Difference between revisions of "Rahasia di balik lambannya perhitungan IT KPU"
Onnowpurbo (talk | contribs) |
Onnowpurbo (talk | contribs) |
||
Line 83: | Line 83: | ||
Pengamat luar: Inilah akibatnya kalau pakai software baru, tapi hardware bekas. Software baru artinya benar-benar belum pernah digunakan untuk skala besar dan di tempat yang tersebar, atau setidaknya versi yang digunakan belum teruji sempurna. Hardware bekas dapat dilihat pada server yang katanya sisa Pemilu 2004. | Pengamat luar: Inilah akibatnya kalau pakai software baru, tapi hardware bekas. Software baru artinya benar-benar belum pernah digunakan untuk skala besar dan di tempat yang tersebar, atau setidaknya versi yang digunakan belum teruji sempurna. Hardware bekas dapat dilihat pada server yang katanya sisa Pemilu 2004. | ||
+ | |||
+ | |||
+ | ==Pranala Menarik== | ||
+ | |||
+ | * [[Sejarah Internet Indonesia]] | ||
+ | |||
+ | |||
+ | [[Category: Sejarah]] | ||
+ | [[Category: Demokrasi]] |
Latest revision as of 16:00, 11 May 2010
Sumber: http://arifrahmat.wordpress.com/2009/04/20/rahasia-di-balik-lambannya-perhitungan-it-kpu/ (tampaknya sumber asli sudah di delete)
Rahasia Di Balik Lambannya Perhitungan IT KPU
20 04 2009
Rekan-rekan vendor ICR Yth. Mohon kehadiran besok, Kamis 16/04 jam 14:00 untuk pertemuan dgn Anggota KPU Pak Azis. Terima kasih. Mohon konfirmasi kehadirannya.
Demikian isi SMS yang diterima penulis dari Oskar Riandi, salah satu tim Tim Ahli BPPT untuk TI KPU. Siapa sih Pak Azis itu, yang mana ya orangnya? Maklum, penulis sama sekali belum mengenalnya. Apakah pertemuan ini ada sangkut pautnya dengan jutaan suara ajaib yang diperoleh caleg dari sebuah TPS di Sinjai, Sulawesi Selatan yang menghebohkan itu?
Kamis 16/04/2009 pukul 15:00
Pertemuan tertunda 1 jam dari jadwal. Acara dibuka dengan penjelasan bahwa latar belakang adanya pertemuan tersebut adalah pernyataan dari Ketua Tim TI KPU dari BPPT, Husni Fahmi bahwa penerapan ICR pada Pemilu 2009 kurang tepat, alias “ICR gagal”. Dari pertemuan tersebut diharapkan jawaban apakah sebaiknya perhitungan IT dilanjutkan atau dihentikan. Lalu bagaimana langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memperbanyak jumlah suara yang tayang secepat mungkin.
Ada 4 vendor yang hadir pada pertemuan tersebut, setiap vendor diberikan kesempatan untuk berkomentar maupun memberikan saran mengenai apa yang dapat dilakukan KPU beberapa hari ke depan untuk mencapai tujuan tadi. Saran dan masukan juga terlontar dari Tim Ahli BPPT untuk TI KPU, salah satunya adalah mengenai kejelasan pembagian tugas bagi operator scanning di daerah agar tidak diganggu dengan tanggung jawab lain, misalnya untuk membantu perhitungan manual.
Penulis sendiri memberikan masukan bahwa kekurangan dalam review sistem ICR adalah tidak adanya uji waktu pemrosesan serta pembuatan skenario hingga ke satuan detik menggunakan form asli yang diisi oleh orang biasa atau setidaknya KPPS. Padahal, jumlah TPS dapat diketahui dan waktu yang tersedia telah ditentukan.
Dengan dana yang terbatas, pilihan harus ditentukan, mau kecepatan atau akurasi. Bila ingin cepat, akurasi menurun, bila ingin akurat kecepatan akan menurun. Bila ingin cepat dan akurat, dana yang tersedia haruslah lebih banyak, setidaknya untuk menambah jumlah operator entri data.
Sejak awal, tim review lebih tertarik ke akurasi dengan harapan bahwa makin akurat perangkat lunak ICR, makin sedikit waktu perbaikan oleh operator. Kenyataan yang terjadi, perangkat lunak ICR yang dijagokan ternyata malah menyerah dengan ketiadaan referensi utama maupun scanner yang paper jam.
