2015/02/12 - MENKOMINFO Terkesan Tidak Peduli dengan kasus IM2

From OnnoWiki
Revision as of 07:56, 14 July 2015 by Onnowpurbo (talk | contribs) (New page: Sumber: http://www.varia.id/2015/02/12/revisi-uu-telekomunikasi-belum-prioritas/ Revisi UU Telekomunikasi Belum Prioritas Kalangan industri meminta pemerintah segera melakukan revisi UU ...)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to navigation Jump to search

Sumber: http://www.varia.id/2015/02/12/revisi-uu-telekomunikasi-belum-prioritas/

Revisi UU Telekomunikasi Belum Prioritas

Kalangan industri meminta pemerintah segera melakukan revisi UU Telekomunikasi agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam memahami regulasi. Namun, hal ini belum menjadi perhatian Kominfo dalam waktu dekat.

VARIA.id, Jakarta – Kasus PT Indosat Mega Media (IM2) masih menyisakan tanya, termasuk usulan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Hal ini terlihat dalam diskusi publik yang digelar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers yang bertajuk “Kriminalisasi Perjanjian Kerja Sama Indosat-IM2, Bom waktu Kiamat Internet Indonesia” yang digelar di Jakarta, Rabu 11 Februari 2015.

“Pokok permasalahan ada pada UU Telekomunikasi yang tidak bisa mengayomi semua kegiatan bisnis telekomunikasi yang ada. UU tersebut tidak bisa menjabarkan (bisnis telekomunikasi) dengan rinci dan konsisten,” ujar Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Semmy Pangerapan.

Ia menjelaskan, dalam Pasal 7 UU No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi disebutkan bahwa penyelenggaraan telekomunikasi terdiri atas penyelenggara jaringan telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi, dan penyelenggara jasa khusus.

Selama ini, Semmy menilai pemerintah tidak melibatkan orang-orang yang paham di bidangnya dalam pembuatan regulasi. Akibatnya, ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain dalam menginterpretasikan regulasi tersebut dengan sudut pandang berbeda.

“Ada jarak pemahaman dalam penjebakan UU Telekomunikasi mengenai ketegasan bisnis penyelenggara jaringan, penyelenggara jasa, dan penyelenggara jasa khusus,” jelas Semmy.

Dalam kasus IM2, kata dia, masalahnya pada penafsiran hukum yang keliru. IM2 disuruh membayar Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) Rp 1,3 triliun.

“Tentu saja IM2 bisa kolaps. Apalagi Internet Service Provider (ISP) lainnya, mungkin bisa mati karena bangkrut. Lagi pula tidak mungkin ISP mempunyai uang sebanyak itu,” ujarnya.

Semmy mengatakan, jika kasus ini terus bergulir, maka ISP akan kolaps dan industri internet dimonopoli oleh operator telekomunikasi. Tentu yang dirugikan adalah masyarakat. Kebangkrutan di atas, tegas Semmy, hanya sebatas ilustrasi atas pemahaman regulasi yang berbeda.

“Akibat regulasi yang tidak sejalan ini, terjadi tumpang-tindih jaringan infrastruktur,” katanya.

Saat ini, ia menjelaskan, terdapat sekitar 21 ISP yang melakukan kerja sama yang serupa dengan IM2 dan Indosat.

“Jangan sampai semua rontok dan keadaan menjadi monopoli operator. Ini yang harus dibenahi agar industri ini tidak hancur,” tandas Semmy.


Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengaku sangat mendukung industri yang sehat, transparan, dan fair. Namun, dia meminta jangan terpaku pada kasus IM2 saja. Masih banyak isu lainnya yang harus diselesaikan meski bukan berarti isu (kasus IM2) ini ditinggalkan.

“Saya dukung dan prihatin pada kasus yang terjadi pada IM2. Ini merupakan proses pembelajaran bagi kita semua. Namun, kita harus berpikir ke depan. Untuk apa kita buka-buka lagi karena proses hukumnya sudah keburu masuk pengadilan walau banyak dukungan,” ujarnya.

Saat ini, kata dia, Kominfo tengah menggodok tiga regulasi yang terkait teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Apalagi sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Salah satunya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Seharusnya tidak berlama-lama, karena kita tahu akar permasalahan sehingga kita fokus untuk melakukan revisi yang menjadi kontroversi,” lanjutnya.

Terkait regulasi TIK, Kominfo sedang menggodok tiga perundang-undangan yang harus menjadi perhatian lebih, yaitu UU Penyiaran, UU ITE dan masalah RRI-TVRI.*


Editor: Chairul Akhmad

Penulis Salma Indria Rahman


Referensi