In Memoriam: M. Jusuf Ronodipuro

From OnnoWiki
Revision as of 19:32, 1 January 2010 by Onnowpurbo (talk | contribs)
Jump to navigation Jump to search
Oleh Vetriciawizach
(Periset di suratkabar Pikiran Rakyat)
http://gray-area.blogspot.com/2008/01/in-memoriam-m-jusuf-ronodipuro.html


Di minggu malam itu, Jusuf Ronodipuro, salah seorang pahlawan angkatan 45, dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Kabar wafatnya beliau nyaris terlewatkan.

Jusuf, pria kelahiran Salatiga, 30 September 1919, ini adalah orang yang berjasa dalam pembuatan dan penyiaran rekaman Proklamasi. Beliau juga merupakan salah seorang pendiri RRI dan pencipta slogan RRI "Sekali di udara, tetap di udara". Bersama dengan Bachtiar Lubis, Jusuf pun menjadi orang pertama yang mengabarkan berita kemerdekaan RI melalui radio.

Pada saat proklamasi, Jusuf sebenarnya tidak mengetahui kabar tersebut. Sampai sore hari pada 17 Agustus 1945, Jusuf, seorang reporter Hoso Kyoku, sebuah radio militer Jepang di Jakarta, masih belum mengetahui Soekarno telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Jusuf dan karyawan Hoso Kyoku lainnya memang dilarang untuk keluar dari kantor, untuk menghindari menyebarnya berita kekalahan Jepang yang telah diketahui oleh mereka dua hari sebelumnya.

Seorang teman dari kantor berita Dome kemudian menyusup ke Hoso Kyoku dan menyampaikan secarik kertas dari Adam Malik, yang isinya meminta Jusuf menyiarkan berita terlampir. Kabar terlampir dimaksud adalah naskah proklamasi yang sudah dibacakan Soekarno pukul 10 pagi.

Setelah berunding dengan beberapa temannya, Jusuf dan kawan-kawannya lalu menyelinap ke dalam stasiun luar negeri yang sedang tidak digunakan. Saat itu, karena kekalahan jepang, pimpinan Hoso Kyoku memerintahkan agar berita luar negeri dihentikan, sehingga stasiun itu pun kosong. Tepat jam 7 malam, selama 15 menit, Jusuf melakukan siaran gelap dan menyampaikan proklamasi Indonesia ke seluruh nusantara dan dunia.

Perjuangannya harus dibayar mahal. Ia dan kawannya kemudian di tangkap oleh Kempetai (tentara jepang) dan dipukuli. Lutut kirinya cacat akibat diinjak oleh sepatu lars tentara. Bahkan kepalanya nyaris dipenggal oleh samurai jepang. Beruntung Jusuf dapat lolos dari ancaman maut.

Untuk mengobati luka-lukanya Jusuf kemudian menemui dokter Abdurrahman Saleh. Oleh Abdurrahman Saleh, yang kemudian menjadi Kepala RRI, Jusuf disarankan untuk membuat pemancar radio sebagai sarana komunikasi pemerintah terhadap rakyatnya.

Tiga hari ia butuhkan untuk merakit dan memasang pemancar radio. Laboraturium Abdurrahman Salehpun pun berubah menjadi ruang siaran, tempat dimana Presiden Soekarno menyampaikan pidato-pidatonya. Saat itu radio menjadi media terpenting. Melalui siaran radio ini semangat perjuangan dikobarkan ke seluruh negri.

Di tahun 1950 Jusuf membujuk Presiden Soekarno agar membacakan naskah proklamasi untuk direkam. Pada awalnya, Bung Karno tak menyetujui usul tersebut. Ia menganggap peristiwa proklamasi hanya sekali dan tak perlu diulang. Namun, dengan pertimbangan agar anak cucu bisa mendengar, akhirnya Bung Karno mau merekam pembacaan naskah tersebut. Rekaman itu kemudian menjadi satu-satunya dokumen audio otentik pembacaan proklamasi. Ya, rekaman suara Soekarno yang sering diperdengarkan itu memang bukan dibacakan pada saat proklamasi.

Jusuf juga berjasa dalam proses penggubahan lagu Indonesia Raya. Kala itu, Jusuf berpikir untuk mengubah lagu Indonesia Raya ke lagu yang berirama mars, irama lagu kebangsaan yang populer. Bung Karno pun menyetujui. Jusuf kemudian meminta komposer Belanda Jos Cleber untuk menggubah lagu kebangsaan itu. Aransemen ketigalah yang kemudian disetujui oleh Bung Karno. Aransemen itu kemudian direkam dalam piringan hitam di awal 1951 di perusahaan milik RRI, tapi proses berikutnya dilakukan di Belanda.

Jusuf yang merupakan sahabat bekas Presiden Sukarno pernah menjadi Sekjen Departemen Penerangan dan ditugaskan di Departemen Luar Negeri, antara lain di Inggris dan PBB, New York. Pada masa Orde Baru, beliau pernah dipercaya sebagai Duta Besar RI di Buenos Aires dan sempat merasakan berbagai posisi jabatan, sampai akhirnya ia pensiun pada 31 Mei 1976. Namun baginya pensiun tak berarti harus berdiam diri di rumah. Jusuf pun pernah tercatat sebagai penasehat di beberapa organisasi sosial nirlaba semacam LP3ES, Yayasan Lembaga Indonesia Amerika, dan Dewan Harian Nasional Angkatan 45.

Sejak terserang stroke bulan Juni 2007, Jusuf, tokoh penting pendiri RRI ini beberapa kali keluar masuk rumah sakit. Pada hari sabtu, (27/1), pukul 23.35 WIB ia meninggal di RSPAD Gatot Subroto akibat komplikasi paru-paru dan stroke. Mendiang dimakamkan di TMP Kalibata pukul 13.10 WIB dan meninggalkan satu orang istri dan tiga orang anak.


Pranala Menarik