Jumat 17/04/2009 pukul 09:30
Sepucuk e-mail dari Biro SDM dan Organisasi BPPT muncul di Inbox, ternyata tidak ada hubungannya dengan rekan-rekan BPPT di Tim TI KPU. Dari e-mail tersebut penulis tersadar, bahwa BPPT sejak tahun 2005 adalah salah satu lembaga pemerintah pengguna DMR. Wah, jangan-jangan nanti akan disangkutpautkan lagi oleh pihak tertentu, bahwa BPPT berpihak ke salah satu vendor. Maklum, beberapa bulan sebelumnya telah muncul tudingan alias fitnah yang dihembuskan pihak tidak bertanggung jawab bahwa sekretaris Tim TI KPU (sebelumnya) berpihak ke salah satu vendor.
Ahad 19/04/2009 pukul 20:00
Parah, jumlah suara yang masuk semakin menurun. Pertemuan Kamis kemarin belum tampak hasilnya. Beberapa kota dan kabupaten yang masuk dalam daftar pengawasan kami juga tampak tidak ada kemajuan berarti dalam jumlah TPS yang telah diproses. Mungkin operator di daerah ingin menikmati hari libur, setelah keletihan sepekan lebih melakukan scanning form C1-IT. Mesin validator di pusat juga tampak tidak bekerja. Kenalan penjaga server yang dihubungi tidak menjawab panggilan telepon penulis.
Scanning C1-IT Asli
Iseng-iseng, sepanjang Sabtu-Ahad kami telah berhasil melakukan scanning form C1-IT dari 64 TPS di Lubuk Linggau yang dikirim ke Jakarta untuk “diujicoba” oleh vendor.
Scanning dilakukan dengan santai, diselingi makan, tidur pulas, browsing internet, istirahat, tapi kadang-kadang serius juga. Dalam 1 jam, rata-rata ada 5 TPS yang berhasil di-scan dan diverifikasi dengan baik. Kalau ada yang parah butuh waktu 30 menit untuk 1 TPS, padahal berkas per TPS hanya 8 lembar.
Wah, lamban sekali, 12 menit per TPS? Dengan 1 komputer untuk verifikasi dan skenario 6 menit per TPS saja, jumlah yang dapat di-scan form-nya dalam 12 hari hanya 1400. Bila semuanya normal, seharusnya 1 TPS dapat selesai rata-rata dalam 3,1 menit sudah termasuk scanning dan verifikasi. Apa saja kondisi yang membuat operator tidak dapat bekerja secepat itu? Poin berikut diambil dari pengalaman sebagai operator scanning, pengamatan di KPU beberapa kota/kabupaten maupun pengamatan terhadap gambar dan data yang masuk di server KPU.
- Form asli tercampur dengan form fotokopi. Form fotokopi tidak dapat diolah dengan baik karena umumnya telah mengalami transformasi tak beraturan yang tidak sesuai dengan hukum transformasi dasar 2 dimensi: rotasi, translasi dan dilatasi/penskalaan. Untuk memisahkannya butuh waktu beberapa detik per TPS, tetapi dengan banyaknya form hasil fotokopi, jumlah TPS yang pantas untuk diproses akan berkurang drastis sehingga potensi suara yang dapat ditampilkan di tabulasi nasional makin menurun. Bila perangkat lunak ICR dipaksakan membaca form fotokopi, ada potensi suara partai dan caleg dapat meleset, tertukar atau masuk ke nomor urut yang salah. Oleh karena itu, form fotokopi sebaiknya disisihkan, tidak usah di-scan.
- Kondisi form dalam keadaan ter-staples. Staples-nya bisa 3-5 biji dan untuk melepaskannya butuh waktu 1-2 menit.
- Posisi referensi sering lari atau tidak terdeteksi dengan tepat. Hal tersebut disebabkan oleh:
- ringannya berat jenis kertas yang digunakan membuat kertas yang sudah diisi cenderung terlipat di bagian sudutnya, menutupi referensi utama
- potongan kertas yang tidak rapih kadang menghilangkan/memotong referensi utama atau ada bagian dari kertas yang tidak masuk ke gambar karena lebar kertas lebih besar daripada lebar lensa scanner yang digunakan.
