Fenomena Domain Name dan Pranata Hukum

From OnnoWiki
Revision as of 09:46, 25 July 2007 by Onnowpurbo (talk | contribs) (New page: "Kasus Mustika-Ratu.com : 3 Pertempuran Senilai Rp 100 Miliar" oleh: Donny B.U., M.Si. * Berapakah nilai sebuah nama domain di Indonesia? Percaya atau tidak, Rp 100.000.013.500,- (serat...)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

"Kasus Mustika-Ratu.com : 3 Pertempuran Senilai Rp 100 Miliar"

oleh: Donny B.U., M.Si. *


Berapakah nilai sebuah nama domain di Indonesia? Percaya atau tidak, Rp 100.000.013.500,- (seratus miliar tiga belas ribu lima ratus rupiah)! Padahal dengan uang sebesar itu, kita bisa mendapatkan 336136 nama domain .com atau setara dengan 606060 nama domain co.id, untuk satu tahun. Tenang saja, harga nama domain yang fantastik tersebut tidak diatur oleh Network Sollutions atau IdNIC, tetapi diatur oleh KUHP dan UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.

Setidaknya itulah yang kini tengah terjadi dalam kasus sengketa nama domain Mustika-Ratu.com. PT Mustika Ratu, melalui kuasa hukumnya Dini C. Tobing mempidanakan Chandra Sugiono, mantan General Manager PT Martina Bertho, yang didampingi D. Irawadi Syamsuddin sebagai kuasa hukumnya. Chandra didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum Suhardi telah mendaftarkan nama domain Mustika-Ratu.com dengan itikad tidak baik. Proses persidangan yang dipimpin oleh Hakim Chasiany Tandjung tersebut hingga kini terus berjalan dan tengah masuk ke pembuktian keabsahan materi dan barang bukti berdasarkan pendapat dari para saksi ahli.

Menarik untuk dikaji oleh para praktisi hukum dan teknologi, bahwa inilah untuk pertama kalinya di dunia, kasus sengketa nama domain menggunakan hukum-hukum pidana, bukan perdata sebagaimana lazimnya di negara-negara lain. Tulisan saya kali ini tidak akan mengkaji kasus Mustika-Ratu.com dari sisi hukum, mengingat latar belakang kompetensi saya bukanlah dari disiplin ilmu hukum. Saya akan lebih banyak menguraikan kondisi-kondisi yang melatar-belakangi proses pengadilan tersebut.

Tetapi ada baiknya, sekedar pengantar, saya kutipkan secara lengkap pasal-pasal yang dikenakan kepada Chandra Sugiono.

KUHP, pasal 382 bis Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren-konkuren orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah.

UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, pasal 19 butir b Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu

UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, pasal 48 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25. Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp l00.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.


3 Pertempuran dalam 1 Peperangan

Jika sengketa nama domain Mustika-Ratu.co.id dianalogikan sebagai sebuah peperangan (war), maka ada tiga pertempuran (battle) yang terjadi di dalamnya. Ketiga pertempuran tersebut adalah PT Mustika Ratu Tbk (Mooryati Soedibyo) vs PT Martina Berto (Martha Tilaar), Lembaga Kajian Hukum Teknologi UI (Edmon Makarim) vs Center of Cyber Law Studies Unpad (Ahmad M. Ramli), Firma Hukum AceMark milik Amir Syamsuddin (menugaskan Didi Irawadi Syamsuddin) vs Firma Hukum Lubis, Santosa & Maulana milik Todung Mulya Lubis (menugaskan Dini C. Tobing Pangabean).


Pertempuran 1 : Mustika Ratu vs Martina Berto

Mengutip berita pada tanggal 15 Oktober 2000 dari situs berita Riau Pos Online, dipaparkan bahwa sejak awal 1970-an, Mooryati Soedibyo dan Martha Tilaar merupakan sahabat karib. Mereka bekerja sama secara rukun berupaya agar jamu dan kosmetika tradisional Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pada awalnya, keduanya berjalan dengan satu merek yaitu Mustika Ratu. Kemudian pada tanggal 7 Februari 1977 mereka sepakat untuk berpisah secara baik-baik. Mustika Ratu tetap dipegang oleh Mooryati Soedibyo, sedangkan Martha Tilaar mendirikan Martina Berto yang memegang merek Sari Ayu.

