atas perbuatan tersebut. Upaya Bapak/Ibu dan rekan semua , sungguh menguatkan moral dan semangat saya untuk terus menangkal dakwaan yang ditujukan kepada saya. Usaha tersebut , sangat membantu menghapus stigma koruptor yang didakwakan kepada saya.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada rekan‐rekan alumni ITB dan pengurus IA ITB dibawah kepemimpinan Bapak Sawaluddin Lubis, yang hadir mengikuti persidangan hari ini, memberikan dukungan, nasihat dan mendorong semangat selama saya menjalani proses persidangan, serta memfasilitasi peluncuran buku putih saya dalam perkara ini, sehingga membuat saya tegar dan menyadari bahwa masalah teknologi informasi dan komunikasi tidak semudah menggunakan layanannya, sehingga mesti sabar untuk terus memberikan penjelasan kepada masyarakat. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih atas perhatian dan dorongan Bapak/Ibu, rekan dan sahabat selama ini kepada saya.

Kepada istri yang tercinta yang selalu berdoa kepada Allah SWT dan terus kuat dalam menjalani masa‐masa sulit ini, dan anak‐anak saya yang tersayang yang terus tekun belajar dan bersekolah, terima kasih atas kesetiaannya mendampingi dan terus bersabar dalam menghadapi cobaan ini. Juga kepada Ibunda yang terkasih yang telah membimbing saya dan terus mendoakan saya agar dapat melewati cobaan ini dengan kuat. Adik‐adik dan kerabat yang selalu hadir selama persidangan, sungguh memperkuat hati saya. Rekan dan sahabat yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu‐persatu, yang terus mendukung saya dan terus mensosialisasikan duduk perkara ini kepada masyarakat.


Majelis Hakim Yang Mulia,

Dalam menulis pledoi ini, saya merenung...dan mencoba menyusun pesan‐pesan yang akan saya sampaikan ke‐anak‐anak saya..pada proses yang mendekati akhir ini... Kita semua tahu, di dunia ini, setiap awal selalu ada akhir.. Pesan apa, yang harus saya sampaikan ke anak‐anak saya...Apakah pesan yang disampaikan kakeknya dan neneknya kepada saya sebagai anak..berbaktilah pada orang tua, negara dan agamamu..jujur, jujur, tuntutlah ilmu setinggi‐tingginya, jujurlah dan disiplin dalam menjalani kehidupan...maka, hidup kamu akan mencapai kebahagiaan ... Sementara, dalam kenyataannya anak‐anak saya, melihat ayahnya yang menjalani nasihat dan petuah kakeknya, saat ini di‐dakwa korupsi atas perbuatan yg tidak dilakukan‐nya..., tapi lebih karena kekeliruan jaksa dalam membaca peraturan. Haruskah saya memberi nasihat yang lain, seperti ...tidak perlu‐lah kalian hidup baik anak‐ku, karena orang baik malah di‐aniaya orang..Raihlah jabatan dan kekuasaan, dengan berbagai cara yang kamu bisa lakukan, meski dalam proses‐nya kamu harus mengorbankan orang yg baik..salah orang tersebut, kenapa memilih menjadi orang baik... Petuah manakah yang harus saya sampaikan...saya merenung sepanjang malam... Sampai pada suatu waktu, dimana saya harus memilih dan menyusun nasihat kepada anak anak saya... Saya memilih untuk memberikan nasihat... Tetaplah menjadir orang yang jujur, disiplin anakku...tetaplah berbakti kepada orangtuamu, tetaplah berbakti kepada negaramu, dantetaplah membela agamamu. Anak‐anak ku, pegang teguhlah nasihat ayahmu ini... Menjadi rumput engkau di‐injak‐injak.. Menjadi pohon, angin kencang akan menerpamu.. Apapun orang lain yang lakukan padamu dengan berbagai cara, siasat dan pembenaran yang merupakan keahlian mereka...janganlah kamu menghalalkan segala cara, mengorbankan orang lain, hanya untuk solidaritas perkawanan, meraih jabatan dan kekuasaan... Jabatan dan kekuasaan itu tidak kekal anak‐ku... Yang kekal adalah kebenaran... Mungkin engkau, tidak menikmati kebenaran itu saat di‐dunia...Akan tetapi, yakinlah bahwa keberan itu kekal..dan kamu akan melihat dan merasakannya kelak diakhirat nanti...

Tetaplah menjadi orang yang jujur, tetaplah disiplin, tetaplah tuntut ilmu setinggi‐tingginya, darma baktikan keahlian‐mu utk keluarga, bangsa dan negara serta agamamu.. Kalahkan kejahatan dengan kebaikan..

Permohonan

Akhir kata, berdasarkan uraian saya diatas, yang akan dilengkapi secara hukum oleh Tim Advokat, kiranya Majelis Hakim yang Mulia sudah bisa melihat kebenaran dalam perkara ini. Saya sangat menaruh harapan kepada Majelis Hakim Yang Mulia dengan integritas dan profesionalisme selama proses persidangan ini akan memberikan perlindungan hukum kepada saya dengan mengadili perkara saya ini seadil‐adilnya, Sebagai pengadil, saya juga mengharapkan kiranya Majelis Hakim Yang Mulia sudah dapat meluruskan kekeliruan JPU, dalam tuntutannya pada saya ini, dengan menolak tuntutannya. Selanjutnya sudilah kiranya menyatakan bahwa Surat Dakwaan JPU yang mengajukan saya di persidangan ini adalah “salah orang” atau error in persona sehingga mohon dakwaan terhadap saya dinyatakan tidak dapat diterima. Dan, mengajukan PKS ini sebagai perbuatan korupsi adalah sebagai kekeliruan yang sangat mendasar sehingga mohon juga saya dibebaskan atau setidaknya dilepaskan dari tuntutan hukum.

“Robbi, adkhilni mudkhola shidqin, wa‐akhrijnii mukhroja shidqin, waj'allii milladungka shulthoonan nashiiro “. Ya Allah masukkanlah hamba ke dalam semua urusan hamba dari pintu yg benar dan keluarkanlah hamba dari semua urusan melalui pintu yg benar, dan jadikanlah untuk hamba kekuatan yang menolong dari sisi‐MU.

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih atas kesediaannya mendengarkan Nota Pembelaan saya ini. Mohon maaf jika ada ungkapan saya yang kurang berkenan.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, memberikan petunjuk dan hidayah‐Nya kepada Majelis Hakim Yang Mulia.

Jakarta, 13 Juni 2013


Indar Atmanto





LAMPIRAN




Referensi