- adanya kekurangan pada jenis scanner yang digunakan menghasilkan garis yang memanjang dari atas ke bawah yang mengganggu pembacaan
- kesalahan pada pola yang digunakan, pola harus diganti karena tidak sesuai dengan pola yang umum
- kesalahan pada perangkat lunak yang digunakan yang skalabilitasnya sangat rendah, belum pantas untuk digunakan di ratusan area yang tersebar di Indonesia. Untuk memperbaikinya, kadang butuh 2-4 menit.
- Tulisan di form kadang terlalu tebal, terlalu besar, atau berlebihan. Misalnya ada tulisan nihil, coretan panjang di bagian yang kosong, tulisan dua atau tiga angka di satu kotak, adanya kotoran akibat bolpoin tinta yang tembus ke lembar berikutnya, noda tipp-ex, serta tulisan yang beberapa kali diubah. Untuk memperbaikinya butuh waktu tambahan 2-4 menit.
- Adanya cacat berupa noda putih pada cetakan yang dapat mempengaruhi pembacaan, area yang seharusnya kosong menjadi area yang terbaca seakan-akan ada isinya. Bila terjadi pada setiap lembar, dapat memakan waktu tambahan 1-2 menit.
- Form C1-IT tidak memiliki tanda khusus sebagai pengenal pola. Akibatnya, kadang terjadi salah pengenalan pola akibat kondisi kertas yang sobek, lecek, terlalu banyak lubang staples, tulisan atau tanda tangan KPPS-nya terlalu besar sehingga melewati area kotak yang seharusnya. Untuk memperbaikinya butuh waktu 2-3 menit.
- Adanya salah pengisian form dari segi penjumlahan yang disengaja maupun tidak, akan memaksa operator berpikir untuk menghitung jumlah sebenarnya suara partai dan caleg. Operator berpikir karena operator juga bisa saja salah dalam memasukkan angka hasil verifikasi. Bila hal tersebut terjadi pada setiap lembar, waktu tambahan yang dibutuhkan 2-3 menit.
- Ada lem yang menempel pada lensa scanner yang berasal dari form yang di-scan. Bila dibiarkan, gambar yang diperoleh akan rusak, adapun untuk membersihkannya butuh waktu 5-10 menit.
- Adanya usaha dari operator scanning untuk berbuat curang, baik untuk menggelembungkan suara maupun untuk membuang suara dari partai maupun caleg tertentu.
Sisi Server
Tim TI KPU mengukur kinerja dari data TPS masuk per hari. Dari data TPS masuk per hari, rata-rata hanya 50% yang dinyatakan layak tayang, sisanya dinyatakan tidak layak tayang karena mengandung inkonsistensi dan untuk sementara dianggap data sampah . Ketika data dari sebuah TPS dinyatakan layak tayang, suara yang dihitung hanyalah suara sah.
Wartawan dan publik menghitung kinerja KPU dari jumlah suara pada tabulasi nasional dibandingkan dengan jumlah pemilih yang terdaftar pada DPT. Bila semua kota dan kabupaten disiplin mengirimkan data tanpa mengalami kendala, tetap saja publik tidak akan terpuaskan karena perbedaan mendasar dalam mengukur kinerja perhitungan TI.
Status H+11, Senin, 20 April 2009, pukul 8.00, total suara 12.895.476.
DMR ICR
Mengapa Codena ikut berjualan scanner dan software ICR di KPU? Wajar, karena ada permintaan yang datang dari KPU kabupaten/kota. Hikmah lain yang diperoleh adalah bahwa dengan terlibat di dalam KPU, penulis lebih dapat menahan diri untuk berkomentar karena melihat sendiri dari dalam persoalan yang sebenarnya terjadi.
Guyonan Harian di KPU
Vendor A: Dengan 4 vendor ICR saja kejadiannya seperti ini, bayangkan bila semuanya digarap hanya oleh 1 vendor, bebannya pasti akan sangat berat.
Tim Ahli BPPT untuk TI KPU: Gratis kok mau bagus.
Pengamat luar: Inilah akibatnya kalau pakai software baru, tapi hardware bekas. Software baru artinya benar-benar belum pernah digunakan untuk skala besar dan di tempat yang tersebar, atau setidaknya versi yang digunakan belum teruji sempurna. Hardware bekas dapat dilihat pada server yang katanya sisa Pemilu 2004.