Seiring berjalannya waktu, ternyata persaingan yang timbul mulai meretakkan hubungan mereka berdua. Pasalnya, baik Mustika Ratu yang mengeluarkan produk dengan nama Mustika Ratu dan Martina Berto yang mengeluarkan produk dengan nama Sari Ayu, ternyata memiliki produk dan segmen yang sama persis. Beberapa produk bahkan keluar nyaris secara berbarengan untuk menyaingi produk lainnya.

Riau Pos Online mencatat semisal kosmetik remaja Puteri ala Mustika Ratu yang segera mendapatkan saingan merek Belia dari Sari Ayu. Kemudian produk Berto Tea Sari Ayu yang keluar berbarengan dengan Slimming Tea Mustika Ratu. Kemudian Biokos Skin Care Sari Ayu juga berhadap-hadapan dengan merek Biocos Mustika Ratu.

Chandra Sugiono yang pada awal bergabung ke Martina Berto sebagai Manajer Internasional Marketing bulan September 1999, kemudian melakukan suatu tindakan yang ternyata cukup fatal dikemudian hari. Dia mendaftarkan nama domain Mustika-Ratu.com pada 7 Oktober 1999. Dengan beranggapan bahwa nama domain Mustika-Ratu.com sebagai merek dan ternyata telah diambil oleh pihak seterunya, maka akhirnya pada 4 September 2000 Mustika Ratu melaporkan Martina Berto ke Mabes Polri.

Usut-punya-usut, ternyata Chandra telah mengundurkan diri dari Martina Berto tertanggal 16 Juni 2000. Sebelum melaporkan ke polisi, Mustika Ratu pada tanggal 29 Agustus 2000 di harian Suara Pembaruan dan 1 September 2000 telah memasang pengumuman untuk menarik atau mencabut kembali pemuatan nama domain Mustika-Ratu.com terhitung dalam waktu 7 hari sejak tanggal dimuatnya pengumuman tersebut. Ternyata belum habis masa 7 hari tersebut, Mustika Ratu sudah melaporkan ke polisi.

Kemudian pada tanggal 28 September 2000, nama domain Mustika-Ratu.com resmi dicabut dari Network Sollutions. Pada tanggal 5 Oktober 2000 nama domain tersebut diambil alih oleh Mustika Ratu. Kemudian pada tanggal 2 Agustus 2001 persidangan dimulai. Berhubung telah dinyatakan oleh Chandra maupun Martha Tilaar bahwa pendaftaran nama domain tersebut sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan kebijakan Martina Berto, maka pengadilan sepakat bahwa selaku terdakwa adalah Chandra Sugiono saja, tanpa menyeret-nyeret Martina Berto.

Yang patut pula dikaji adalah: - jika saja nama domain Mustika-Ratu.com tersebut tidak didaftarkan oleh siapapun, apakah pihak Mustika Ratu akan mengambil nama domain tersebut? Pasalnya, Mustika Ratu sendiri sebenarnya telah memiliki nama domain Mustika-Ratu.co.id sejak 5 September 1996 dan belum pernah mendaftarkan nama domain Mustika-Ratu.com hingga saat didaftarkan oleh Chandra Sugiono - jika saja Chandra Sugiono memang memiliki itikad tidak baik tetapi dia tidak pernah bekerja di Martina Berto, apakah Mustika Ratu tetap akan melaporkan ke polisi dengan hukum pidana? Pasalnya, Mustika Ratu hingga kini tidak mengambil tindakan apapun terhadap para pendaftar nama domain semisal Mustika-Ratu.net, MustikaRatu.com dan MustikaRatu.net.


