Route Untuk Mengalahkan Australia & Malaysia di Internet
Tulisan ini ditulis bulan Maret 2004, saat frekuensi 2.4GHz belum bebas. Untuk melihat strategi yang lebih solid ada baiknya membaca Analisa Strategi IT Indonesia
Sumber: Onno W. Purbo
Sering kali tidak sadar bahwa Indonesia adalah negara yang besar bahkan mempunyai kekuatan massa sepuluh kali lebih besar dari Malaysia & Australia. Kalau saja para pemimpin di atas menyadari hal itu maka sebetulnya tidak sukar bagi Indonesia untuk mengalahkan negara-negara tetangga kita.
Mari kita lihat startegi yang paling sederhana untuk mengalahkan negara tetangga kita khususnya dalam bidang Internet.
Dari sekian banyak teknologi internet yang ada, seperti, ADSL, dial-up, leased line, satelit, dan fiber optik yang mempunyai banyak pelanggan. Pada kesempatan ini, saya hanya akan memfokuskan pembahasan pada Internet menggunakan wireless pada frekuensi 2.4GHz & 5.8GHz. Memang pada hari ini akses Internet menggunakan 2.4GHz & 5.8GHz menjadi sangat controversial karena banyak mengundang polemik di sisi regulasi.
Jika saja pemerintah mau berfikir jangka panjang, dan membebaskan 2.4GHz & 5.8GHz untuk kepentingan kemajuan bangsa. Impact yang akan terjadi sangat luar biasa, bahkan sering kali di luar perkiraan banyak orang. Mari kita melakukan perhitungan impact yang akan terjadi dengan adanya pembebasan tersebut.
Dengan perhitungan sederhana dan konservatif, pada hari ini di Indonesia paling tidak ada 6-7 kota besar, 200-an kota kecil, 400-an kabupaten. Dengan asumsi yang sangat konsevatif, rata-rata Access Point sekitar 100-an di ibu kota Jakarta, 50-an di kota besar, 10 di kota kecil, 5 di kota kabupaten, maka dengan rata-rata 20-an client premise equipment (CPE) di setiap Access Point kita akan melihat 130.000-an link wireless Internet di seluruh Indonesia.
Dengan pengembangan konsep RT/RW-net, Perkantoran-Net, Sekolah-Net yang mengandalkan kabel LAN (UTP) ke tetangga rumah, tetangga kantor dll. Maka tidak heran jika sebuah wireless CPE akan di cantoli oleh sekitar 20-an komputer di belakangnya. Artinya kita akan dapat dengan mudah melihat paling tidak dua (2) juta komputer yang tersambung ke jaringan Internet yang berbasis Wireless di 2.4 GHz & 5.8GHz.
Jika rata-rata ada sepuluh orang yang mengakses sebuah komputer maka kita akan dengan mudah melihat bahwa paling tidak ada 20-an juta pengguna Internet di Indonesia.
Terus terang asumsi di atas sangat konservatif, karena kenyataan di Indonesia saat ini paling tidak ada 25.000 sekolah menengah, termasuk sekolah kejuruan, pesantren dan madrasah. Rata-rata siswa per sekolah adalah sekitar 500-1000 orang. Belum terhitung perguruan tinggi di Indonesia yang jumlahnya sekitar 1300 buah itu dengan rata-rata mahasiswa antara 1000-10.000 mahasiswa.
Bayangkan jika seluruh sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia kita sambungkan ke Internet, akan sangat mudah sekali kita untuk memperoleh jumlah pengguna Internet yang mendekati jumlah 30 juta orang di Indonesia.
Apa arti 20-30 juta pengguna Internet di Indonesia? Artinya sangat dahsyat sekali!! Tidak percaya? Bayangkan populasi penduduk di tahun 2003 dari negara Australia hanya 20 juta orang, Malaysia hanya 23 juta orang, Canada hanya 31 juta orang, Singapore jelas tidak ada apa-apa dengan jumlah penduduk yang hanya sekitar 5-6 juta orang. Jelas-jelas negara-negara ini akan tenggelam ditelan badai Indonesia di Internet.
Memang masih ada negara yang agak besar penduduknya seperti Filipina yang 84 juta orang, VietNam yang 81 juta, Thailand yang 63 juta orang.
Tidak akan banyak negara di dunia yang bisa menyaingi Indonesia dalam jumlah pengguna Internet di dunia, kecuali segelintir negara seperti Amerika Serikat, India, dan Cina.
Siapa yang akan di untungkan dengan banyaknya pengguna Internet di Indonesia? Siapa lagi kalau bukan negara? Pemasukan pajak akan berlipat dari pajak pertambahan nilai dari berbagai servis yang di berikan, pajak pada saat pembelian alat, biaya hak penyelenggaraan jasa internet dll dll. Jangan kaget kalau perhitungan kasar akan menunjukan pemerintah akan memperoleh masukan paling tidak sekitar Rp. 600 Milyard dari pajak pembelian alat dll. Dan sekitar Rp. 150-an Milyard per tahun dari pajak pertambahan nilai.
Belum lagi effek sampingan yang kadang kala tidak kita sadari. Indonesia akan menjadi negara pemimpin di dunia untuk Internet wireless di 2.4GHz & 5.8GHz. Tidak percaya? Saya pada hari ini sudah merasakan sendiri dampak langsung dengan banyaknya undangan untuk memberikan workshop di luar negeri untuk mensosialisasikan teknologi 2.4GHz & 5.8GHz. Terlihat jelas sekali bahwa di tingkat dunia jarang sekali orang yang menguasai teknologi Internet wireless di 2.4GHz & 5.8GHz seperti di Indonesia.
Belum berbagai dampak lainnya seperti kelancaran transaksi bisnis dan ekonomi yang semakin baik dengan semakin membaiknya infrastruktur telekomunikasi.
Kaget? Semoga tidak jantungan.
Jadi apa yang harus dilakukan oleh pemerintah? Amat sangat sederhana sekali. Pertama bebaskan frekuensi 2.4GHz & 5.8GHz dari berbagai ijin yang menyulitkan. Kedua sambungkan semua sekolah dan universitas di Indonesia ke Internet, berikan berbagai kemudahan dan insentif agar dunia pendidikan masuk ke Internet.
Lima tahun lagi bangsa Indonesia akan menjadi pemimpin dunia Internet, khususnya untuk Infrastruktur yang berbasis masyarakat.