Pertempuran 2 : Lembaga Kajian Hukum Teknologi UI vs Center of Cyber Law Studies UNPAD

Sudah menjadi rahasia umum bahwa UI dan UNPAD bersaing untuk menggolkan konsep cyber law mereka ke pemerintahan. Masing-masing dari mereka memiliki telah memiliki konsep-konsep yang handal mengenai cyber law, yang juga tak kunjung sampai ke tangan pemerintah, tetapi terus-terusan menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. Alih-alih menyatukan pandangan, mereka malah kerap memberikan suatu pandangan yang bertentangan dalam kasus-kasus tertentu.

Berkaitan dengan kasus nama domain Mustika-Ratu.com, ada hal menarik yang patut disimak. Edmon Makarim dari LKHT UI dalam Bukti Acara Pemeriksanaan (BAP) menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Chandra Sugiono pantas dikenakan hukum pidana seperti termaktub dalam KUHP dan UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Edmon berpendapat bahwa Chandra Sugiono bisa dikenakan pasal-pasal tersebut karena memiliki niat yang tidak baik saat mendaftarkan nama domain Mustika-Ratu.com.

Sedangkan Ahmad M. Ramli dari CCLS UNPAD, seperti tulisannya di majalah Forum Keadilan tanggal 26 Agustus 2001, menyatakan sebaliknya. Menurut Ahmad, tidaklah tepat jika KUHP dan UU Anti Monopoli yang notabene untuk hukum dunia nyata dikenakan untuk kasus dunia maya. Ramli juga menegaskan bahwa sebaiknya hukum yang digunakan adalah UU Merek.

UU Merek tersebut memberikan ancaman pidana penjara maksimal 7 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta untuk pelanggaran pada keseluruhannya. Atau, pidana 5 tahun serta denda paling banyak Rp 50 juta bagi pelanggaran merek pada pokoknya. Menurut Ramli, kasus Chandra Sugiono lebih tepat menggunakan UU Merek, minimal pada pokoknya.

Melihat hal tersebut, ada kemungkinan Edmon Makarim akan menjadi saksi ahli bagi Mustika Ratu, sedangkan Ahmad M. Ramli akan menjadi saksi ahli bagi Chandra Sugiono. Meminta pendapat para ahli hukum tentang konsep cyber law yang ideal bagi Indonesia, sama saja seperti kisah 4 orang buta dan seekor gajah. Apa yang dipresepsikan oleh masing-masing orang, akan berbeda-beda tergantung pada apa yang dipegangnya dan dipahami kebenarannya. Toh memang kebenaran itu tidak ada yang mutlak.


Pertempuran 3 : Firma Hukum AceMark vs Firma Hukum Lubis, Santosa & Maulana

Salah seorang pendiri firma hukum AceMark adalah Amir Syamsuddin, sedangkan firma hukum Lubis, Santosa & Maulana salah seorang pendirinya adalah Todung Mulya Lubis. AceMark menugaskan Didi Irawadi Syamsuddin sebagai penasehat hukum Chandra Sugiono. sedangkan Lubis cs menunjuk Dini C. Tobing Pangabean sebagai penasehat hukum Mustika Ratu.

Sebagaimana layaknya profesi penasehat hukum, pasti akan mengalami suatu kemenangan ataupun kekalahan. Kasus nama domain Mustika-Ratu.com ini naga-naganya menjadi kasus pertama mereka yang berkaitan dengan dunia maya dan Internet. Siapapun yang akan memenangkan kasus ini, akan dapat memproklamirkan diri sebagai firma hukum pertama di Indonesia yang siap menangani kasus-kasus berkaitan dengan cyberlaw dan Internet.

Berkaitan dengan usulan Ahmad M. Ramli mengenai penggunaan UU Merek terhadap kasus Chandra Sugiono, ada cerita menarik berkaitan antara Todung - Dini dengan Hakim Chasiany Tandjung. Hakim Chasiany yang menjadi hakim ketua pada pengadilan kasus Mustika-Ratu.com, ternyata pernah diadukan ke Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman oleh Todung - Dini pada tanggal 20 April 2001.

Menurut berita yang dikutip dari majalah Gamma tanggal 15 Mei 2001, Chasiany Tandjung bersama dengan Hakim Musa Simatupang dan Hakim Saparuddin Hasibuan dianggap tidak menerapkan hukum acara perdata dan tidak memahami UU Merek. Saat itu M. Taufiq, Wakil Ketua MA, kepada Gamma menyatakan bahwa dirinya telah memberikan izin kepada tim MA untuk memerika ketiga hakim tersebut sebagai upaya membersihan peradilan dari praktik KKN. Saparuddin Hasibuan sendiri merupakan hakim anggota dalam kasus gugatan perdata Microsoft Corp terhadap 5 pengusaha komputer lokal.


Penutup (Sekilas Tentang UDRP)

Sekedar penutup, ada baiknya apabila kita menyimak bagaimana prosedural menyelesaikan sengketa nama domain di luar negeri. Sebenarnya Internet Corporation for Assigned Names and Numbers - ICANN (www.icann.org) selaku komite internasional yang mengatur kebijakan nama domain di dunia, telah mensahkan satu metode penyelesaian sengketa nama domain yang disebut dengan Uniform Domain-Name Dispure-Resolution Policy - UDRP (http://www.icann.org/udrp/udrp.htm).

UDRP sendiri sah diberlakukan sejak 24 Oktober 1999, sedangkan Network Sollutions (www.netsol.com) sebagai tempat pendaftaran Mustika-Ratu.com oleh Chandra Sugiono, telah mengadopsi UDRP tersebut sejak 31 Desember 1999. Tetapi kemungkinan Mustika Ratu tidak mau menempuh jalur tersebut, lantaran biaya yang dipatok dalam UDRP tersebut harus dibayar oleh pihak pengadu, dalam hal ini adalah pihak Mustika Ratu. Biaya tersebut adalah US$ 750, atau sekitar Rp 6.500.000.

Waktu yang ditargetkan untuk menghasilkan keputusan sejak pertama kali diadukan adalah sekitar 45 hari. ICANN sendiri telah menunjuk tiga badan yang berwenang untuk menjalankan UDRP tersebut, yaitu World Intelectual Property Organization (WIPO) di Jenewa Swiss, National Arbitration Forum di Minneapolis AS dan Disputes.org/eResolution Consortium di Montreal Kanada. Segala proses penyelesaian sengketa tersebut dilakukan melalui surat-menyurat maupun e-mail.

Ada tiga penilaian yang memungkinkan suatu nama domain dipindah-tangankan. Pertama, nama domain tersebut mirip dengan suatu merek. Kedua, pemilik nama domain tersebut tidak memiliki hak atau legitimasi atas nama domain tersebut. Ketiga, pendaftar nama domain tersebut terbukti memiliki niatan yang tidak baik.

Banyak sudah kasus sengketa nama domain yang ditangani oleh WIPO, seperti diinformasikan dalam situs WIPO (http://arbiter.wipo.int/domains). Diakui oleh banyak pihak bahwa jika sebuah nama domain telah diminta baik-baik tetapi tidak diserahkan oleh pendaftar, maka melalui UDRP - WIPO merupakan jalan yang cepat, tepat dan efisien.

Kasus nama domain Mustika-Ratu.com ternyata lebih dari sekedar sengketa nama domain. KUHP, UU Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat dan UU Merek ternyata merasa lebih berhak menangani kasus tersebut. Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mengadili sengketa kasus nama domain secara hukum pidana.

Adu kekuatan antara dua perusahaan jamu dan kosmetika, antara dua institusi kajian hukum universitas dan antara dua firma hukum, hingga kini belum berhasil menunjukkan konsep ideal pelaksanaan cyber law di Indonesia. Toh, seharusnya hukum dan keadilan tidak berpijak pada kekuatan yang semu. Walhasil, Chandra Sugiono kini bagai pelanduk ditengah-tengah para gajah yang sedang bertikai.


  • ) Penulis adalah Koordinator ICT Watch dan jurnalis TI independen. Dapat dihubungi melalui e-mail donnybu@ictwatch.com. Tulisan ini pernah dimuat oleh Detikcom, 26 Oktober 2001. Tulisan ini bebas dikutip asal menyebutkan sumbernya.